Cari

Dies Natalis ke-62 Fakultas Kehutanan UGM, “Hutan yang Tak Lagi Perawan dan Nada Rimbawan dari Bulaksumur”



Schoolmedia News Jakarta == Di antara denting gitar dan aroma tanah basah, gema moral menjaga hutan Indonesia kembali disuarakan dari jantung kampus hijau UGM.

Langit Sabtu malam (17/10) di kawasan Bulaksumur, Yogyakarta, terasa lebih hangat dari biasanya. Ribuan pasang mata menatap panggung besar yang berdiri megah di halaman Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM). Di bawah temaram lampu dan aroma tanah basah selepas hujan sore, dentuman drum dan gitar Slank menggema, menandai puncak perayaan Dies Natalis ke-62 Fakultas Kehutanan UGM.

Namun malam itu bukan sekadar pesta musik. Di balik denting nada dan sorak sorai penonton, mengalir pesan moral yang begitu dalam: tentang hutan, tentang Indonesia yang perlahan kehilangan rindangnya pepohonan, dan tentang tanggung jawab moral generasi muda rimbawan menjaga warisan hijau nusantara.

Kita nyanyikan satu lagu khusus untuk kado dies Fakultas Kehutanan UGM. Lagu Ga Perawan Lagi. Lagu ini kesan untuk hutan di Indonesia. Diciptakan tahun 1994, tentang hutan yang sudah tidak lebat lagi. Sekarang sudah 2025, hutannya makin tidak lebat lagi, ucap Bimbim, sang drummer, di tengah sorak penonton.

Nada suaranya datar, tapi kalimat itu menampar kesadaran banyak orang di halaman kampus malam itu. Lagu Ga Perawan Lagi yang diciptakan tiga dekade lalu itu tiba-tiba kembali relevan bahkan lebih perih dari sebelumnya.

Slank membuka penampilan dengan I Miss U But I Hate U dan menutupnya dengan Kamu Harus Pulang. Di antara lagu-lagu itu, mereka menyelipkan Bang-Bang Tut, Bimbim Jangan Menangis, Maafkan, Balikin, dan Virus. Tapi di sela-sela nada dan tepuk tangan, Bimbim sesekali melontarkan kalimat reflektif.

Kita semua punya tanggung jawab yang sama untuk bikin hutan tetap hidup. Tapi kalian, para rimbawan, punya tanggung jawab yang lebih besar.

Kalimat sederhana itu menggema. Di hadapan ratusan alumni dan mahasiswa Fakultas Kehutanan, Slank seolah menjadi juru bicara nurani bangsa  mengingatkan bahwa kehilangan hutan bukan hanya kehilangan pohon, tapi kehilangan masa depan.

Bagi Bimbim, malam itu seperti perjalanan pulang. Ia mengaku terakhir kali manggung di UGM sekitar tahun 2014. Dan seperti ritual yang tak pernah hilang, setiap datang ke kampus ini, ia selalu menyempatkan diri mampir ke warung legendaris SGPC Bu Wir.

Happy banget, dan berterima kasih bisa balik ke UGM. Dulu sering main di sini, tapi sudah lama juga baru kali ini manggung lagi, ujarnya tersenyum.

Suasana di halaman Fakultas Kehutanan malam itu memang bukan sekadar konser. Ia menjelma menjadi malam reuni antarangkatan  tempat nostalgia, pertemuan lintas generasi, dan refleksi perjalanan panjang Fakultas yang melahirkan banyak rimbawan tangguh di Indonesia.

Beberapa jam sebelum konser dimulai, suasana di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM jauh lebih formal namun tak kalah hangat. Dalam Rapat Senat Terbuka Dies Natalis ke-62, hadir sejumlah tokoh nasional: Presiden RI ke-7, Ir. Joko Widodo, dan Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia, Raja Juli Antoni.

Jokowi, alumnus Fakultas Kehutanan angkatan 1980, datang sebagai bagian dari keluarga besar rimbawan. Duduk di barisan depan bersama Raja Juli Antoni, Rektor UGM, dan Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya, Jokowi disambut tepuk tangan panjang.

Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian alam. “Pembangunan harus tetap berjalan, tapi jangan sampai mengorbankan hutan. Sebab tanpa hutan, Indonesia kehilangan jati dirinya, katanya dalam sambutan singkatnya.

Sementara itu, Raja Juli Antoni menegaskan bahwa sektor kehutanan kini sedang memasuki fase transformasi digital besar-besaran. Pemerintah, katanya, tengah membangun platform nasional sistem digital terpadu untuk memperkuat transparansi pengelolaan hutan.

Kami ingin seluruh perizinan dan pemetaan hutan dapat diakses secara terbuka. Dengan begitu, kebijakan kehutanan akan semakin berbasis data dan akuntabel, ungkapnya.

Ia juga menyoroti peran Fakultas Kehutanan UGM yang telah melahirkan ribuan rimbawan di seluruh pelosok negeri dari Aceh hingga Papua. Kita ingin kerja sama yang lebih erat agar hutan tetap lestari dan masyarakat di sekitar hutan semakin sejahtera.

Dekan Fakultas Kehutanan, Ir. Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., M.Sc., Ph.D., IPU, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur atas terselenggaranya Malam Rimbawan ini.

Ia menilai, peran alumni begitu besar dalam memajukan fakultas dari dukungan sarana pembelajaran hingga kegiatan tridharma perguruan tinggi.

Terima kasih untuk bantuan-bantuan alumni demi kelancaran tridharma perguruan tinggi. Beberapa TV monitor di ruang-ruang kelas dan fasilitas lainnya merupakan sumbangsih mereka, ujarnya.

Suasana akademik yang formal di siang hari berubah menjadi pesta penuh warna di malam hari. Di halaman yang sama, mahasiswa, alumni, dan dosen melebur tanpa sekat. Tawa, pelukan, dan lagu-lagu nostalgia Slank menjadi perekat yang mempertemukan kenangan masa kuliah dengan realitas tantangan masa depan. 

Slank mungkin bukan band yang identik dengan dunia akademik, apalagi kehutanan. Tapi malam itu, mereka tampil bukan hanya sebagai musisi, melainkan sebagai penyampai pesan moral. Lewat lirik yang dulu dianggap nakal, mereka mengajak semua yang hadir merenungi keadaan bumi yang makin rapuh.

Lagu Ga Perawan Lagi menjadi simbol: metafora dari hutan yang kehilangan keperawanannya, dari bumi yang terlalu sering ditelanjangi demi keuntungan jangka pendek.

Ini di tangan kita semua, kata Bimbim tegas. Fakultas Kehutanan UGM punya tanggung jawab besar karena banyak orang di sini yang bekerja di pemerintahan. Semoga dari sini lahir kebijakan yang bikin hutan tumbuh lagi.

Seiring malam semakin larut, satu per satu lampu panggung mulai padam. Tapi semangat yang ditinggalkan justru menyala. Para mahasiswa muda menatap langit Bulaksumur, seolah mengingat pesan yang baru saja dinyanyikan di depan mereka: bahwa menjaga hutan bukan sekadar profesi, tapi panggilan nurani.

Hutan Indonesia, yang dulu menjadi paru-paru dunia, kini menunggu tangan-tangan generasi baru untuk menumbuhkan kembali daun-daun harapan. Dari Fakultas Kehutanan UGM, gema itu kembali disuarakan  lewat rapat senat, lewat lagu Slank, dan lewat kesadaran bersama bahwa setiap pohon yang tumbuh adalah doa untuk masa depan.

Malam pun ditutup dengan sorak penonton yang tak ingin bubar, menyanyikan bersama potongan lirik yang kini terdengar seperti doa:

''Ga perawan lagi tapi masih bisa disayang''

Bukan hanya tentang lagu. Tapi tentang hutan Indonesia yang mungkin sudah terluka, tapi masih bisa disembuhkan dengan cinta, ilmu, dan kepedulian.

Tim Schoolmedia

Lipsus Selanjutnya
Di Balik Wacana Pemblokiran IMEI: Publik Diuji, Pemerintah “Testing the Water”
Lipsus Sebelumnya
Presiden Prabowo Hadiri Sidang Senat Terbuka dan Dies Natalis UKRI Tahun 2025

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar