Cari

KPPA Sebut Perkawinan Anak Hambat Indeks Pembangunan Manusia

Foto: Pixabay


Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan menghambat capaian Indeks Pembangunan Manusia.

"Perkawinan anak tidak hanya berpengaruh pada capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDG's tetapi juga berpengaruh untuk mewujudkan sasaran Indonesia Layak Anak 2030," kata Lenny dalam Seminar Nasional "Menindaklanjuti Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi Untuk Merevisi Undang-Undang Perkawinan" di Jakarta, Rabu (6/3) sebagaimana siaran pers, Kamis, 7 Maret 2019.

Lenny mengatakan perkawinan anak dapat menghambat wajib belajar 12 tahun. Selain itu, juga dapat menyebabkan gizi buruk pada anak yang dilahirkan dari seorang anak yang rahimnya masih rentan, serta memunculkan pekerja anak dan upah rendah.

 

Baca juga KPAI: Negara Belum Mampu Menghentikan Pernikahan Usia Anak

 

Itu berarti perkawinan anak sangat besar berpeluang melanggar hak-hak anak, yaitu hak atas pendidikan dan hak atas kesehatan, serta ikut menyumbang angka kematian ibu.

"Negara perlu hadir dalam merumuskan langkah-langkah konkret untuk menjamin pemenuhan hak anak untuk menghapus praktik perkawinan anak," kata Lenny.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan prevalensi perkawinan anak menunjukkan satu dari empat atau 23 persen perempuan menikah pada usia anak. Sekitar 340 ribu anak perempuan di bawah usia 18 tahun menikah setiap tahun. Pada 2017, persentase perkawinan anak sudah mencapai 25,17 persen.

"Bila dilihat sebaran wilayah, terdapat 23 provinsi yang memiliki angka perkawinan anak di atas angka nasional," kata Lenny.

Mahkamah Konstitusi telah memutuskan batas usia perkawinan untuk perempuan harus dinaikkan dari sebelumnya paling muda 16 tahun sebagaimana diatur pada Ayat (1) Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Putusan tersebut mengamanatkan pemerintah bersama DPR selaku pembentuk undang-undang untuk melaksanakan putusan tersebut dalam waktu tiga tahun. 

 

Baca jugaKPPPA: Anak Terpapar Eksploitasi Seksual Secara Daring

 

Berdasarkan data yang dihimpun news.schoolmedia.id, Unicef pernah merilis State of The World's Children tahun 2016. Dari data tersebut dipaparkan bahwa perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia. Sementara, data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2015 menunjukkan perkawinan anak usia 10-15 tahun sebesar 11 persen. Sedangkan perkawinan anak usia 16-18 tahun sebesar 32 persen. 

Tahun lalu, sepasang remaja yakni Syamsuddin (15) siswa SMP Bantaeng dan Fitra Ayu (14) resmi menikah dan menjadi suami istri di hadapan penghulu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, Senin (23/4). Di akhir tahun 2018, KPPPA juga pernah mengumumkan bahwa tingginya angka perkawinan anak masih menjadi masalah di Indonesia. Data terkahir menunjukan Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan angka tertinggi terkait perkawinan anak.

Lipsus Selanjutnya
Dinkes Aceh Jaya: Kasus Kekerdilan Anak Masih Tinggi
Lipsus Sebelumnya
Umat Hindu Kalbar Diminta Maknai Nyepi dengan Bawa Damai

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar