Ilustrasi pernikahan dini, Foto: Pixabay
Direktur Analisis Dampak Kependudukan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hitima Wardhani MPH mengatakan sebanyak 375 remaja menikah di usia dini setiap harinya.
"Terdapat 46 juta remaja dan anak perempuan di Indonesia yang berusia 10–19 tahun dari jumlah total 255 juta jiwa di Indonesia. Sebanyak satu dari sembilan anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun sesuai hasil Susenas 2016," kata Wardhani di Manado, Minggu, 26 Mei 2019.
Dari materi presentasi Wardhani saat rakor "Strategi Pengendalian Penduduk" di Kota Manado dipaparkan, anak perempuan di wilayah perdesaan berpeluang tiga kali lebih besar menikah sebelum usia 18 tahun dibandingkan mereka yang tinggal di wilayah perkotaan.
Baca juga: Kemen PPPA Dorong RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Segera Disahkan
Selain itu, anak perempuan dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran terendah berpeluang lima kali lebih besar untuk menikah sebelum berusia 18 tahun dibandingkan mereka yang berasal dari rumah tangga dengan tingkat pengeluaran tertinggi.
Anak perempuan, kata Wardhani, bahkan berpeluang tiga kali lebih rendah untuk menikah sebelum berusia 18 tahun jika kepala rumah tangga mereka telah menyelesaikan universitas dibandingkan dengan pendidikan dasar.
"Pernikahan di usia dini dipengaruhi oleh budaya, seperti kalau ndak nikah jadi perawan tua, lebih baik cerai janda dari pada tidak pernah nikah," kata Wardhani.
Tak hanya itu, Wardhani melanjutkan, pernikahan di usia dini juga dipengaruhi oleh maju pesatnya informasi dan telekomunikasi.
"Tak hanya juga soal kemiskinan, mudahnya mengelola sumber daya alam menyebabkan mereka malas sekolah pada akhirnya kawin, kualitas pendidikan menjadi rendah," ujar Wardhani.
Baca juga: Menteri Yohana: Kekerasan Terhadap Anak Kejahatan Luar Biasa
Menikah di usia dini, ujar Wardhani, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kualitas gizi ibu dan anak, "stunting" karena ibu belum bisa mengasuh dengan baik pada 1.000 hari pertama kehidupan.
"Ujungnya adalah sumber daya manusia, dan dampaknya adalah upaya-upaya untuk pembangunan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing ke depan. Ini tantangan luar biasa," ujarnya.
Apalagi, kata Wardhani, presiden yang akan datang fokus membangun sumber daya manusia menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka.
Tinggalkan Komentar