Direktur PAUD Nia Nurhasanah: ââ¬ÅAnak Usia Dini Harus Mendapat 'Perisai Digital' dan Pendampingan di Era Teknologiââ¬Â
Schoolmedia Jakarta - Di tengah masifnya program Digitalisasi Pembelajaran yang akan menyentuh 64.191 satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia melalui penyaluran perangkat Interactive Flat Panel (IFP), Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Dr. Nia Nurhasanah M.Pd, mengingatkan agar ekosistem pendidikan anak usia dini untuk memperhatikan ââ¬ÅEtika, Keamanan Digital, dan Pendampingan Anak di Era Teknologi.ââ¬Â
Dikatakan teknologi membawa inovasi, namun juga ancaman nyata. Digitalisasi tidak akan berhasil tanpa adanya etika digital, keamanan digital serta pendampingan orangtua di era digital teknologi yang akan menjadi fasei fondasi untuk anak dimasa depan.
Dr. Nia menyatakan bahwa program digitalisasi pembelajaran adalah amanah dari Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2025 yang bertujuan memperkecil kesenjangan mutu dan meningkatkan literasi-numerasi. Namun, ia menekankan bahwa kehadiran perangkat canggih seperti IFP saja tidaklah cukup.
 "Kehadiran perangkat IFP saja tentunya tidak cukup. Agar benar-benar berdampak, diperlukan pendidik dan tenaga kependidikan yang mampu mengintegrasikan teknologi ini ke dalam pembelajaran, menggunakan IFP sebagai pemantik namun tentu tidak menggantikan peran pendidik," ujar Dr. Nia ketika membuka Webinar Seri Etika, Keamanan Digital, dan Pendampingan Anak di Era Teknologi yang disiarkan melalui YouTube PAUDPEDIA di Jakarta, Jumat.
 'Perisai Digital' Harus Dibangun
Isu krusial yang diangkat Dr. Nia adalah tantangan di balik kemajuan teknologi. Menurutnya, ancaman seperti perundungan siber (cyberbullying), penyebaran berita palsu (hoax), hingga pencurian data pribadi adalah risiko nyata yang mengintai anak-anak.
Pendidik dan orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk membangun "perisai digital" bagi anak-anak. Etika digital, lanjutnya, harus menjadi fondas mengajarkan anak-anak tentang penghargaan hak cipta, menghindari plagiarisme, dan berkomunikasi dengan santun di dunia maya.
Dr. Nia menegaskan bahwa digitalisasi pembelajaran tidak akan efektif tanpa peran aktif pendampingan. Pendampingan ini berarti orang dewasa tidak boleh membiarkan anak-anak menjelajahi ruang digital sendirian.
"Kita harus menjadi 'partner' mereka, membimbing, dan berdiskusi secara terbuka tentang apa yang mereka temukan di internet," tegasnya.
Menurut Direktur PAUD ini, orang tua dan pendidik harus membangun hubungan yang erat agar anak merasa nyaman berbagi pengalaman digital, baik yang positif maupun negatif. Tujuannya adalah membantu anak mengembangkan kemampuan literasi digital yang kuat.
Di akhir sambutannya, Dr. Nia mengajak seluruh peserta untuk berkomitmen menciptakan ekosistem digital yang aman dan etis. Ia menyerukan kolaborasi erat antara sekolah, orang tua, pemerintah, dan komunitas untuk menjadikan teknologi sebagai alat yang memberdayakan ekosistem pendidikan anak usia dini.
Tiga Pilar Penting IFP
Dalam paparannya pakar pendidikan anak usia dini dari Universitas Pendidikan Indonesia, Dr Rudyanto M.Pd mengatakan penggunaan perangkat Interactive Flat Panel (IFP) di satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan langkah maju dalam program Digitalisasi Pembelajaran.
ââ¬ÅNamun, suksesnya program ini tidak ditentukan oleh canggihnya alat semata. Ada tiga poin krusial yang harus menjadi perhatian utama bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pendidik, orang tua, hingga pemerintah,ââ¬Â ujarnya.
1. Digitalisasi Harus Berfondasi Etika dan Keamanan
IFP adalah pintu gerbang menuju dunia digital yang luas. Oleh karena itu, kehadiran perangkat keras tidaklah cukup. Program digitalisasi wajib didukung dengan penguatan etika dan keamanan digital. Anak-anak harus dibekali pemahaman dasar tentang cara berinteraksi secara santun dan bertanggung jawab di ruang digital. Tanpa fondasi ini, teknologi canggih justru bisa menjadi celah bagi masuknya konten negatif dan interaksi yang merugikan. Penggunaan IFP harus disertai dengan kurikulum yang terintegrasi, mengajarkan nilai-nilai digital sebelum sekadar mengejar kemampuan teknis.
2. Pendidik Tak Tergantikan, Teknologi Pemantik
Penting untuk diingat bahwa teknologi, termasuk IFP, hanyalah pemantik dan alat bantu dalam proses belajar mengajar. Ia tidak diciptakan untuk menggantikan peran esensial seorang guru PAUD. Peran pendidik dalam memfasilitasi interaksi, menstimulasi kreativitas, dan membangun karakter anak tetaplah vital dan tak tergantikan. Pendidik harus mampu mengintegrasikan IFP ke dalam pembelajaran secara bijak, memanfaatkannya untuk memperkaya materi, bukan menjadikannya satu-satunya sumber belajar. Interaksi tatap muka yang hangat dan bimbingan emosional dari guru adalah elemen kunci yang tidak bisa digantikan oleh layar digital mana pun.
3. Bangun 'Perisai Digital' untuk Anak
Dunia digital penuh dengan ancaman, mulai dari perundungan siber (cyberbullying), paparan berita palsu (hoax), hingga risiko pencurian data pribadi. Oleh karena itu, pendidik dan orang tua memiliki tanggung jawab kolektif untuk membangun 'Perisai Digital' bagi anak-anak. Ini berarti adanya pengawasan aktif, komunikasi terbuka tentang pengalaman online anak, serta penerapan batasan yang konsisten.
Anak-anak perlu diajarkan cara mengidentifikasi risiko dan tahu kepada siapa mereka harus melapor jika menemukan hal yang tidak nyaman. IFP harus digunakan dalam lingkungan yang terawasi ketat, memastikan bahwa teknologi menjadi sarana pemberdayaan, bukan sumber bahaya.
Digitalisasi Harus Berfondasi Etika & Keamanan: Perangkat IFP tidak cukup; diperlukan penguatan etika dan perlindungan dari ancaman siber. Pendidik Tak Tergantikan: Teknologi hanya pemantik; peran pendidik dalam mengintegrasikan teknologi ke pembelajaran tetap vital.
Bangun 'Perisai Digital' Pendidik dan orang tua bertanggung jawab melindungi anak dari cyberbullying, hoax, dan pencurian data.  Jadilah 'Partner': Anak tidak boleh dibiarkan sendiri; pendampingan proaktif adalah kunci literasi digital yang kuat.
  Eko HarsonoÂ
Tinggalkan Komentar