Schoolmedia News == Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan pentingnya transformasi digital dan pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) dalam tata kelola pemerintahan.
Menurutnya, transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan bagi birokrasi modern agar dapat bekerja lebih efisien, efektif, dan produktif.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan "Pembelajaran Kepemimpinan Digital Berbasis Kecerdasan Artifisial: Menuju Kemenko PMK sebagai Smart Ministry", yang berlangsung di Ruang Rapat Lantai 14, Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Rabu (15/10/2025).
"Kita tidak bisa lagi menunda. Tantangannya bukan pada perlu atau tidaknya mengadopsi teknologi, melainkan bagaimana kita mengadopsinya dengan cepat, efektif, efisien, dan produktif," ujar Menko PMK Pratikno.
Menko PMK menuturkan, birokrasi harus bergerak cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Transformasi digital, katanya, bukan sekadar modernisasi sistem, tetapi perubahan cara berpikir dan bekerja di seluruh level pimpinan.
Sebagai analogi, Pratikno menggambarkan peran Kecerdasan Artifisial (KA) layaknya pesawat terbang: memiliki risiko, tetapi menjadi salah satu cara untuk mencapai tujuan dengan jauh lebih cepat dan efisien.Â
Jadi yang perlu dipastikan adalah cara mengelola dan memitigasi risikonya. Itulah arti penting penggunaan KA yang bijak sekaligus cerdas: "Bijak dan Cerdas Ber-AI".Â
"AI itu seperti pesawat. Memang ada risikonya, tapi terkadang kita tidak punya pilihan lain selain menggunakannya. Kalau mau jalan kaki, belum sampai tujuan sudah pensiun," ujarnya.
Menko PMK mencontohkan pemanfaatan AI dalam isu stunting dan tuberkulosis (TBC) yang melibatkan lebih dari 20 Kementerian/Lembaga. Diperlukan sistem navigasi cerdas agar kebijakan lintas sektor dapat dijalankan secara presisi.
"Kita butuh alat navigasi yang mampu mensinergikan lintas sektor, agar setiap isu seperti stunting atau TBC bisa ditangani dengan presisi dari perencanaan, anggaran, sampai intervensi lapangan," tegasnya.
Lebih lanjut, Pratikno menekankan bahwa transformasi digital harus dimulai dari perubahan pola pikir di kalangan pimpinan birokrasi. Ia mengajak seluruh pejabat untuk membuka diri terhadap pengetahuan baru dan berani meninggalkan cara kerja lama yang sudah tidak relevan.
"Bagian dari digital leadership adalah keberanian menuangkan gelas lama yang sudah penuh dengan pengalaman masa lalu, kasih ruang agar bisa diisi hal-hal baru. Kalau gelasnya sudah penuh, tidak bisa diisi lagi," pesan Pratikno.
Ia juga mendorong para pejabat senior untuk bertransformasi dari cara berpikir analog menjadi pembelajar digital, serta memberi ruang kepada generasi muda birokrasi yang lebih akrab dengan teknologi untuk berinovasi.
"Pengalaman adalah pembelajaran untuk menyesuaikan dengan perubahan. Seringkali masa kerja itu berbanding terbalik dengan pengalaman. Pengalaman sejati adalah kemampuan untuk terus berinovasi dan melihat peluang baru," ujarnya.
Kegiatan pembelajaran kepemimpinan digital ini dilaksanakan bekerja sama dengan Binar Academy dan Microsoft Indonesia. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Bulan Inovasi Berbasis Kecerdasan Artifisial: Menuju Kemenko PMK sebagai Smart Ministry. Sebelumnya, Kemenko PMK telah mengadakan webinar pelatihan AI bagi seluruh pegawai, serta pelatihan lanjutan bagi para AI Champion di setiap unit kerja bersama para pengembang teknologi. Dalam rangkaian kegiatan ini Kemenko PMK membuka ruang kolaborasi dengan para pengembang teknologi baik nasional maupun global.Â
Kegiatan kali ini diikuti oleh para pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kemenko PMK untuk mendalami penerapan teknologi KA dalam mendukung fungsi sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian lintas sektor dalam perumusan kebijakan publik.
Dalam sesi pembelajaran, Co-Founder & Chief Business Development Officer Binar Academy, Dita Aisyah memaparkan pentingnya digital leadership mindset bagi para pimpinan agar mampu memanfaatkan KA untuk inovasi di sektor publik.
Sementara itu, Presiden Direktur Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir menegaskan bahwa KA tidak seharusnya ditakuti oleh pengambil kebijakan, melainkan dimanfaatkan untuk memperkuat kualitas sumber daya manusia dan kebudayaan. Pemerintah dapat menjadi teladan dalam pemanfaatan KA yang bertanggung jawab dan berdampak positif.
Menko PMK menutup arahannya dengan ajakan agar seluruh jajaran menjadikan Kemenko PMK sebagai _Smart Ministry_ yang mampu memanfaatkan teknologi untuk mendukung kebijakan presisi dan menciptakan keseimbangan kerja atau _work life balance.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar