Membangun Literasi dan Numerasi Dasar Sejak Anak Usia Dini Melalui Gerakan Numerasi Nasional dan Matematika GEMBIRA
Schoolmedia Jakarta == Kondisi literasi dan numerasi di Indonesia masih menjadi tantangan serius, tercermin dari berbagai survei dan penelitian internasional maupun nasional. Angka-angka menunjukkan bahwa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung masyarakat Indonesia, terutama siswa, masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain..
Tingkat literasi dan numerasi Indonesia masih di bawah rata-rata global. Hal ini diperkuat oleh hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) yang diadakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Pada survei PISA tahun 2022, Indonesia berada di peringkat bawah dari 81 negara yang disurvei.
Skor rata-rata siswa Indonesia untuk literasi membaca adalah 359, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 476. Sementara itu, untuk numerasi, skor rata-rata siswa Indonesia adalah 366, juga jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 472.
Hasil ini mengindikasikan bahwa sebagian besar siswa Indonesia belum memiliki kemampuan dasar yang memadai untuk memahami teks yang kompleks atau menyelesaikan masalah matematika yang tidak rutin.
Rendahnya literasi dan numerasi berdampak luas, tidak hanya pada prestasi akademis siswa, tetapi juga pada kemampuan mereka untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan beradaptasi di era digital yang serba cepat.
Penyebab Rendahnya Literasi dan Numerasi
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya kondisi literasi dan numerasi di Indonesia:
Budaya Baca yang Rendah: Budaya membaca di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak dan remaja, masih sangat rendah. Banyak orang lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan media sosial atau hiburan digital daripada membaca buku. Akses terhadap buku berkualitas, terutama di daerah terpencil, juga masih terbatas.
Fasilitas Pendidikan yang Belum Merata: Kesenjangan fasilitas pendidikan antara sekolah di perkotaan dan pedesaan masih signifikan. Banyak sekolah, terutama di daerah terpencil, tidak memiliki perpustakaan yang memadai, koleksi buku yang beragam, atau alat peraga yang mendukung pembelajaran numerasi.
Kurikulum dan Metode Pembelajaran yang Belum Optimal: Metode pengajaran di sekolah masih sering kali berfokus pada hafalan (rote learning) daripada pemahaman konsep. Pembelajaran numerasi sering kali dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan dan sulit, sehingga minat siswa untuk mempelajarinya menjadi rendah.
Urgensi GNN di Jenjang PAUD
Mengingat kondisi yang memprihatinkan ini, gerakan literasi dan numerasi dasar harus dimasifkan sejak jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Periode ini adalah periode emas (golden age) di mana otak anak-anak berkembang sangat pesat. Membangun fondasi yang kuat di usia dini sangat krusial karena:
Membangun Fondasi Kognitif: Pengenalan konsep dasar literasi (seperti pengenalan huruf dan bunyi) dan numerasi (seperti berhitung dan konsep jumlah) pada usia dini membantu anak-anak membangun fondasi kognitif yang kuat untuk pembelajaran di jenjang selanjutnya.
Meningkatkan Minat Belajar: Pembelajaran yang menyenangkan melalui bermain dan eksplorasi dapat menumbuhkan minat anak-anak terhadap buku dan angka. Penggunaan alat peraga, permainan edukatif, dan cerita interaktif dapat membuat proses belajar menjadi pengalaman yang positif, sehingga anak tidak merasa tertekan.
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis: Kegiatan seperti mendongeng dan memecahkan teka-teki sederhana dapat melatih anak untuk berpikir logis dan memecahkan masalah sejak dini, yang merupakan bagian dari numerasi dan literasi.
Inisiatif seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diinisiasi oleh pemerintah telah berusaha meningkatkan minat baca siswa. Namun, upaya ini perlu diperkuat dengan pendekatan yang lebih terstruktur dan melibatkan seluruh ekosistem pendidikan, dari guru, orang tua, hingga komunitas.
Dengan memprioritaskan literasi dan numerasi sejak dini, diharapkan Indonesia dapat memperbaiki kualitas sumber daya manusianya dan lebih kompetitif di tingkat global.
GNN Mendapat Respon Positif
Gerakan Numerasi Nasional (GNN) yang digagas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mendapat respon positif pegiat literasi dan numerasi di Indonesia.
Gerakan ini menandai dimulainya gerakan besar untuk meningkatkan kemampuan numerasi anak Indonesia, tetapi juga menjadi momen pembukaan Bimbingan Teknis (Bimtek) Calon Fasilitator Nasional Matematika GEMBIRA.
Inisiatif ini dirancang untuk mengatasi stigma lama bahwa matematika adalah mata pelajaran yang rumit dan menakutkan. Melalui Matematika GEMBIRA, para guru dibekali dengan pendekatan pengajaran inovatif yang membuat numerasi terasa lebih menyenangkan, mudah, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Apa Itu Matematika GEMBIRA?
GEMBIRA adalah sebuah metode pengajaran yang dirancang untuk mengubah cara pandang siswa terhadap matematika. Dirjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (Dirjen GTKPG), Nunuk Suryani, menjelaskan bahwa GEMBIRA adalah akronim dari enam langkah pengajaran:
Gali dan Eksplorasi: Guru memancing rasa ingin tahu siswa dengan mengajukan pertanyaan yang mendorong eksplorasi.
Muat konten: Pembelajaran dikemas dalam konten yang menarik dan mudah dipahami.
Buat aktivitas: Pembelajaran diwujudkan dalam aktivitas yang aktif dan interaktif.
Ikuti pemikiran murid: Guru memberikan ruang bagi siswa untuk bereksplorasi sesuai cara pikir mereka.
Rayakan: Apresiasi diberikan atas setiap kemajuan yang dicapai siswa, sekecil apa pun.
Akhiri: Pembelajaran ditutup dengan kesimpulan yang berkesan dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada proses. Tujuannya adalah menciptakan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Dengan begitu, matematika tidak lagi hanya sekadar menghafal rumus, melainkan menjadi alat untuk memahami dunia di sekitar mereka.
Guru sebagai Garda Terdepan Perubahan
Kemendikdasmen menegaskan bahwa guru adalah kunci keberhasilan Gerakan Numerasi Nasional. Bimtek Matematika GEMBIRA merupakan salah satu strategi utama untuk memperkuat kompetensi mereka dalam mengajarkan numerasi secara lebih inovatif dan menyenangkan. Mereka adalah garda terdepan dalam membentuk dasar numerasi anak-anak Indonesia.
Salah satu contoh inspiratif datang dari Angga Yuda, seorang guru dan konten kreator dari Al Azhar Surabaya. Melalui konten-konten edukatif di media sosial, ia berupaya memecah stigma negatif terhadap matematika.
ââ¬ÅBanyak stigma bahwa Matematika itu sulit dan penuh rumus. Saya ingin menunjukkan bahwa Matematika itu sederhana, sesederhana membeli makanan atau minuman kemasan,ââ¬Â kata Angga.
Ia ingin membuktikan bahwa numerasi ada di setiap aspek kehidupan, bukan hanya di ruang kelas. Dengan pendekatan yang aplikatif, Angga berhasil membuat generasi muda merasa lebih dekat dan tertarik dengan matematika.
Masa Depan Numerasi Indonesia
Peluncuran GNN di SDN 04 Meruya Pagi dan pembukaan Bimtek Matematika GEMBIRA menandai awal dari semangat baru untuk membangun budaya numerasi yang ramah dan inklusif di Indonesia.
Numerasi kini bukan lagi soal hitung-hitungan, melainkan keterampilan hidup yang bisa ditanamkan melalui berbagai cara, seperti cerita, permainan, peran keluarga, dan inovasi teknologi.
Dengan guru-guru yang bersemangat dan kompeten, serta dukungan dari berbagai pihak, diharapkan anak-anak Indonesia dapat merasakan pengalaman belajar matematika yang menyenangkan dan relevan.
Ini adalah langkah besar menuju masa depan di mana setiap anak Indonesia memiliki kemampuan numerasi yang kuat, yang menjadi bekal penting dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Penulis : Eko B Harsono
Tinggalkan Komentar