Cari

Air Bah Kuning Menyapu 24 TK Pembina dan 227 Satuan PAUD di Aceh Tamiang, Kisah Terendamnya Papan Interaktif Digital Disaat Siswa PAUD Jatuh Cinta


Air Bah Kuning Menyapu 24 TK Pembina dan 227 Satuan PAUD di Aceh Tamiang, Kisah Terendamnya Papan Interaktif Digital Disaat Siswa PAUD Jatuh Cinta 

Schoolmedia News Aceh Tamiang = Desember kelabu menyelimuti Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Banjir bandang bak air bah yang datang bertubi-tubi pada akhir tahun 2025 meninggalkan jejak kehancuran dan dukacita yang tak terperikan, terutama pada sektor pendidikan anak usia dini. 

Setidaknya 24 Taman Kanak-Kanak (TK) Negeri Pembina, yang tersebar di 12 kecamatan di Tamiang, tenggelam dalam lautan "Bah Kuning"—sebutan warga untuk air bercampur lumpur tebal yang merenggut segalanya. Dan 227 Satuan PAUD juga mengalami nasib serupa.

Kerugian paling menyakitkan, selain hilangnya gedung dan alat peraga, adalah lenyapnya bantuan teknologi mutakhir: Papan Interaktif Digital (Interactive Flat Panel/IFP). Alat mahal yang diharapkan menjadi gerbang revolusi pembelajaran modern bagi anak-anak usia emas di ujung barat Indonesia itu, kini tinggal kotak hitam besar penuh lumpur dan penuh goresan, bahkan bagi sebagian sekolah, telah lenyap tak berbekas.

Bencana ini tidak hanya menghancurkan bangunan, tetapi juga memutus mimpi para guru dan murid untuk segera menikmati fasilitas yang setara dengan kota besar. “Ibarat sedang jatuh cinta baru tiga minggu ketemu dan penuh kerinduan. Kami guru dan murid diputuskan oleh alam. Padahal anak-anak sedang sayang-sayangnya dengan televisi ajaib itu,” ujar Kepala Sekolah TK Negeri Desa Sukarame, Aceh Tamiang Sumarni kepada PAUDPEDIA usai mendapat bantuan 15 juta dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti di Posko Besar Kantor Bupati Aceh Tamiang.

IFP Baru Tiga Minggu Terpakai

Norma, S.Pd., Kepala Sekolah TK Negeri Pembina 2 Karang Baru, tak kuasa menahan air mata saat menceritakan bagaimana IFP di sekolahnya menjadi korban. Sekolahnya termasuk yang beruntung, karena sempat menggunakan alat bantu ajar canggih tersebut selama kurang lebih tiga minggu.

“Anak-anak sangat senang. Mereka lebih fokus dan interaktif saat belajar mengenal warna dan huruf lewat layar sentuh itu. Kami merasa pendidikan di sini sudah mulai maju,” kenang Norma.

Namun, kebahagiaan itu singkat. Ketika air bah dari luapan Sungai Tamiang masuk, tidak ada waktu untuk menyelamatkan IFP yang terpasang permanen di dinding. 

“Kami berusaha menyelamatkan buku dan arsip penting. Tapi Papan Interaktif itu? Ia terlalu besar, dan airnya begitu cepat. Begitu kami kembali pasca air surut, ia sudah terendam lumpur tebal. Rusak total, tidak bisa diselamatkan,” ujar Norma lirih kepada PAUDPEDIA.

Kerusakan ini menimbulkan pertanyaan mendalam. Bagaimana memastikan investasi teknologi bernilai miliaran rupiah ini bisa bertahan di daerah rawan bencana?

Lenyap Sebelum Tersentuh

Ironi yang lebih perih dialami oleh TK Negeri 3 Rantau Desa Suka Rame. Kepala Sekolah, Munirah, S.Pd., mengungkapkan bahwa IFP bantuan itu bahkan belum sempat digunakan satu hari pun.

“Alat itu baru saja dikirimkan. Kami masih menunggu petugas teknisi dari penyedia untuk datang dan melakukan instalasi akhir serta pelatihan penggunaan. Kami jaga betul barang itu, masih terbungkus plastik dan karton di ruang kepala sekolah,” jelas Munirah.

Ia tak menyangka, justru bungkus pelindung itu menjadi saksi bisu lenyapnya aset berharga tersebut. Ketika banjir mencapai ketinggian di atas pinggang orang dewasa di dalam kelas, IFP itu tersapu entah ke mana.

“Rasanya seperti kehilangan sesuatu yang belum sempat kami miliki. Bagaimana kami mempertanggungjawabkan aset negara yang hilang sebelum sempat berbakti? Kehilangan ini bukan hanya soal uang 80-100 juta, tapi tentang hilangnya kesempatan bagi murid-murid kami untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik,” tambahnya, mencerminkan keputusasaan kolektif para pendidik.

Kehancuran serupa juga melanda TK Negeri 2 Manyak Payed yang dipimpin oleh Supiani, S.Pd., dan sekolah swasta seperti TK ABA Sriwijaya, yang dipimpin Komariah Nur, S.Pd. Komariah menyatakan bahwa air bah meluluhlantakkan seluruh inventaris sekolah, dari buku hingga alat peraga, memaksa mereka harus memulai proses belajar dari tenda darurat, jika tersedia.

“Kami ini swasta. Kami bertahan dari iuran dan bantuan sederhana. Kehilangan ini sangat berat. Kami berharap pemerintah tidak hanya fokus pada sekolah negeri, tetapi juga pada kami, agar semua anak di Tamiang bisa kembali sekolah,” pinta Komariah.

Kehadiran Negara di Tengah Puing

Dua pekan pasca bencana, kehadiran negara akhirnya terasa nyata. Dalam upaya meringankan beban satuan pendidikan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, menempuh perjalanan darat selama kurang lebih tiga jam dari Kabupaten Langkat untuk menyalurkan bantuan langsung ke Aceh Tamiang. 

Kunjungan ini, yang didokumentasikan dalam siaran pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah pada 10 Desember (2025), adalah penanda komitmen pemulihan pendidikan.

Setibanya di lokasi, Menteri Mu'ti berdialog langsung dengan para kepala sekolah dari berbagai jenjang, menyemangati mereka untuk tegar menghadapi masa pemulihan.

"Hari ini Kemendikdasmen hadir di Kabupaten Aceh Tamiang memberikan bantuan moril dan mutu pendidikan untuk semua jenjang sekolah," ungkap Mendikdasmen Abdul Mu'ti.


Bantuan yang disalurkan berupa dana peningkatan mutu pendidikan: Rp 10 juta untuk jenjang TK, Rp 15 juta untuk SD, Rp 20 juta untuk SMP, dan Rp 25 juta untuk SMA/SMK. Meskipun nilai ini tidak sebanding dengan kerugian IFP yang mencapai ratusan juta rupiah, bantuan ini setidaknya menjadi modal awal bagi sekolah untuk membeli kebutuhan operasional mendesak.

Keringanan Ujian dan Harapan Relokasi

Selain bantuan finansial, Mu'ti juga mengeluarkan kebijakan khusus yang meringankan beban psikologis guru dan murid. Mengingat kondisi Aceh Tamiang yang belum memungkinkan sekolah melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS), Kemendikdasmen.

“Kami mendorong kepada para guru untuk memberikan penilaian berdasarkan nilai-nilai harian dari para murid. Yang terpenting anak-anak tetap semangat dan memiliki motivasi tinggi untuk belajar," papar Mu'ti.

Bantuan ini disambut haru oleh para penerima, termasuk Kepala SMP Negeri 1 Kualasimpang, Abdul Jalil, yang fasilitas kelas dan laboratoriumnya hanyut terbawa arus. 

"Akhirnya Kemendikdasmen hadir membersamai kami di Aceh Tamiang. Terima kasih untuk semua bantuan yang diberikan, sungguh sangat berguna untuk kami kembali menata ulang sekolah," ucap Jalil dengan berlinang air mata.

Namun, tantangan terbesar masih menanti. Kepala SD Negeri Babo, Ahmad, menuturkan bahwa sekolahnya hancur total dan berharap dapat direlokasi, mengingat lokasi sekolah yang rawan banjir. 

"Saat ini kami bersama para guru sangat membutuhkan bantuan tenda darurat untuk menyelenggarakan proses pembelajaran," harap Ahmad.

Kisah 24 TK Negeri Pembina dan hilangnya IFP di Aceh Tamiang adalah narasi tentang kerapuhan harapan di hadapan kekuatan alam. Respons cepat pemerintah pusat melalui Kemendikdasmen patut diapresiasi, namun pemulihan sejati membutuhkan rencana jangka panjang, termasuk pembangunan sekolah yang tahan bencana dan kebijakan mitigasi yang memastikan investasi teknologi pendidikan tidak sia-sia di masa depan. 

Pendidikan, terutama di tingkat usia dini, harus tetap menjadi prioritas utama agar generasi penerus bangsa tidak kehilangan masa depan mereka yang berharga di tengah trauma dan tumpukan lumpur.

Peliput : Eko B Harsono 


Lipsus Selanjutnya
Proses Pembelajaran di Wilayah Terdampak Bencana Diatur Fleksibel Sesuai Kondisi Lokal
Lipsus Sebelumnya
BERKAS PERKARA KORUPSI LAPTOP CHROMEBOOK NADIEM MAKARIM DKK RESMI DILIMPAHKAN KE PENGADILAN TIPKOR

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar