
SchoolmediaNews Jakarta == Pemerintah memberikan perhatian besar terhadap pentingnya pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan mengkampanyekan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dan memperbaiki sarana prasarana serta melakukan transformasi pembelajaran. Jenjang PAUD akan terus diperkuat karena menjadi benteng karakter di tengah perubahan struktur keluarga dan seruan kebangkitan keterlibatan Ayah dalam pola asuh anak usia dini.
Di tengah sorotan tajam terhadap fenomena yang disebut Fatherless Nationâsebuah kondisi di mana anak-anak tumbuh dengan minimnya peran atau figur ayah yang aktif, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI sekaligus Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Muâti, tampil memberikan respons yang lugas dan berbobot. Prof Muâti menegaskan bahwa krisis peran ayah ini adalah tantangan serius yang dihadapi bangsa, dan ia menawarkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai solusi strategis.
âOleh karena itu ketika kita berbicara pendidikan anak usia dini, peran ibu sangat penting. Tetapi peran ayah juga tidak kalah pentingnya. Inilah yang menjadi tantangan kita saat ini,â demikian pernyataan kunci Muâti saat berbicara di Puncak Milad IGABA ke-28 yang diadakan PD IGABA Lamongan.
IGABA merupakan Ikatan Guru Aisyiyah Bustanul Athfal, yaitu sebuah organisasi profesi untuk guru-guru Taman Kanak-Kanak (TK) Aisyiyah yang berada di bawah naungan Majelis PAUD Dasmen Pimpinan Pusat Aisyiyah. Tujuan utama IGABA adalah untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas pendidikan anak usia dini dengan fokus pada pengembangan profesionalisme guru, kurikulum berbasis nilai-nilai Islam, serta pendidikan holistik.
Krisis Kehadiran dan Makna Kiasan 'Bangsa Tanpa Ayah'
Guru Besar Pendidikan Agama Islam ini mengupas tuntas fenomena Fatherless Nation yang kini mengemuka. Menurutnya, kondisi ini tidak hanya merujuk pada ketiadaan ayah secara literal akibat faktor single parent atau perpisahan, tetapi juga secara kiasan sebuah makna yang perlu diwaspadai bersama.
âKedua, anak ini punya ayah, sang istri juga punya suami. Tetapi sang ayah dan suaminya tidak pernah mengurusi istri dan anaknya,â kata Muâti.
Pernyataan ini menyoroti ironi modern: ayah hadir secara fisik, menyediakan kebutuhan materi, tetapi absen secara emosional dan pengasuhan. Muâti menyebut, fenomena fatherless nation dalam makna yang kiasan inilah yang patut mendapat perhatian serius dari semua pihak.
Sebab, peran seorang ayah yang aktif dan suportif dalam kehidupan anak dan keluarga adalah pilar mutlak yang dibutuhkan untuk membangun bangsa yang hebat di masa depan. Ketiadaan keterlibatan ini menciptakan defisit karakter dan emosi pada generasi penerus.
Menteri Abdul Muâti menjelaskan bahwa munculnya fenomena fatherless nation tidak terjadi dalam ruang hampa. Hal ini merupakan tantangan yang muncul bersamaan dengan perkembangan ekonomi dan sosial (Ekosos) yang pesat. Perkembangan Ekosos, seperti tingginya tuntutan pekerjaan dan mobilitas, berpengaruh secara langsung kepada struktur keluarga Indonesia. Tekanan mencari nafkah kerap disalahartikan sebagai satu-satunya tugas ayah, sehingga menggeser peran ayah dari ranah pengasuhan.
Dampak dari ketiadaan figur ayah yang fungsional terbukti signifikan. Secara psikologis, peran ayah memberikan role model yang vital. Bagi anak laki-laki, ayah adalah cetak biru untuk maskulinitas yang sehat, mengajarkan tanggung jawab, kepemimpinan, dan bagaimana menghormati orang lain.
Bagi anak perempuan, ayah menetapkan standar yang sehat tentang bagaimana seharusnya seorang pria memperlakukan wanita, yang pada gilirannya akan membentuk kepercayaan diri dan pilihan hubungan yang sehat di masa depan.
Ayah, dengan karakteristik pengasuhan yang cenderung lebih mendorong eksplorasi fisik dan mengajarkan tentang batasan dan konsekuensi, menyeimbangkan pola asuh yang umumnya lebih bersifat emosional dari ibu. Kombinasi ini krusial untuk:
Meningkatkan Kecerdasan dan Kemampuan Kognitif: Keterlibatan aktif ayah, seperti bermain fisik dan membantu pemecahan masalah (PR, memperbaiki sesuatu), terbukti meningkatkan kecerdasan emosional dan kemampuan problem solving anak.
Membangun Kepercayaan Diri dan Resiliensi: Dukungan emosional yang kuat dari ayah memberikan rasa aman, menumbuhkan harga diri yang tinggi, dan membantu anak lebih tangguh dalam mengatasi stres serta tantangan hidup.
Membentuk Karakter dan Keterampilan Sosial: Anak yang memiliki ayah yang terlibat aktif cenderung memiliki kontrol perilaku yang lebih baik, kemampuan bersosialisasi yang tinggi, empati, dan sikap murah hati.
Kekosongan peran ini, jika dibiarkan, akan menghasilkan generasi yang rapuh secara emosional, rendah diri, serta kurang memiliki pegangan moral dan panduan dalam menghadapi kerasnya realitas.
Peran Keluarga dan Negara Harus Bersinergi
Secara tegas, Muâti tidak hanya memandang krisis ini dari sisi keluarga. Ia memperluas maknanya sebagai cerminan krisis keteladanan yang lebih besar.
âFatherless nation dalam konteks ini merupakan sebuah negara yang miskin teladan, atau miskin contoh yang baik dari pemimpin negaranya.â
Pernyataan ini adalah seruan ganda. Pertama, kepada setiap ayah untuk menjalankan peran strategis mereka sebagai penuntun dan pelindung di rumah. Kedua, kepada para pemimpin bangsa untuk menunjukkan integritas dan moralitas yang patut dicontoh.
Sinergi antara keteladanan di tingkat domestik dan publik adalah kunci untuk membalikkan fenomena ini. Tanpa keteladanan dari kedua ranah, upaya mendidik generasi unggul akan menjadi sulit.
PAUD Sebagai Penebus Masa Emas
Di tengah perubahan struktur keluarga dan ancaman Fatherless Nation, Mendikdasmen Muâti menempatkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai solusi konkret. Ia menyebut, pendidikan anak sejak usia dini menjadi sebuah keniscayaan.
âDi tengah perubahan struktur keluarga dan fenomena fatherless nation, pendidikan anak sejak usia dini menurutnya menjadi sebuah keniscayaan. Maka pemerintah berkomitmen untuk mendukung PAUD untuk tetap berdiri dan berkembang.â
PAUD, bagi Muâti, bukan sekadar tempat penitipan anak atau wadah untuk belajar membaca dan berhitung kaku, tetapi merupakan benteng golden age anak. Masa 0-7 tahun adalah periode krusial di mana 75% perkembangan otak terjadi. PAUD hadir untuk memastikan bahwa anak-anak, terlepas dari kondisi pengasuhan di rumah, tetap mendapatkan stimulasi yang holistikâbaik motorik, kognitif, maupun sosial-emosional.
Di PAUD, melalui metode bermain sambil belajar, guru-guru terlatih berfungsi sebagai fasilitator yang menjamin anak-anak memperoleh nilai-nilai moral, keterampilan sosialisasi, dan fondasi karakter yang kuat.
Komitmen pemerintah untuk memperkuat PAUD menunjukkan kesadaran bahwa solusi atas masalah sosial dan karakter bangsa harus dimulai dari akarnya. Situasi ini, kata Muâti, bukan hanya fenomena perkotaan, tapi juga melanda perdesaan, sehingga PAUD harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Seruan Kebangkitan Ayah: Menuju Father-Involved Nation
Mengakhiri sorotannya, Muâti secara implisit menyerukan sebuah gerakan positif: dari Fatherless Nation menuju Father-Involved Nation. Ini adalah panggilan bagi setiap ayah di Indonesia untuk kembali hadir seutuhnyaâtidak hanya sebagai penyedia, tetapi sebagai investor emosional dan spiritual bagi anak-anaknya.
Ayah dapat memulai langkah sederhana: menyisihkan waktu berkualitas alih-alih hanya mengandalkan kuantitas. Keterlibatan dalam kegiatan harian, mendengarkan cerita anak, atau sekadar bermain kejar-kejaran, adalah cara ampuh untuk membangun ikatan emosi yang positif.
Dengan menguatkan peran ayah di rumah dan mendukung PAUD sebagai fondasi karakter di ranah publik, Indonesia dapat mengatasi tantangan Fatherless Nation. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan kesadaran kolektif orang tuaâterutama para ayahâadalah kunci untuk mencetak generasi yang mandiri, berkarakter, dan siap memimpin masa depan bangsa dengan integritas dan keteladanan.
âOptimisme ini didasarkan pada keyakinan bahwa kekuatan Indonesia terletak pada keutuhan keluarga yang didukung oleh sistem pendidikan yang kuat,â tutup pak Menteri.
Penyunting Eko Harsono
Sumber : Suara Muhammadiyah dan.Siaran Pers PP Aisyiyah
Tinggalkan Komentar