Cari

Kurikulum Berbasis Cinta dan Damai Disosialisasikan



Schoolmedia News Jakarta === Kementerian Agama Republik Indonesia meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai respon nyata terhadap tantangan multidimensi yang dihadapi dunia pendidikan saat ini mulai dari krisis intoleransi, meningkatnya dehumanisasi, hingga ancaman kerusakan ekologis.

Kita ingin mengubah cara berpikir dari teologi maskulin menjadi teologi cinta, dari pola pikir atomistik ke pemikiran yang holistik. Pendidikan harus menjadi ruang yang memulihkan, bukan sekadar tempat mengajar, tegas Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, dalam pidato peluncuran.

KBC hadir sebagai kurikulum transformatif yang tidak berhenti pada transfer ilmu, melainkan menumbuhkan empati, membangun harmoni sosial, dan menyentuh aspek spiritual terdalam manusia. Di tengah situasi dunia yang semakin terpolarisasi, KBC menjadi upaya untuk membangun pendidikan yang penuh kasih, tidak menghakimi perbedaan, dan menyatukan dalam keberagaman.

Kurikulum ini dibangun di atas lima nilai utama Panca Cinta, yaitu:

1. Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa

2. Cinta kepada Diri dan Sesama

3. Cinta kepada Ilmu Pengetahuan

4. Cinta kepada Lingkungan

5. Cinta kepada Bangsa dan Negeri

Menurut Nasaruddin, nilai-nilai tersebut adalah bentuk rekonstruksi hubungan manusia yang telah banyak terputus akibat eksploitasi atas nama kemajuan. Cinta adalah ikatan primordial. Jika kurikulum ini mampu menyalakan kesadaran cinta, warna-warni perbedaan tidak lagi tampak mencolok, ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menyampaikan bahwa struktur awal KBC memuat enam tema cinta, namun setelah proses uji coba dan dialog publik yang mendalam, disederhanakan menjadi lima untuk memperkuat pesan dan memudahkan implementasi.

"Kami tidak ingin sekadar membuat kurikulum, tapi membangun ekosistem pendidikan. Kami ingin mencetak generasi yang berpikir dengan cinta, merasa dengan cinta, dan bertindak dengan cinta," jelasnya.

Uji coba KBC telah dilakukan di 12 madrasah dari berbagai jenjang dan wilayah, yang menunjukkan hasil positif terhadap suasana belajar yang lebih damai, aman, dan inklusif. Panduan KBC pun telah disusun secara kolaboratif bersama para pakar dan tokoh nasional seperti Prof. Yudi Latif, Nyai Alissa Wahid, hingga Haidar Bagir.

Prof. Amien menekankan bahwa KBC tidak berhenti sebagai dokumen kurikulum, melainkan akan dihidupkan melalui pelatihan guru, integrasi dalam platform MOOC PINTAR, serta penguatan pemantauan melalui sistem digital MAGIS. Kolaborasi antar unit di lingkungan Kemenag dan mitra strategis seperti INOVASI juga terus digalakkan untuk memastikan keberlanjutan program.

"Pendidikan hari ini terlalu kering secara emosional karena dominasi pendekatan logos. Yang kita butuhkan adalah pendekatan yang menyalakan lentera hati," ungkap Menag.

KBC juga memperkuat konsep tri pusat pendidikan: formal (sekolah/madrasah), informal (rumah), dan nonformal (masyarakat), sehingga cinta tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupkan dalam keseharian.

Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa penguatan kompetensi guru madrasah ke depan akan diarahkan selaras dengan nilai-nilai Kurikulum Berbasis Cinta (KbC) dan prinsip ekoteologi. Pernyataan ini disampaikan pada hari kedua Training of Facilitator (ToF) KbC di Peacesantren Welas Asih Garut, Jumat (8/8/2025).

Menurut Thobib, Direktorat GTK Madrasah mengelola lebih dari 350 ribu guru yang menjadi prioritas peningkatan kapasitas melalui tiga skema pelatihan terpadu: bimbingan teknis terstruktur, pelatihan mandiri berbasis digital, dan penguatan kompetensi melalui Pusat Pengembangan Kompetensi (Pusbangkom). “Ketiga model ini saling melengkapi, memastikan pengembangan profesionalisme guru berlangsung merata, berkelanjutan, dan sesuai kebutuhan nyata di lapangan,” ujarnya.

Dalam kebijakan terbarunya, Direktorat GTK juga mendorong implementasi Eco-GTK, gerakan ekologis yang menginternalisasi nilai Cinta Alam dalam KbC. Program ini meliputi edukasi dan keteladanan ramah lingkungan, penerapan zero waste, penghematan energi, serta pelarangan plastik sekali pakai di lingkungan kerja. "Ekoteologi tidak boleh berhenti pada slogan. Harus menjadi budaya kerja dan pembelajaran di madrasah," tegasnya.

Lebih lanjut, Thobib memaparkan penyusunan Panduan Implementasi KbC bagi guru madrasah yang mengintegrasikan nilai cinta kepada Allah, sesama, dan alam ke dalam pembelajaran. Untuk menjaga konsistensinya, digunakan MAGIS (Madrasah Digital Supervision), sistem berbasis kecerdasan buatan yang menganalisis refleksi guru dan kepala madrasah secara periodik.

Sebagai penguatan karakter guru, Direktorat GTK juga menerbitkan buku Guru Ala Nabi, panduan praktis metode pendidikan Rasulullah SAW yang humanis, penuh kasih sayang, dan membentuk akhlak mulia peserta didik. Pendidikan harus menyalakan api semangat, bukan sekadar mengisi ember kosong. Melalui KbC, kita ingin guru madrasah menjadi teladan dalam membangun generasi berilmu, berakhlak, dan peduli lingkungan, pungkasnya.

Tim Schoolmedia 

Berita Selanjutnya
Anugerah Penyiaran Anak Indonesia 2025, Televisi Ramah Anak Diraih TVRI dan Program Animasi Terbaik Wakakibo Komodo
Berita Sebelumnya
Kick Off Olimpiade Madrasah Indonesia Tahun 2025

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar