
Ironi Chromebook: Gaji Selangit Konsultan Rp 163 Juta/Bulan di Tengah Proyek yang Mangkrak
Schoolmedia JAKARTA = Di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (16/12/2025), sebuah angka fantastis terungkap dan memicu desah napas tak percaya dari para pengunjung. Ibrahim Arief, yang lebih dikenal dengan sapaan Ibam, disebut menerima gaji bersih sebesar Rp 163 juta per bulan. Sebuah angka yang bagi sebagian besar guru honorer di pelosok negeri mungkin setara dengan pendapatan selama bertahun-tahun.
Ibam bukan pejabat negara, melainkan seorang tenaga konsultan. Ia adalah bagian dari "Wartek" (Tim Teknologi), sebuah unit yang dibentuk oleh mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada akhir 2019. Tim ini digadang-gadang menjadi motor digitalisasi pendidikan Indonesia melalui program Merdeka Belajar.
Namun, di balik gaji ratusan juta dan visi digitalisasi yang berkilau itu, tersimpan skandal korupsi yang menurut jaksa telah merugikan negara hingga Rp 2,1 triliun.
Strategi Digital yang Berujung Mark-up
Dalam pembacaan dakwaan terhadap tiga anak buah NadiemâSri Wahyuningsih, Mulyatsyah, dan Ibrahim Arief sendiriâjaksa membeberkan bagaimana proyek Chromebook ini justru menjadi ladang bancakan.
Negara diduga merugi akibat kemahalan harga (mark-up) perangkat yang mencapai Rp 1,5 triliun. Tak hanya itu, pengadaan Chrome Device Management (CDM) senilai Rp 621 miliar dinilai jaksa sebagai proyek mubazir yang tidak memberikan manfaat nyata bagi pendidikan di lapangan.
Angka-angka ini menjadi semakin getir saat disandingkan dengan realitas di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Laptop-laptop canggih berbasis sistem operasi Chrome itu nyatanya tak bisa digunakan secara maksimal di wilayah yang minim akses internet dan listrik stabil. Proyek yang seharusnya menjembatani kesenjangan digital justru memperlebar jurang inefisiensi anggaran.
Bayang-bayang Sang Mantan Menteri
Persidangan kali ini terasa kurang lengkap tanpa kehadiran sosok sentral, Nadiem Makarim. Sang mantan menteri juga berstatus terdakwa dalam kasus ini, namun pembacaan dakwaannya harus ditunda karena ia masih dalam perawatan medis di rumah sakit.
Meski absen, nama Nadiem berulang kali disebut dalam surat dakwaan. Jaksa bahkan menyebutkan bahwa pengadaan ini memperkaya sejumlah pihak, termasuk Nadiem yang diduga menerima aliran dana hingga Rp 809 miliar.
Mimpi yang Kandas
Pembentukan tim konsultan dengan gaji selangit awalnya diharapkan mampu membawa efisiensi sektor privat ke dalam birokrasi pendidikan yang lamban. Namun, dakwaan jaksa justru melukiskan gambaran yang sebaliknya: sebuah tata kelola yang rapuh di mana anggaran besar justru menguap pada pengadaan yang dipaksakan.
Bagi Ibrahim Arief dan kawan-kawan, kursi pesakitan kini menjadi tempat mereka mempertanggungjawabkan setiap rupiah dari gaji Rp 163 juta tersebut. Sementara bagi publik, kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa digitalisasi pendidikan memerlukan lebih dari sekadar teknologi canggih dan konsultan mahalâia memerlukan integritas yang tak bisa dibeli dengan harga berapa pun.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan dakwaan untuk Nadiem Makarim, yang diprediksi akan mengungkap lebih banyak detail mengenai bagaimana proyek laptop ini bisa berakhir menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di era Kemendikbudristek.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar