Schoolmedia News Jakarta --- Revitalisasi sekolah merupakan salah satu Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto, dan hingga kini terus dijalankan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebagai bentuk komitmen dalam menyediakan layanan pendidikan yang aman dan bermutu untuk semua.
Dalam perkembangan pelaksanaan program, beberapa satuan pendidikan yang telah menerima manfaat yakni TK Pertiwi 1 Serang, Purbalingga, SMPN 1 Purbalingga dan SDN 2 Purwokerto Wetan, Jawa Tengah.
Fokus revitalisasi ini mencakup pembangunan tiga unit toilet baru, perbaikan ruang kelas, serta penyediaan area bermain, perbaikan tempat ibadah, unit kesehatan sekolah (UKS) serta ruang pendukung lainnya.
Selain itu, berfokus pada kerusakan parah terjadi pada dinding yang mengelupas, dan struktur bangunan yang masih menggunakan material lama sehingga atap ruang kelas sudah ada yang mulai berjatuhan.
Sebagai informasi, seluruh dana bantuan ditransfer langsung ke rekening sekolah dan dikelola secara mandiri oleh sekolah. Pengawasan juga dilakukan secara bersama-sama dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Pekerjaan Umum.
Kepala Seksi Pembinaan PAUD, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga, Agus Tri Rusiana menyampaikan bahwa pengajuan bantuan revitalisasi berdasarkan pada hasil analisis kondisi bangunan yang tercantum di Dapodik serta legalitas kepemilikan lahan.
âProses verifikasi lapangan dilakukan oleh Dinas untuk memastikan kesesuaian data, sedangkan pengelolaan pembangunan dilakukan secara swakelola oleh pihak sekolah dengan pendampingan teknis dari Dinas,â ucap Agus.
Revitalisasi ini dijadikan momen bergotong royong masyarakat setempat secara sukarela sehingga dapat terlibat dalam membersihkan lahan dan menjaga lingkungan sekolah.
Proses pembelajaran tetap berjalan, walaupun aktivitas berada luar ruangan tetapi tetap dibatasi demi keamanan anak-anak. Tak hanya itu, selama proses pembangunan, siswa belajar di ruang kelas seadanya, yang telah diubah menjadi arena bermain dan belajar yang menarik.
Selanjutnya, diharapkan pemeliharaan fasilitas hasil pembangunan ini akan melibatkan dana partisipasi masyarakat yang selama ini telah rutin dilakukan melalui iuran sukarela.
Lebih lanjut, Kepala SDN 2 Purwokerto Wetan, Suryani mengungkapkan bahwa para siswa dan orang tua telah menunjukkan pengertian dan dukungan selama masa pembangunan. Ia menyambut baik program revitalisasi ini yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sekolah, khususnya Wali Murid dan Panitia Pelaksana Satuan Pendidikan (P2SP).
Sementara itu, Kepala SMPN 1 Purbalingga, Eni Rundiati, menjelaskan bahwa dalam pengelolaan dana bantuan dimulai dari proses perencanaan dilakukan secara sistematis dan transparan. Sebelum mulai pembangunan, seluruh sekolah diwajibkan menyusun Rencana Anggaran Anggaran (RAB) secara rinci dan jelas untuk memastikan dana yang digunakan sesuai kebutuhan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku.
âKami selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan dana. RAB disusun secara jelas dan transparan, sesuai dengan pedoman dan juknis dari Kementerian. Selain itu, kami juga selalu berkoordinasi dengan panitia P2SP agar pembangunan dapat terus dikawal dengan baikâ, jelas Eni yang disampaikan dalam kegiatan Presstour di Purbalingga.
Harapan yang disampaikan oleh Kepala Sekolah TK Pertiwi 1 Serang, Khotinah, bahwa revitalisasi tidak hanya soal membangun fisik, tetapi juga menciptakan ekosistem belajar yang mendukung tumbuh kembang siswa dan mencetak generasi unggul.
Program ini adalah upaya memberikan layanan pendidikan yang lebih bermutu, aman, dan menyenangkan bagi seluruh anak. "Kami sangat terbantu dengan adanya program ini, semoga ini menjadi awal yang baik untuk terus meningkatkan mutu layanan pendidikan di wilayah kami," ungkap Khotinah.
Waspadai Praktik Korupsi Berjamaah
Program revitalisasi dan digitalisasi pendidikan adalah langkah modern yang bertujuan memajukan mutu pembelajaran dan kesiapan generasi muda menghadapi era digital. Namun, jika tidak diawasi dengan ketat dan dikelola secara transparan, program-program ini justru berisiko menjadi ajang korupsi berjamaah yang melibatkan berbagai level birokrasi. Kasus pengadaan Chromebook beberapa waktu lalu menjadi pelajaran berhargaâbahwa niat baik negara bisa tercederai oleh praktik buruk yang dilakukan oknum-oknum dalam sistem.
Belajar dari Kasus Chromebook: Niat Baik, Eksekusi Buruk
Pada dasarnya, pengadaan Chromebook di sekolah-sekolah merupakan bagian dari upaya Kementerian Pendidikan dalam mendukung pembelajaran digital. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan banyaknya masalah, mulai dari spesifikasi perangkat yang tidak sesuai kebutuhan, harga yang diduga di-mark-up, hingga distribusi yang tidak merata.
Beberapa sekolah menerima perangkat yang rusak, tidak kompatibel, bahkan tidak digunakan sama sekali karena tidak didampingi pelatihan guru yang memadai. Selain itu, muncul indikasi kuat bahwa ada praktik "pengkondisian" proyek oleh oknum dalam birokrasi pendidikan, sehingga proyek tidak berjalan dengan prinsip efisiensi dan manfaat maksimal.
Risiko Revitalisasi Menjadi Korupsi Berjamaah
Dengan anggaran pendidikan yang terus meningkat, program revitalisasi dan digitalisasi sekolah kini menjadi "lahan basah" baru yang menggiurkan. Risiko korupsi berjamaah terjadi karena beberapa faktor:
-
Pengadaan yang Tidak Transparan dan Terpusat
Ketika seluruh proses pengadaan hanya dilakukan oleh pusat atau sekelompok kecil aktor birokrasi, potensi penyalahgunaan kekuasaan sangat tinggi. -
Minimnya Pengawasan Independen
Program besar seperti revitalisasi sekolah jarang diawasi oleh lembaga independen seperti KPK, BPK, atau bahkan oleh masyarakat sipil secara aktif. -
Budaya Asal Serap Anggaran
Banyak daerah terjebak dalam mindset "asal anggaran terserap", bukan pada efisiensi dan kebermanfaatan. -
Ketimpangan Digital di Sekolah
Sekolah di wilayah tertinggal sering dijadikan objek proyek tanpa memperhitungkan kesiapan infrastruktur, yang akhirnya mubazir.
Langkah Antisipatif: Agar Tidak Mengulang Kesalahan
Untuk mencegah agar kasus Chromebook dan sejenisnya tidak kembali terjadi di masa depan, beberapa langkah konkret perlu dilakukan:
-
Desentralisasi dan Partisipasi Sekolah
Pengadaan sarana digital harus melibatkan sekolah dalam menentukan kebutuhan. Sekolah paham kebutuhan spesifik siswa dan gurunya. -
Transparansi Anggaran dan Tender
Semua proses pengadaan wajib dilakukan secara terbuka, melalui e-catalogue dan disertai informasi publik yang mudah diakses masyarakat. -
Penguatan Peran Pengawas dan Auditor Internal
Inspektorat jenderal dan pengawas daerah harus berani mengkritisi program-program yang terindikasi tidak efisien atau bermasalah. -
Keterlibatan Publik dan Komunitas Pendidikan
Orang tua, guru, bahkan siswa perlu dilibatkan dalam proses evaluasi penggunaan alat digital di sekolah. -
Fokus pada Pelatihan dan Manfaat Jangka Panjang
Digitalisasi bukan sekadar pengadaan alat. Harus ada pelatihan berkelanjutan bagi guru, dan evaluasi pemanfaatan di kelas.
Program revitalisasi dan digitalisasi sekolah adalah langkah strategis yang tidak boleh disabotase oleh kepentingan segelintir elit birokrasi. Jika tidak diwaspadai, anggaran triliunan rupiah hanya akan menjadi ladang korupsi baru yang merugikan dunia pendidikan. Kita harus belajar dari kasus Chromebook dan memperkuat sistem akuntabilitas di setiap jenjang. Pendidikan yang bersih dari korupsi adalah fondasi utama menuju Indonesia Emas 2045.
Penulis Eko B Harsono
Tinggalkan Komentar