Cari

Jelang Putusan Praperadilan Kasus Chromebook Nadiem Makarim Senin 20 Oktober 2025


Schoolmedia News Jakarta == Ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (10/10/2025), terasa lebih tegang dari biasanya. Di deretan kursi pengunjung, sejumlah awak media menanti setiap kata dari pengacara flamboyan Hotman Paris Hutapea yang siang itu membacakan kesimpulan tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim.

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) itu sedang berjuang mempertahankan nama baiknya lewat praperadilan yang menyoal sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook.

Hotman tampil percaya diri. Dengan jas abu-abu khasnya, ia berbicara lantang, menegaskan bahwa tidak ada satu pun bukti valid yang menunjukkan adanya kerugian negara dalam proyek pengadaan laptop tersebut.

“Hasil audit menunjukkan harga normal, tidak ada mark up, tepat sasaran, dan tepat tujuan,” ujar Hotman di hadapan hakim tunggal.

Menurutnya, hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selama tiga tahun membuktikan bahwa proyek Chromebook berjalan sesuai aturan. “Artinya, hingga hari ini tidak ada unsur kerugian negara menurut BPKP, lembaga sah yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Kasus Chromebook sendiri sempat menjadi perbincangan publik sejak pertengahan tahun. Proyek yang awalnya dimaksudkan untuk mempercepat digitalisasi sekolah justru dituding sarat penyimpangan. Namun, bagi tim kuasa hukum Nadiem, tudingan itu lebih banyak dibangun oleh opini daripada fakta hukum.

“Dari seluruh isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tidak ada satu pun pertanyaan tentang kerugian negara. Yang ditanya hanyalah hal-hal umum,” kata Hotman. Ia menilai, penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak memiliki dasar kuat.

Bagi Hotman, langkah Kejagung menjerat Nadiem terlalu terburu-buru. “Jika tidak ada kerugian negara, maka tidak ada unsur korupsi. Itu prinsip dasarnya. Tidak bisa hanya karena proyek besar lalu diasumsikan ada penyimpangan,” tambahnya.

Di luar ruang sidang, dukungan moral datang dari sang istri, Franka Franklin. Dengan suara tenang namun penuh keyakinan, Franka mengaku terus mendampingi suaminya menjalani proses hukum ini.

“Hari ini adalah kesempatan pihak Pemohon dan Termohon untuk memberikan bukti tambahan, dan sudah selesai. Maka besok kita mendapatkan kesempatan untuk memberikan kesimpulan sebelum hari Senin,” ujarnya.

Franka menuturkan, sebagian besar tim pengacara tengah fokus menyiapkan dokumen kesimpulan yang akan diserahkan esok hari. “Jadi mungkin hari ini banyak persiapan untuk itu,” katanya. Hanya beberapa anggota tim yang hadir dalam sidang penyerahan bukti tambahan, sementara sisanya bekerja di balik layar menyiapkan argumen terakhir sebelum hakim mengetuk palu.

Sidang Menuju Titik Penentuan 

Praperadilan ini menjadi titik krusial dalam perjalanan hukum Nadiem Makarim. Jika hakim memutuskan penetapan tersangka tidak sah, maka status hukum Nadiem otomatis gugur. Namun jika sebaliknya, Kejagung dapat melanjutkan penyidikan ke tahap berikutnya.

Beberapa pengamat hukum menilai perkara ini akan menjadi ujian transparansi bagi lembaga penegak hukum sekaligus cerminan bagaimana hukum menilai kasus pengadaan berbasis teknologi. Sebab, proyek Chromebook bukan sekadar belanja alat, tetapi bagian dari strategi transformasi digital pendidikan nasional yang dicanangkan sejak masa pandemi.

“Kasus ini harus dilihat secara utuh. Jangan sampai inovasi pendidikan digital yang membawa manfaat besar bagi sekolah justru dipatahkan oleh proses hukum yang tidak proporsional,” ujar salah satu akademisi hukum dari Universitas Indonesia yang mengikuti jalannya sidang.

Bagi Nadiem, kasus ini bukan hanya soal status hukum, tetapi juga soal warisan kebijakan. Sebagai arsitek Merdeka Belajar, ia dikenal membawa semangat pembaruan dalam sistem pendidikan Indonesia. Namun tudingan korupsi Chromebook mencoreng citra tersebut, membuat banyak pihak mempertanyakan integritas program digitalisasi pendidikan yang pernah ia bangun.

Di kalangan pendidik, sebagian besar masih menilai kebijakan itu membawa dampak positif. “Laptop Chromebook membantu kami mempercepat pembelajaran digital di sekolah. Murid-murid terbiasa dengan aplikasi belajar daring, dan itu sangat membantu,” kata Siti Rahma, guru SD di Depok, yang turut mengikuti perkembangan kasus ini melalui media.

Namun di sisi lain, kasus ini juga mengingatkan publik akan pentingnya tata kelola proyek pendidikan yang transparan. Pemerintah, menurut sejumlah pengamat, perlu memastikan bahwa setiap proyek besar di sektor pendidikan tidak hanya berorientasi pada inovasi, tetapi juga akuntabilitas.

Senin mendatang, hakim tunggal akan membacakan putusan praperadilan yang akan menentukan arah kasus ini. Di antara sorotan publik dan tekanan opini, semua mata kini tertuju pada ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Apapun hasilnya, sidang ini akan menjadi catatan penting dalam perjalanan hukum dan tata kelola proyek digital pendidikan di Indonesia.

Hotman Paris menyudahi pernyataannya dengan satu kalimat singkat yang menggema di ruang sidang:
“Yang benar harus dilindungi hukum. Jangan biarkan keadilan dikalahkan oleh persepsi.”

Kini, Nadiem Makarim tinggal menunggu waktu — antara pembebasan dari jeratan hukum atau langkah panjang menuju babak baru penyelidikan. Senin akan menjadi hari penentu.

Tim Schoolmedia

Artikel Sebelumnya
Indonesia Peringkat ke-3 Dunia Kasus Eksploitasi Seksual Anak Terjadi 1.450.403 Kasus

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar