Cari

Kasus SMK, Psikolog: Banyak Remaja Terpapar Pornografi

Foto: Pixabay

 

Direktur Minauli Consulting Medan, Psikolog Irna Minauli menduga saat ini banyak remaja terpapar pornografi dan membuat mereka ingin mempraktikkan hal serupa, serta memamerkan kemampuan yang mereka miliki.

"Mereka yang memiliki kecenderungan kepribadian narcistik akan merasa bangga, jika dapat memamerkan hal tersebut," kata Minauli, di Medan, Minggu, 16 Juni 2019.

Paparan yang sangat besar terhadap pornografi, menurut Minauli, seringkali membuat mereka yang kecanduan pornografi akan memandang perempuan hanya sebagai objek seksual saja.

"Itu sebabnya mereka hanya memanfaatkan perempuan dan bukan didasari oleh cinta dan kasih sayang," ujar Minauli.

Ia menyebutkan, saat ini dengan mudahnya seseorang mengakses internet bahkan di daerah terpencil sekalipun. Fenomena ini, kata Minauli, membuat orang mudah mengakses pornografi.

Sementara para orang tua atau guru, Minauli menjelaskan, mungkin agak "gaptek" sehingga mereka tidak membatasi akses internet yang ditonton oleh anak-anaknya.

Selain itu, kurangnya pemahaman tentang pendidikan seks, menurut Minauli, justru memperparah kondisi seks bebas ini karena remaja tidak mendapat bekal pengetahuan tentang bahaya atau dampak dari seks bebas yang mereka lakukan.

"Faktor kurangnya penanaman nilai-nilai agama juga turut berperan terhadap kejadian seks bebas ini," ucap dia.

Minauli menjelaskan, kalau zaman dulu, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa berperan sebagai aktor atau aktris. Namun dengan kemajuan teknologi telepon pintar, setiap orang bisa menjadi siapa saja, termasuk menjadi kamerawan atau penyebar video.

Banyak orang yang dengan sengaja, kata Minauli, mendokumentasikan hal-hal yang sebenarnya merupakan hal yang sangat pribadi, dengan alasan tertentu.

"Bagi para remaja yang relatif belum bisa berpikir jauh, mereka melakukan hal itu hanya sekedar ingin mendapatkan like atau menjadi viral," katanya.

Ia mengatakan, hal yang sering luput dari perhatian adalah para penonton yang ada di lokasi kejadian, misalnya remaja yang memvideokan atau mereka yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kejadian tersebut.

Dalam banyak kasus, seringkali para penonton yang seharusnya bisa mencegah, kata Minauli, namun mereka malah sering berperan sebagai yang seolah-olah memberi semangat kepada para pelaku. Berkurangnya empati dan kepedulian sosial tampaknya berperan sehingga banyak yang tidak berusaha mencegah.

"Tekanan sosial (social pressure) yang awalnya bisa berperan mencegah terjadinya hal-hal negatif, cenderung semakin berkurang karena keengganan untuk mencampuri urusan orang lain," katanya.

Sebelumnya diberitakan, siswa dan siswi SMK Bulukumba, Sulawesi Selatan, AM dan Wa pemeran video viral "Janganko kasih nyala blitz-nya", akhirnya telah dihukum pihak sekolah, dan telah dikeluarkan sejak April 2019. Hal tersebut, diketahui berdasarkan keterangan Kapolres Bulukumba, AKBP Syamsu Ridwan, Jumat (14/6).

Perzinahan dilakukan siswa AM dengan siswi WA terbongkar setelah guru melakukan razia telepon seluler milik siswa. Sebanyak 20 telepon seluler berhasil disita dan diserahkan kepada guru Bimbingan Konseling (BK) saat itu.Pihak sekolah kemudian memanggil siswa AM dengan siswi WA dan bertemu dengan wali siswa.

Mereka kemudian akhirnya dikeluarkan karena terbukti melanggar tata tertib sekolah. AM dan WA merupakan teman sekelas, sama-sama tercatat sebagai siswa jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ). Sebelum melakukan perzinahan di ruang kelas, mereka merusak CCTV.

"Mereka rusak CCTV yang ada di sekitar kelas itu sebelum melakukan perbuatan tak senonoh," kata Syamsu.

Lipsus Selanjutnya
Stok Habis, Kudus Siapkan Rp 200 Juta untuk Sediakan Blangko KIA
Lipsus Sebelumnya
Juli Mendatang, India Akan Luncurkan Kendaraan Tak Berawak ke Bulan

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar