Cari

Pertama Kali, Badan Nuklir Hasilkan Varietas Pisang Pirama 

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) untuk pertama kalinya menghasilkan varietas unggul pisang yang diberi nama Pirama 1. Pisang ini diharapkan dapat memperbaiki gizi masyarakat Indonesia. 

“Pirama adalah singkatan dari Pisang Radiasi Gamma,” kata Pemulia Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR) BATAN, Ishak, beberapa hari lalu, seperti dilansir dari laman ristekdikti.

Pisang hasil penelitiannya ini toleran terhadap penyakit layu Fusarium, penyakit yang sering melanda pada tanaman pisang. Padahal, kata Ishak, pisang kaya akan vitamin C dan kandungan nutrisi lainnya seperti karbohidrat, protein, dan kalium yang sangat baik untuk kesehatan.

 

Baca juga: Kepala BNPB: Sutopo Contoh Pengabdian Pada Negara

 

Karena itu, Ishak menjelaskan, pihaknya melakukan penelitian terhadap pisang ambon sebagai bibit induk. Penelitiannya telah ia lakukan sejak tahun 2014. 

“Pisang ambon pada umumnya tidak toleran terhadap penyakit layu Fusarium, penyakit yang paling ditakuti petani. Karena kalau sudah menyerang satu tanaman, Fusarium bisa menyerang tanaman lainnya secara serentak pada satu lokasi. Daunnya jadi menguning, tidak berbuah, lama-lama mati,” ujar Ishak.

Ia melakukan penelitian dengan teknik mutasi radiasi, yakni dengan melakukan penyinaran radiasi gamma terhadap bibit pisang ambon sebesar 20 hingga 30 gray. Radiasi digunakan untuk mendapatkan keragaman genetik sehingga dipilih galur mutan pisang yang paling toleran terhadap penyakit layu Fusarium.

Beberapa keunggulan pemuliaan tanaman pisang perdananya ini antara lain tahan penyakit layu Fusarium dan kandungan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan induknya. 

“Kandungan vitamin C – nya antara 30 hingga 50 persen lebih tinggi daripada pisang ambon biasa,” kata Ishak.

 

Baca juga: Sediakan Lahan 8 Ha, SMK Buka Usaha Perkebunan untuk Praktik Siswa

 

Ia optimistis, Pirama 1 dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk memberikan keuntungan yang lebih banyak, serta petani untuk meningkatkan pendapatannya. Menurutnya, Pirama 1 akan menjadi intangible factor, artinya faktor yang tidak bisa dilihat namun bisa dirasakan manfaatnya baik dari sisi komersialisasi maupun perbaikan gizi masyarakat Indonesia.

“Pengusaha bisa memperoleh keuntungan yang lebih karena terbebas dari masalah penyakit Fusarium, dia (pengusaha) juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja. Selain itu, mengonsumsi Pirama 1 dapat membantu memperbaiki gizi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di pedesaan yang kekurangan vitamin C,” tuturnya.

Selain Pirama 1, masih ada 5 calon galur mutan lain yang siap dilepas. Ishak berharap, penelitiannya dapat terus dilanjutkan sehingga menambah keragaman pilihan varietas pisang asli Indonesia.

Lipsus Selanjutnya
Ekonomi Sulit Tumbuh di Atas 5,3%, Bappenas: Hambatannya Karena Regulasi dan Institusi 
Lipsus Sebelumnya
Lindungi Industri dan Konsumen, Pemerintah Akan Kontrol Identitas Ponsel

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar