Penulis : Dr. Arie Wibowo Khurniawan, S.Si, M.Ak
Perencana Ahli Madya - Direktorat SMK- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Pemerhati School Governance, Pendidikan Kejuruan dan Pendidikan Vokasi
Schoolmedia News Jakarta ----- Tahun ini segenap bangsa Indonesia, memperingati 76 tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). . momentum untuk selalu mengingat kembali tekad bangsa Indonesia sebagai keturunan bangsa pejuang. Pada tahun 2021, Bangsa Indonesia telah bebas merdeka dari penjajahan fisik. Kondisi tersebut tidak lepas dari hasil usaha perjuangan dari para pendahulu Bangsa ini. Presiden RI Ke-3, Prof. BJ Habibie pernah berkata “Sesungguhnya bangsa Indonesia adalah turunan pejuang. Yang harus dimanfaatkan adalah wawasan cita-cita, bukan mimpi yang pas bangun gak ada apa-apa. Kita bangsa pejuang tidak kenal mimpi”.
Mengenang masa lalu, ketika perang dunia kedua meletus tahun 1942, Ir.Soekarno pernah meramalkan bahwa kawasan pasifik pasti akan menjadi medan tempur yang sengit. Semua pihak pasti lelah. Belanda dan Jepang tidak akan mampu mengurus tanah jajahannya. Dan, inilah kesempatan emas untuk merdeka. Tahun 1945, tanggal 17 agustus, pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB, Ir.Soekarno didampingi Moh. Hatta membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Berita pun menyebar ke seluruh penjuru Nusantara. Selain itu, proklamasi kemerdekaan pun disebar ke seluruh dunia. Dapat dibayangkan bahwa ancaman kala itu siap datang menghampiri tanah air. Apalagi tentara Jepang masih menguasai Indonesia. Namun di saat bersamaan, perjuangan dan semangat kemerdekaan menggelora di seluruh tanah air. Segala perjuangan yang telah lama dilakukan akhirnya berpuncak pada proklamasi 17 Agustus 1945.
Bangsa ini harus bersyukur atas peristiwa bersejarah ini. Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah pemberian bangsa lain, bukan juga hadiah dari sekutu atas kemenangan pada perang dunia II, bukan juga akibat perjuangan satu golongan atau satu kelompok. Tetapi peristiwa 17 Agustus 1945 adalah murni hasil perjuangan bersama segala elemen bangsa Indonesia secara kolektif. Itu sebabnya Bhinneka Tunggal Ika sudah final dan merdeka sudah harga mati. Namun diatas semua usaha dan perjuangan bangsa ini, kemerdekaan bangsa Indonesia adalah anugerah dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa ini pun mempercayai sepenuhnya ini dan menjadi bangsa yang tidak sombong, tetapi bangga menjadi bangsa Indonesia.
Kini sudah 76 tahun, sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Bangsa Indonesia masih harus terus berjuang. Di sisi lain, Kita sebagai warga Bangsa Indonesia juga harus berjuang dijalur kehidupan sebagai manusia di dunia. Bahwa hidup di dunia ini juga dilahirkan di atas rel perjuangan : perjuangan untuk hidup. Perjuangan untuk memenuhi hak-hak orang lain. Perjuangan untuk hidup diatas jalan yang lurus sesuai aturan Agama dan Negara. Perjuangan untuk melawan godaan hawa nafsu dan rayuan setan. Perjuangan untuk mengejar kehendak dan cita-cita. Termasuk, perjuangan untuk menyambung hidup itu sendiri, dengan nafas-nafas dunia dan pengharapan kembali kepada hari akhirat.
Setiap kita sebagai warga negara Indonesia, punya cara sendiri untuk hidup. Itu tak soal. Di jalan-jalan raya yang keras. Di kantor-kantor megah yang sejuk, di kampus-kampus dan sekolah-sekolah yang gegap gempita, di tengah samudera yang bergelombang, di sawah-sawah dan ladang-ladang yang tenang, di rumah-rumah yang pengap maupun lapang, di balik deru mesin-mesin industri yang bising, di dalam lorong panjang pertambangan yang mencekam, setiap hari, setiap waktu, setiap orang menyambung nafas-nafas kehidupannya.
Ada berjuta cara untuk hidup. Tetapi, perjuangan hanya kosakata untuk cara hidup yang lurus. Perjuangan hanya bahasa untuk pengorbanan yang benar. Maka, menyambung hidup dengan cara kotor, licik, dan kerdil, sama sekali bukan perjuangan. Sampai pun bila hidup secara kotor lebih melelahkan dan lebih memakan pengorbanan. Oleh karenanya, jangan pernah berkhianat. Sekecil apapun. Pengkhianatan tak akan mengantarkan siapapun ke taman kebahagiaan. Bisa jadi manis di awalnya, tetapi sejarah tak pernah tersipu-sipu oleh kemanisan itu. Karenanya, sepanjang sejarah, para penghianat tak lebih seonggok sampah di tengah sungai khianat yang mengalir ke muara kehinaan.
Tinggalkan Komentar