Cari

Bukti Rekaman Suara Kejagung Cecar Nadiem soal Rapat 6 Mei 2020 Bahas Chromebook Bersama Jurist dan Fiona



Dugaan Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun: Penyidik Miliki Bukti Rekaman Suara, Nadiem Makarim Diperiksa 


Jakarta, 24 Juni 2025 — Kejaksaan Agung RI terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun yang digelar oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam periode 2019–2022. Salah satu sorotan utama penyidikan kini tertuju pada keputusan politis dan administratif yang melatari penunjukan sistem operasi Chrome OS sebagai spesifikasi wajib dalam pengadaan laptop pendidikan.

Mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim turut diperiksa oleh tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Senin (23/6/2025). Pemeriksaan ini dilakukan seiring dengan pengembangan kasus yang kini memasuki fase krusial: penelusuran asal-usul kebijakan yang dijadikan landasan hukum dalam pengadaan Chromebook secara masif dan seragam.

Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 Disorot

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menilai bahwa Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 berperan penting dalam membentuk dasar hukum pengadaan tunggal Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan.

"Permendikbud tersebut menjadikan Chromebook sebagai spesifikasi wajib. Maka wajar jika penyidik menelusuri latar belakang penerbitan aturan itu," ujar Ficar kepada Inilah.com, Senin (23/6/2025).

Ficar menambahkan bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk memanggil semua pihak terkait, termasuk mantan menteri, sekretaris jenderal, para direktur jenderal, serta jajaran pejabat teknis di kementerian.

"Jika dari hasil penyidikan diduga memang ada peristiwa pidana, maka penyidik harus memanggil dan memeriksa semua pihak," tegasnya.

Penyidik Miliki Bukti Rekaman Suara

Sumber internal Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa penyidik kini telah mengantongi sejumlah bukti kuat, termasuk rekaman suara percakapan yang diduga berkaitan dengan proses lobi, penentuan vendor, serta indikasi mark-up harga dalam pengadaan perangkat Chromebook.

Rekaman ini tengah dianalisis untuk memastikan keterkaitan antara isi pembicaraan, dokumen pengadaan, dan alur pencairan dana proyek. "Rekaman itu memuat percakapan antar beberapa pihak yang berada di lingkungan kementerian dan rekanan proyek," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.

Pemeriksaan Nadiem: Datang Tanpa Pernyataan

Nadiem Makarim tiba di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada pukul 09.09 WIB. Ia tampak mengenakan kemeja batik krem dan celana panjang formal, serta membawa tas jinjing hitam. Didampingi tim kuasa hukum, Nadiem langsung memasuki ruang pemeriksaan tanpa memberikan keterangan kepada wartawan.

Belum diketahui isi dari tas hitam yang dibawanya, namun sejumlah spekulasi menyebutkan bahwa tas tersebut berisi dokumen pembelaan atau data yang mendukung proses klarifikasi terhadap penyidik.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Nadiem Makarim ataupun Kejaksaan Agung terkait hasil pemeriksaan tersebut. Namun, Nadiem sebelumnya menyatakan akan kooperatif dan mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini mencuat setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi penyimpangan dalam penggunaan anggaran pengadaan laptop untuk program digitalisasi sekolah. Proyek ini menggunakan anggaran lintas tahun dengan nilai total mencapai Rp9,98 triliun, yang berasal dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Sejumlah vendor dan penyedia barang telah diperiksa. Temuan awal mengindikasikan adanya pengaturan harga, distribusi fiktif, serta intervensi terhadap spesifikasi teknis yang hanya memungkinkan penggunaan Chromebook.

Penyidikan masih berlangsung dan Kejaksaan Agung membuka kemungkinan penetapan tersangka baru dalam waktu dekat. Saat ini, sejumlah pejabat aktif dan nonaktif dari Kemendikbudristek serta rekanan swasta telah diperiksa sebagai saksi.

Potensi Perkembangan

Jika penyidik menyimpulkan bahwa penerbitan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 dilakukan secara melawan hukum untuk menguntungkan pihak tertentu, maka mantan pejabat kementerian hingga level pembuat kebijakan berisiko dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.

Masyarakat dan pengamat kini menanti langkah tegas Kejagung dalam menuntaskan skandal ini, yang tak hanya menyangkut kerugian keuangan negara, tapi juga menyangkut kredibilitas transformasi pendidikan nasional yang dijalankan secara digital selama masa pandemi.

Penulis: Tim Investigasi Schoolmedia 
Foto: Antara Foto/Sulthony Hasanuddin/YU



Berita Selanjutnya
Pemerintah Siapkan Pemulangan 380 WNI dan Mahasiswa yang Masih Terjebak di Teheran, Kepanikan Warga Mulai Merebak
Berita Sebelumnya
Sistem Penerimaan Murid Baru 2025-2026 di Kabupaten Pacitan Berjalan Lancar dengan Aplikasi SPMB Schoolmedia

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar