
Ketika Air Mata Pak Muââ¬â¢ti Tumpah Melihat Aceh Tamiang Luluh Lantak, Jalan Terjal Beri Bantuan ke Satuan Pendidikan di Tengah Hutan Sawit
Schoolmedia News Aceh = Perjalanan menembus hamparan perkebunan kelapa sawit yang terjal, berliku, dan berbukit-bukit menjadi saksi betapa pendidikan adalah prioritas abadi, bahkan di sudut terpencil perbatasan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen); Prof Dr Abdul Mu'ti, Selasa (9/12), memulai kunjungan kerja maraton yang dramatis dari Kabupaten Langkat hingga Kabupaten Aceh Tamiang, membawa pesan kasih, harapan dan bantuan operasional bagi sekolah-sekolah yang bergulat melawan keterbatasan alam dalam musibah air bah atau banjir bandang.
Rombongan Menteri tiba di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumatera Utara pada pukul 09.15 WIB. Namun, sambutan hangat Kepala UPT Provinsi Sumatera Utara hanyalah permulaan. Agenda utama hari itu adalah menyentuh langsung denyut nadi pendidikan di garis perbatasan, yang menuntut navigasi medan yang jauh dari mulus.
Setelah lepas dari keramaian Deli Serdang, rombongan bertolak menuju Kabupaten Langkat. Jalanan mulus berubah menjadi lintasan berbatu yang membelah keheningan perkebunan sawit raksasa.
ââ¬ÅIni bukan hanya perjalanan dinas biasa, ini adalah perjalanan empati,ââ¬Â ujar salah satu staf kepada Kompas di tengah guncangan mobil.
Paduan Suara Kecil di Hutan Kelapa Sawit
Tujuan pertama, yang paling menantang dari segi geografis, adalah SD Negeri 057239 Sekoci di Besitang, Kabupaten Langkat. Sekolah ini, yang lokasinya tersembunyi di dalam liukan perkebunan, menjadi representasi perjuangan para pendidik dan siswa yang tak pernah menyerah pada akses. Sekolah ini juga disebut-sebut sebagai salah satu yang terdampak oleh gempa bumi yang terjadi beberapa waktu lalu, walau data detail kerusakannya masih dihimpun.
Tepat pukul 12.00 WIB, suasana hening di Sekoci pecah oleh riuh gembira. Puluhan siswa dengan seragam usang namun bersih, berdiri berjajar. Mereka bukan hanya menyambut kedatangan seorang pejabat tinggi, tetapi menyambut kehadiran harapan. Senyum lebar anak-anak itu kontras dengan atap sekolah yang terlihat memerlukan perbaikan segera.
Saat mobil Menteri berhenti, siswa-siswa itu serentak menyanyikan lagu penyambutan dengan riang. Suara mereka, walau sedikit sumbang, sarat akan ketulusan.
Mendikdasmen turun, langsung berinteraksi. Ia meluangkan waktu berdialog dengan Kepala Dinas setempat, para guru, Kepala Sekolah, dan tentu saja, siswa. Inti pesannya sederhana: semangat belajar adalah modal utama anak Indonesia hebat.
ââ¬ÅLihatlah senyum kalian. Siswa SD Sekoci memang terpencil, jalannya sulit, tetapi semangat di sini jauh lebih terang dari lampu kota manapun,ââ¬Â tutur Menteri, yang disambut tepuk tangan riuh.
Puncak dialog humanis itu terjadi ketika sekelompok anak maju dan, tanpa canggung, mengajak Menteri dan rombongan menyanyikan ââ¬Å7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.ââ¬Â Di bawah hujan deras mengguyur Langkat, lagu sederhana itu bergema, menjadi janji bersama akan masa depan yang lebih cerah.
Upaya Gagal Selamatkan IFP Dari Banjir
Namun, di tengah keceriaan itu, terselip kisah yang memilukan. Kepala Sekolah dengan suara tercekat menceritakan perjuangan sekolah mereka yang kehilangan kotak ajaib Papan Interaktif Digital yang baru 3 minggu dinikmati seluruh siswa dan guru.
ââ¬ÅTiga minggu lalu, Pak, kami baru menikmati bantuan IFP (Infrastruktur dan Fasilitas Pendidikan) yang kami tunggu bertahun-tahun. Kursi, meja, buku baruââ¬Â¦ Tapi takdir berkata lain,ââ¬Â ujar Kepala Sekolah.
Ia kemudian menceritakan bagaimana seluruh guru, dibantu warga, berupaya menyelamatkan semua perlengkapan baru itu ketika banjir tiba-tiba menerjang. Upaya itu sia-sia. Bantuan IFP yang belum genap sebulan dinikmati, kini terendam, lumpur menjadi kain kafan bagi harapan baru mereka.
Mendengar kisah ini, raut wajah Menteri berubah. Bantuan operasional yang diserahkan hari itu menjadi penguat, sebuah pesan bahwa pemerintah akan kembali membangun apa yang telah dihancurkan oleh alam.
Air Mata Pak Menteri Jstuh di Kuala Simpang
Perjalanan berlanjut ke tujuan kedua: Provinsi Aceh. Rombongan harus menempuh 1 jam 30 menit perjalanan darat yang menguji mental. Namun, kejutan yang lebih dalam menanti di depan.
Saat rombongan memasuki gerbang Kota Kuala Simpang, Ibu Kota Kabupaten Aceh Tamiang, suasana berubah drastis, dari tantangan geografis menjadi panorama bencana. Kota itu tampak luluh lantak.
ââ¬ÅYa Tuhan,ââ¬Â bisik Menteri lirih.
Pemandangan dari Langkat menuju Kuala Simpang seakan mengonfirmasi berita-berita tentang amukan banjir bandang. Nyaris tidak ada satu pun gedung yang selamat. Rumah-rumah berjejeran dengan bekas air setinggi atap, lumpur kering membekas tebal, dan sisa-sisa perabotan berserakan di pinggir jalan. Ibu Kota Aceh Tamiang itu benar-benar babak belur.
Di tengah pemandangan yang mengharu biru menghancurkan hati itu, Kantor Bupati Aceh Tamiang menjadi titik kumpul penyaluran harapan. Pukul 15.00 WIB, Menteri tiba.
Pada saat penyerahan bantuan, suasananya jauh dari seremoni formal. Aura duka dan perjuangan terasa kental.
Di antara para penerima bantuan operasional, berdiri seorang wanita paruh baya, Ibu Suwarni, seorang guru dari TK Pembina Kuala Simpang.
Tangis Bahagia dan Penuh Haru Para Guru
Saat gilirannya tiba, Ibu Suwarni tak kuasa menahan tangis. Ia memeluk erat amplop bantuan yang diserahkan Menteri.
ââ¬ÅTerima kasih, Pak. Terima kasih. Kami kehilangan semua. Mainan, buku-buku ajar, bahkan lantai kelas kami terkikis habis,ââ¬Â ucap Ibu Suwarni, air mata membasahi pipinya.
Tangisnya bukan tangis kesedihan, melainkan tangis lega karena merasa diperhatikan di tengah musibah yang begitu besar.
Di sela-sela penyerahan, seorang Kepala Dinas juga menunjuk seorang wanita lain yang berdiri tegak namun dengan mata kosong, guru dari SMP Negeri 7 Kecamatan Simau.
ââ¬ÅPerkenalkan, Pak Menteri. Beliau adalah guru dari desa Meru. Hingga saat ini, sekolahnya masih tenggelam. Siswa dan guru terpaksa mengungsi. Mereka adalah para pahlawan yang terus berjuang meski sekolahnya hilang ditelan air,ââ¬Â bisik Kepala Dinas.
Menteri Mendikdasmen mendekat dan menjabat tangan guru tersebut erat. Mata Menteri, yang sempat berkaca-kaca sejak memasuki Kuala Simpang, kini tampak memerah. Ia berjanji, ââ¬ÅPemerintah pusat akan segera menurunkan tim terpadu. Sekolah-sekolah harus berdiri kembali. Anak-anak Tamiang tidak boleh kehilangan satu hari pun pelajaran karena musibah ini.ââ¬Â
Kunjungan ditutup pada pukul 16.00 WIB dengan meninjau SD Negeri 1 Tualang Cut Tamiang. Walau kondisinya lebih baik, sekolah ini juga menerima bantuan tambahan sebagai penguatan fasilitas pascabencana di daerah sekitar.
Perjalanan darat yang panjang kembali ditempuh menuju Medan untuk beristirahat. Namun, drama kemanusiaan dan edukasi hari iniââ¬âdari paduan suara kecil di tengah kebun sawit Langkat hingga tangisan guru di Kuala Simpang yang luluh lantakââ¬âmeninggalkan jejak tak terhapuskan.
Kunjungan Mendikdasmen ini adalah cerminan janji, bahwa pendidikan akan selalu menjadi prioritas pertama yang diselamatkan dan dibangun kembali.
Peliput : Eko B Harsono
Tinggalkan Komentar