
Tragedi SMA 72 Kelapa Gading: Bom Bunuh Diri di Sekolah, Teriakan Balas Dendam Korban Perundungan
Schoolmedia News JAKARTA â Sebuah ledakan bom rakitan yang mengguncang Masjid SMAN 72 Kelapa Gading pada Jumat (8/11) siang, tepat setelah salat Jumat usai, menjadi babak paling kelam dari kisah perundungan (bullying) di lingkungan sekolah. Diduga kuat, pelaku peledakan yang juga tewas dalam insiden tersebut adalah seorang siswa yang telah lama menjadi korban perundungan, berupaya melakukan aksi balas dendam dan bunuh diri.
Tragedi ini bukan sekadar insiden kriminal, tetapi alarm keras bagi dunia pendidikan dan masyarakat tentang dampak destruktif dari perundungan yang terabaikan.
Momen Mengerikan di Tengah Kekhusyukan
Kekhusyukan usai pelaksanaan salat Jumat di Masjid SMAN 72 mendadak pecah oleh suara ledakan dahsyat. Sejumlah saksi mata menyebutkan, ledakan terjadi sesaat sebelum pelaksanaan Iqomah.
"Saya di selasar masjid dan tidak terkena, tapi baju saya kotor karena menolong teman. Ledakannya besar sekali," ujar Sela, siswi kelas XI SMAN 72, dengan wajah pucat.
Sela, yang menyaksikan langsung kengerian pasca-ledakan, menduga bom rakitan atau bom molotov yang ditemukan di lokasi dibawa oleh siswa yang kerap menjadi sasaran perundungan. "Saya menduga siswa ini ingin balas dendam dan bunuh diri. Tadi saya lihat ada tiga jenis bom dan hanya dua yang meledak," katanya.
Kesaksian serupa disampaikan oleh Toto, salah satu guru yang saat kejadian berada di belakang Imam. "Semua bubar dan sejumlah siswa terluka," kata Toto, menggambarkan kepanikan masif yang terjadi. Ia mengaku tidak ada tanda-tanda mencurigakan pada pagi hari, bahkan sekolah sempat melaksanakan kegiatan Adiwiyata.
Polisi: Penyelidikan Fokus pada Motif Balas Dendam
Pihak kepolisian bergerak cepat mengamankan lokasi dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP). Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes. Pol. Anto Prabowo, mengonfirmasi dugaan kuat terkait motif pelaku.
"Dari hasil olah TKP awal dan temuan di lokasi, kami mendapati adanya bom yang tidak meledak dan juga catatan tangan yang mengindikasikan rasa frustrasi mendalam dari pelaku, yang diduga adalah korban bullying di sekolah ini," jelas Kombes Anto.
Ia menambahkan, tim identifikasi menemukan identitas sementara pelaku, seorang siswa SMAN 72. "Fokus penyelidikan kami saat ini adalah mengumpulkan kesaksian dari rekan-rekan dan guru-guru terkait sejarah perundungan yang dialami korban. Kami akan menindaklanjuti semua laporan tentang tindakan perundungan di sekolah ini secara serius," tegasnya. Polisi juga berkoordinasi dengan tim Gegana dan Laboratorium Forensik untuk menganalisis sisa bahan peledak.
Pihak Sekolah Mengaku Terkejut dan Berduka
Kepala Sekolah SMAN 72, Drs. Rahmat Hadi, menyatakan dukacita mendalam atas korban tewas dan luka-luka. Ia mengaku terkejut dengan dugaan motif perundungan yang mendorong aksi ekstrem tersebut.
"Kami sangat berduka. Kami tidak pernah menerima laporan resmi atau keluhan tertulis mengenai perundungan serius yang mengarah pada tindakan seberbahaya ini," ujar Drs. Rahmat dalam konferensi pers yang diadakan di luar area sekolah.
Namun, ia mengakui bahwa masalah perundungan ringan (seperti ejekan) masih sering terjadi dan telah diupayakan penanganannya melalui bimbingan konseling. "Kami akan melakukan evaluasi total terhadap sistem pengawasan dan penanganan Bimbingan Konseling (BK) di sekolah. Jika benar ada kelalaian, kami siap bertanggung jawab," tambahnya, menekankan bahwa tragedi ini akan menjadi titik balik untuk menciptakan lingkungan sekolah yang benar-benar aman.
Teriakan Hati Orang Tua: Trauma dan Penyesalan
Dampak emosional paling dalam dirasakan oleh orang tua siswa. Ny. Tina, salah satu orang tua siswa yang menjadi korban luka, menyampaikan kekhawatiran yang sudah lama terpendam.
"Kami sering dengar anak saya cerita tentang 'gang-geng' di sekolah yang suka mengganggu, tapi kami tidak menyangka separah ini dampaknya," ujar Ny. Tina sambil menyeka air mata. "Ini bukti bahwa sekolah tidak cukup mendengarkan jeritan anak-anak yang tertekan. Siapa pun pelakunya, pasti dia sudah terdesak dan putus asa," tambahnya.
Tragedi ini menyoroti risiko serius dari perundungan yang tidak ditangani, di mana penderitaan mental dapat memicu reaksi balik yang merusak, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Menurut Dr. Laksmi Dewi, seorang psikolog anak dan remaja, kasus ini adalah manifestasi ekstrem dari akumulasi trauma.
"Perundungan yang berlangsung lama bisa menyebabkan depresi parah, gangguan cemas, hingga munculnya ide bunuh diri dan balas dendam. Korban merasa tidak memiliki pilihan lain untuk mengakhiri penderitaan atau untuk 'dilihat'," jelas Dr. Laksmi. Ia mendesak agar seluruh elemen masyarakat, dari keluarga, sekolah, hingga institusi hukum, tidak lagi menyepelekan isu perundungan, menjadikannya prioritas utama dalam menciptakan iklim belajar yang inklusif dan suportif.
Tragedi bom bunuh diri di SMAN 72 Kelapa Gading adalah cerminan kegagalan kolektif dalam melindungi anak dari bahaya perundungan.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar