
Spontanitas Terbaik! Siswa SD-SMA Buat Pak Mendikdasmen dan Ibu Menteri PPPA Tertawa Lepas di Panggung Bootcamp Anak Indonesia Hebat
Schoolmedia Jakarta â Aula Balai Agung Betawi di Hotel Santika Premiere Slipi, Jakarta, menjadi saksi keseruan giat Bootcamp Anak Indonesia Hebat dan Semiloka Pengasuhan Anak Sejak Dini, Senin (15/12) yang membuat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof Dr Abdul Muâti dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan, Arifah Fauzi.
Panggung semiloka yang sejatinya untuk kegiatan akademis berubah menjadi panggung komedi spontan yang menampilkan bintang-bintang cilik: Pak Menteri, Denas dan Fariz dari SDN 05 Lubang Buaya, dan seorang pelajar SMA Wildani. Sebuah momen hangat yang membuktikan bahwa pendidikan karakter paling efektif disampaikan melalui tawa, interaksi, dan apresiasi tulus.
Ketika Sang Profesor Cilik Maju
Keseruan dimulai saat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), di sela-sela sambutannya dalam Bootcamp Anak Indonesia Hebat, melakukan interaksi ringan dengan peserta. Matanya tertuju pada barisan anak-anak SD.
Ia memanggil seorang anak laki-laki dengan kemeja rapi: Radit, siswa dari SDN 05 Lubang Buaya Jakarta Timur. Dengan lugas Radit yang masih kelas 4 SD bercerita tentang kesukaannya pada pelajaran IPA dan ingin kuliah di UNAIR mengambil jurusan Informatika dan Teknologi.
Lepas berinteraksi dengan Radit. Pak menteri meminta siapa yang bisa membuat pantun bertema buah-buahan. Tidak menunggu lama seorang bocah Denas maju ke mimbar, ditemani gemuruh tepuk tangan.
âSiapa namanya. Dari sekolah mana?â Anak itu menjawab dengan semangat.
"Denas, Pak Menteri mau tahu, coba bikin pantun spontan tentang buah-buahan!" tantang Pak Menteri dengan senyum.
Denas, dengan kepercayaan diri khas anak-anak, langsung meluncurkan dua baris pembuka:
âBeli buah ke pasarâ¦â
âTidak lupa menemui Radit.â
Di sinilah keseruan dimulai. Setelah menyebut nama Radit, Denas terdiam. Matanya menatap ke atas, mencari diksi rima yang pas untuk melanjutkan bait tersebut.
Radit yang dimaksud Denas adalah teman sekelasnyaâseorang anak yang berani maju ke depan karena bercita-cita menjadi Profesor dan Dosen, persis seperti gelar akademis yang melekat pada Pak Menteri. Denas, si pembuat pantun, kini terjebak di tengah panggung.
Kolaborasi Dua Generasi, Satu Tawa
Melihat Denas kesulitan, Pak Menteri segera mengambil alih mikrofon. "Siapa temannya Denas yang bisa bantu? Kita bikin pantun kolaborasi!" serunya.
Seorang siswa maju dengan semangat 45, namun sayang, rima yang ia tawarkan masih belum pas. Suasana semakin riuh. Tiba-tiba, dari barisan belakang, seorang siswa SMA bernama Waldan maju ke depan, siap menjadi hero di panggung.
Waldan, dengan tenang, mengambil alih panggung dan melengkapi pantun Denas dengan rima yang jenaka dan relevan:
âBeli Buah ke Pasar, jangan lupa bertemu Radit,â
âRajinlah kita belajar, kalau besar dapat duit.â
Boom! Pantun kolaborasi siswa SD dan SMA ini langsung meledak. Suasana tegang seketika berubah menjadi gelak tawa yang pecah, memenuhi ballroom. Pak Menteri pun tak kuasa menahan senyum dan tepuk tangan meriah.
Waldan berhasil mengubah tantangan Denas menjadi pesan motivasi yang kocak dan mudah dicerna, merangkum esensi pendidikan: belajar keras berujung pada kemakmuran.
Dompet Pak Menteri yang "Tidak Cukup"
Tawa yang belum usai itu disambung dengan adegan yang tak kalah mengharukan. Terinspirasi oleh kecerdasan spontan ketiga anak itu, Pak Menteri kontan membuka dompetnya. Ia ingin memberikan apresiasi langsung atas keberanian dan kreativitas Denas, Radit (yang disebut dalam pantun), dan Waldan.
Namun, di tengah mata puluhan pasang mata yang menyaksikan, Pak Menteri tertawa kecil saat menyadari isi dompetnya ternyata tidak cukup untuk memberikan hadiah yang layak kepada tiga pahlawan panggungnya.
Ajudan di belakang panggung, yang sudah paham betul watak dermawan Pak Menteri, bergerak cepat. Sebelum Pak Menteri sempat berucap, sang ajudan dengan sigap menyodorkan uang tunai kepada beliau.
Tanpa sungkan, Pak Menteri menerima uang tersebut dan membagikannya kepada Denas, Radit, dan Waldan.
Momen kecil nan otentik ini menjadi penutup manis dalam interaksi tersebut. Lebih dari sekadar uang tunai, hadiah spontan ini adalah simbol penghargaan atas keberanian, kreativitas, dan semangat kolaborasi antar jenjang pendidikan.
Keseruan di atas panggung Semiloka ini menegaskan satu hal: pendidikan karakter sejati lahir dari interaksi yang tulus, apresiasi, dan tawa yang jujur.
Peliput : Eko Widodo, Kharisma, Azriel Aufa
Penyunting: EB Harsono
Tinggalkan Komentar