
KOMDIGI, Kemendikdasmen, Save the Children, UGM, dan Mabes Polri Bersinergi, Siapkan Mobil Trauma Healing untuk Anak Korban Bencana
Schoolmedia Aceh Tamiangâ Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMDIGI), Kemendikdasmen, Save the Children, Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) berkolaborasi menyiapkan unit mobil Trauma Healing untuk memberikan dukungan kesehatan mental kepada anak-anak di wilayah pascabencana.
Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan mendesak akan penanganan trauma psikologis yang dialami anak-anak terdampak.
Menurut rencana, mobil Trauma Healing ini akan mulai beroperasi dan dikirimkan pertama kali ke wilayah terdampak bencana di Kabupaten Tamiang pada minggu depan, berfokus pada komunitas yang mengalami dampak terparah akibat longsor.
Tim KOMDIGI, melalui Taofiq Rauf, menegaskan bahwa upaya pemulihan pascabencana tidak dapat hanya bergantung pada perbaikan infrastruktur fisik. Prioritas utama, menurutnya, adalah dukungan kesehatan mental bagi anak.
âPendekatan ini sejalan dengan mandat Kemkomdigi dalam memperkuat komunikasi publik yang inklusif dan responsif di wilayah terdampak,â ujar Taofiq Rauf.
Ketakutan Ekstrem Dipicu Suara Hujan
Fasilitator Save the Children, Syahferi Anwar, mengungkapkan temuan kritis di lapangan, di mana anak-anak di wilayah terdampak sering kali mengalami ketakutan ekstrem pada fase awal. Ia mengidentifikasi suara hujan sebagai pemicu utama yang memicu trauma.
âBegitu hujan turun, yang mereka cari pertama adalah orang tua. Objek lekat mereka terguncang,â jelas Syahferi.
Syahferi membandingkan kondisi ini dengan anak-anak pesisir yang dinilai lebih terbiasa dengan banjir musiman. Sebagai contoh, ia menyebut situasi di Aceh Tamiang, wilayah longsor yang didampingi oleh timnya, di mana anak-anak masih menolak untuk berkumpul dua hari setelah kejadian.
âMereka takut. Saat bertemu orang baru, mereka tambah cemas. Pendekatan harus perlahan,â tambahnya.
Metode Pendampingan Bertahap dan Pencegahan Trauma Berulang
Lebih lanjut, Syahferi memaparkan bahwa metode pendampingan yang digunakan melibatkan tiga fase kunci:
* Tahap Pengenalan: Membangun kepercayaan dengan anak-anak.
* Kegiatan Inti: Melakukan aktivitas trauma healing yang terstruktur.
* Fase Transisi: Memastikan stabilitas emosional anak sebelum tim penolong meninggalkan lokasi.
Ia menekankan pentingnya fase transisi untuk mencegah anak kembali ke kondisi trauma awal. âJangan sampai anak sudah stabil lalu kita pergi dan mereka kembali ke trauma awal. Itu yang kami hindari,â pungkasnya.
Kolaborasi antarlembaga ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya pemulihan psikososial jangka panjang bagi anak-anak Indonesia yang menjadi korban bencana alam.
Peliput : Eko B Harsono
Tinggalkan Komentar