Schoolmedia News == Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menurunkan vonis dua eks prajurit TNI AL dari hukuman seumur hidup menjadi 15 tahun penjara menuai kecaman luas dari kalangan masyarakat sipil. Keputusan tanpa penjelasan terbuka itu dinilai mencederai prinsip transparansi dan memperkuat praktik impunitas di tubuh militer.
Dalam putusan kasasi tersebut, MA juga memangkas hukuman terhadap terdakwa lain, Rafsin Hermawan, dari empat tahun menjadi tiga tahun penjara. Namun, MA tidak memberikan keterangan resmi mengenai dasar pertimbangan hukum di balik perubahan vonis itu.
âProses peradilan yang tertutup seperti ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas. MA seharusnya menjadi benteng terakhir supremasi hukum, bukan bagian dari mekanisme impunitas,â tulis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam pernyataannya, Selasa (21/10).
Koalisi menilai, kasus ini bukan peristiwa tunggal. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah anggota TNI yang terlibat tindak pidana juga mendapat hukuman ringan.
Di Medan, misalnya, Pengadilan Militer I-02 hanya menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlevi yang terbukti menganiaya seorang pelajar SMP hingga tewas. Putusan itu menuai kemarahan publik karena dinilai tidak adil dan jauh dari rasa keadilan.
âKetika pelakunya berasal dari institusi militer, proses hukum menjadi tertutup dan tidak proporsional. Hukum seolah tunduk pada seragam dan pangkat, bukan pada keadilan,â tulis Koalisi.
Koalisi menilai praktik impunitas ini memperlihatkan lemahnya kontrol sipil terhadap militer dan macetnya agenda reformasi sektor keamanan sejak reformasi 1998.
Revisi UU TNI Mendesak
Koalisi mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Pasal 65 ayat (2) telah menegaskan prajurit yang melakukan tindak pidana umum harus diadili di peradilan umum. Namun, ketentuan ini sering diabaikan karena belum adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
âSelama revisi UU Peradilan Militer tidak diselesaikan, sistem hukum akan terus memberi ruang impunitas bagi pelaku kejahatan dari kalangan militer,â tegas pernyataan itu.
Koalisi juga mendesak Pemerintah dan DPR RI segera merevisi UU No. 31 Tahun 1997, agar semua tindak pidana umum yang melibatkan anggota TNI diproses di peradilan umum. Selain itu, Koalisi meminta Panglima TNI memperketat kontrol terhadap kepemilikan dan penggunaan senjata api oleh prajurit serta melakukan evaluasi psikologis rutin bagi seluruh anggota TNI.
Menurut Koalisi, pola vonis ringan terhadap anggota militer mencerminkan ancaman serius bagi prinsip supremasi sipil dan negara hukum.
âImpunitas yang dibiarkan akan memperlemah institusi kemiliteran di bawah kontrol sipil dan menjauhkan keadilan bagi korban,â ujar Koalisi yang terdiri dari berbagai organisasi, termasuk Imparsial, KontraS, YLBHI, Amnesty International Indonesia, ICJR, dan AJI Jakarta.
Mereka menegaskan bahwa keadilan hanya bisa terwujud jika seluruh warga negara diperlakukan setara di hadapan hukum. âTidak boleh ada hukum yang tunduk pada seragam,â pungkas pernyataan bersama itu.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar