Cari

Papan Interaktif Digital, Sahabat Baru Anak Berkebutuhan Khusus



Schoolmedia News Jakarta == Di sebuah ruang kelas di SLB B-C Alfiany, Jakarta Barat, suasana belajar tampak berbeda dari biasanya. Di depan kelas, bukan lagi papan tulis hitam dengan kapur putih yang mendominasi, melainkan sebuah Papan Interaktif Digital (Interactive Flat Panel/IFP) yang memancarkan gambar warna-warni.

Di hadapannya, murid-murid dengan berbagai kebutuhan khusus—tunagrahita, tunarungu, hingga autis—menatap penuh perhatian.

“Anak-anak kami biasanya sulit fokus. Tapi dengan papan ini, mereka bisa bertahan lebih lama memperhatikan materi,” ujar Melda Novitasari, guru di SLB tersebut.

Melda menceritakan, hampir seluruh kelas di sekolahnya kini telah menggunakan IFP untuk mendukung pembelajaran, mulai dari tingkat SDLB hingga SMALB. Papan digital ini tidak hanya digunakan untuk matematika, tetapi juga untuk pelajaran agama, seperti membaca Al-Qur’an digital.

“Mereka jauh lebih antusias, bahkan ada yang mau mengulang pelajaran sendiri karena merasa seperti bermain,” tambahnya.

Suasana di SLBN 1 Jakarta 

Hal serupa juga dirasakan di SLBN 1 Jakarta. Salah seorang guru, Eko Wahyu Wijoyo Kusuma, menuturkan bahwa setiap kelas kini memanfaatkan papan interaktif secara bergantian untuk mendukung pembelajaran.

“Penggunaan Papan Interaktif Digital ini membuat pembelajaran lebih menarik, karena pendekatan visual dan audio, serta interaksi dalam penggunaannya,” jelasnya.

Menurut Eko, perangkat ini sejalan dengan prinsip multisensori yang menjadi dasar pendidikan anak berkebutuhan khusus. “Prinsip kami adalah pembelajaran diferensiasi sesuai kemampuan setiap anak. Dengan papan ini, guru bisa menyesuaikan materi dengan kemampuan masing-masing murid,” tambahnya.

Ia juga menilai, keberadaan IFP mempermudah guru karena fungsi laptop, LCD, speaker, dan papan tulis terintegrasi dalam satu perangkat, sehingga persiapan mengajar lebih efisien.

Manfaat IFP tidak hanya dirasakan guru, tetapi juga orang tua.
Iqthoria Himma Rubayani, orang tua murid di SLB B-C Alfiany, menceritakan perubahan besar pada anaknya, Syahir Abqari Nur Kusuma. “Kemarin ada pembelajaran bina diri tentang mencuci baju. Di rumah, anak saya langsung mempraktikkan mencuci bajunya sendiri. Rupanya, langkah-langkah yang disampaikan secara visual melalui Papan Interaktif Digital itu membekas sekali,” ujarnya dengan bangga.

Ia menambahkan, setiap pulang sekolah putranya selalu antusias bercerita tentang kegiatan belajar. “Saya bahagia sekali, anak saya yang pemalu sekarang berani mencoba menulis atau menggambar di papan interaktif,” katanya.

Sementara itu, wali murid di SLBN 1 Jakarta, Raden Riyandesi Saraswati, menilai perangkat ini membantu meningkatkan fokus belajar anaknya yang duduk di kelas 1 SDLB. “Ada audio dan visualnya jadi lebih eye catching. Papan Interaktif Digital menjadi pendukung penting untuk fokus belajar,” ungkapnya.

Dari pengalaman guru hingga orang tua, setidaknya ada beberapa manfaat yang bisa dicatat:

  1. Meningkatkan fokus dan konsentrasi berkat visual dan audio yang menarik.

  2. Memudahkan pemahaman materi dengan pendekatan multisensori yang sesuai kebutuhan anak.

  3. Mendorong kemandirian karena anak bisa langsung mempraktikkan keterampilan sehari-hari.

  4. Meringankan beban guru dengan perangkat serbaguna yang praktis.

    Tantangan Penggunaan IFP di Kelas

Meski sarat manfaat, penggunaan IFP tetap menyisakan sejumlah catatan kritis:

  • Risiko ketergantungan pada teknologi, sehingga mengurangi ruang bagi pembelajaran berbasis praktik langsung.

  • Kesenjangan kompetensi guru dalam mengoperasikan perangkat. Tidak semua guru SLB siap dengan literasi digital.

  • Keterbatasan akses: sekolah di perkotaan sudah merasakan manfaat, tetapi SLB di pelosok masih jauh dari perangkat ini.

  • Biaya besar pengadaan dan perawatan, berpotensi menambah beban anggaran jika tidak diimbangi pelatihan yang maksimal.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus mendorong digitalisasi melalui distribusi IFP ke berbagai sekolah, termasuk SLB. Program ini merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 tentang percepatan digitalisasi pendidikan. Tahun ini, 2.360 SLB ditargetkan menerima perangkat tersebut.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus, Tatang Muttaqin, menegaskan bahwa perangkat ini diharapkan bisa menciptakan suasana belajar yang lebih efektif.

Namun, sejumlah pihak menilai program ini masih bersifat “top-down”. Pemerintah sibuk menggelontorkan perangkat, sementara persoalan mendasar seperti pelatihan guru, adaptasi kurikulum, dan pemerataan akses sering kali tertinggal. Ada kekhawatiran, digitalisasi pembelajaran hanya menjadi simbol modernisasi tanpa benar-benar menjawab kebutuhan paling mendasar anak berkebutuhan khusus.

Pembelejaran Berkeadilan 

Kehadiran IFP di ruang-ruang kelas SLB memang menghadirkan optimisme baru. Anak yang biasanya kesulitan fokus kini bisa belajar lebih lama, anak pemalu menjadi percaya diri, bahkan kemandirian dalam kehidupan sehari-hari mulai terbentuk.

Namun, keberhasilan sejati dari digitalisasi pendidikan tidak hanya ditentukan oleh canggihnya perangkat, melainkan oleh kebijakan yang berpihak, pelatihan guru yang berkelanjutan, serta pemerataan akses bagi semua SLB—termasuk di daerah terpencil.

Tanpa itu, Papan Interaktif Digital bisa jadi hanya akan menjadi layar mewah di sekolah-sekolah perkotaan, alih-alih jembatan inklusi pendidikan bagi seluruh anak berkebutuhan khusus di Indonesia.

Tim Schoolmedia 

Lipsus Selanjutnya
Guru Besar ITB Berlari 180 Km Jakarta-Bandung untuk Membantu Pendidikan dengan Dana Lestari
Lipsus Sebelumnya
Pendidikan Karakter 2025: Antara Jargon dan Tantangan Nyata

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar