Schoolmedia News Jakarta === Sidang keempat uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UUCK) kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (26/8/2025). Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan Presiden (pemerintah) terkait gugatan yang diajukan oleh Gerakan Rakyat Menggugat PSN (GERAM PSN).
Namun, alih-alih menjawab problem konstitusionalitas, pernyataan pemerintah justru menunjukkan betapa Proyek Strategis Nasional (PSN) terus dipaksakan dengan mengabaikan hak-hak dasar rakyat.
UU Cipta Kerja sejak awal menuai gelombang kritik karena dianggap mempercepat agenda investasi dengan mengorbankan perlindungan lingkungan, hak atas tanah, dan partisipasi warga. Melalui UU ini, pemerintah memiliki kewenangan mempercepat penetapan tata ruang dan zonasi demi kelancaran PSN.
Padahal, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa proyek-proyek semacam itu kerap melahirkan penggusuran paksa, kriminalisasi warga, hingga kerusakan ekosistem.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama jaringan masyarakat sipil menilai PSN telah berubah menjadi instrumen pemusatan kekuasaan ekonomi yang mengatasnamakan âkepentingan umumâ. Dengan dalih percepatan pembangunan, hak warga untuk berpartisipasi dalam perencanaan ruang hidupnya justru terpinggirkan.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Prof. Dr. Saldi Isra, kuasa hukum Presiden menyatakan bahwa masalah yang dipersoalkan pemohon bukanlah soal konstitusionalitas norma, melainkan implementasi. Pemerintah juga menegaskan tidak ada pembatasan partisipasi masyarakat, serta berpendapat bahwa pemohon tidak memiliki legal standing.
Lebih jauh, pemerintah menyamakan PSN dengan kepentingan umum. âPSN adalah proyek vital yang berdampak luas bagi masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum,â tegas kuasa hukum Presiden. Mereka menambahkan, percepatan revisi tata ruang dapat dilakukan secara âcepat dan akuntabelâ agar PSN tidak terhambat prosedur.
Pernyataan pemerintah tersebut menuai sorotan dari majelis hakim. Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat mengingatkan bahwa negara Indonesia bukan sekadar welfare-state berbasis materi, melainkan religious welfare-state yang menjamin kesejahteraan lahir batin rakyat.
Prof. Dr. Saldi Isra mempertanyakan perbedaan norma yang diuji saat ini dengan yang sebelumnya telah diputuskan MK dalam perkara Cipta Kerja. Sedangkan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih meminta pemerintah menunjukkan data konkret soal klaim peningkatan investasi dan lapangan kerja akibat UUCK.
GERAM PSN menilai keterangan pemerintah berbahaya karena menyederhanakan masalah PSN menjadi sekadar isu teknis implementasi. Dengan menyamakan PSN sebagai kepentingan umum, pemerintah dianggap sedang melegitimasi penggusuran, perampasan ruang hidup, dan perusakan lingkungan.
âUUD 1945 dengan tegas mengamanatkan pembangunan yang berkeadilan, menghormati hak warga negara, serta menjaga keberlanjutan lingkungan. Negara tidak boleh hanya menjadi mesin pembangunan infrastruktur,â tegas GERAM PSN melalui siaran persnya.
YLBHI dan jaringan masyarakat sipil mendesak MK untuk benar-benar menilai norma PSN dalam UUCK berdasarkan ukuran konstitusi, bukan kepentingan investasi. MK diharapkan dapat mengembalikan pembangunan pada prinsip keadilan ekologis, perlindungan hak asasi manusia, dan penghormatan terhadap ruang hidup rakyat.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Rabu, 3 September 2025, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR serta dua ahli yang dihadirkan pemohon.
GERAM PSN menegaskan bahwa perjuangan warga untuk keadilan tidak boleh dilemahkan oleh sikap abai pemerintah. Mereka mengajak masyarakat luas untuk menandatangani petisi dukungan sebagai bentuk solidaritas rakyat, agar Mahkamah Konstitusi tidak melupakan aspek hak asasi manusia dan keadilan ekologis dalam putusannya.
Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat S.H., M.S. mengingatkan bahwa hakikat negara Indonesia bukanlah negara kesejahteraan (welfare-state) yang berorientasi pada kepentingan materil semata, tetapi juga kesejahteraan lahir batin (religious welfare-state). Sementara itu, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. mempertanyakan perbedaan norma yang diuji saat ini dengan yang sebelumnya sudah diputuskan MK dalam perkara Cipta Kerja. âApa yang membedakan norma saat ini dengan sebelumnya? Apa implikasinya kalau dikembalikan ke norma awal?â tanya Saldi kepada pemerintah.
Hakim Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. juga meminta penjelasan lebih rinci dari pemerintah terkait tumpang tindih regulasi yang disebut-sebut menghambat investasi. âKarena tadi disebutkan peningkatan investasi dan lapangan kerja, bisa diberikan data before dan after-nya,â ujarnya.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar