Schoolmedia News Jakarta ---- Belajar dan bersekolah pada hakekatnya harus membuat seluruh ekosistem pendidikan menyenangkan serta bahagia. Oleh karena itu, Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantoro mendefinisikan dengan kata Taman Siswa untuk lembaga pendidikan yang dikelolanya. Taman bermakna sebagai tempat menyenangkan dimana tumbuh beragam jenis bunga warna warni, tempat bermain sambil belajar dan "rumah kedua" yang selalu dirindukan setiap anak untuk kembali datang keesokan hari untuk menuntut ilmu dari bapak ibu guru yang mereka cintai bersama teman-teman.
"Makanya untuk jenjang PAUD satuan pendidikan diberi nama Kelompok Bermain (KB) dan Taman Kanak-kanak (TK) sehingga terasa lebih menyenangkan. Mungkin kata Taman yang kurang enak terdengar bagi kita semua hanya Taman Makam," ujar Plt Direktur Pendidikan
Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek),
Dr Arman Agung dalam acara dialog interaktif dengar Guru Penggerak Jenjang PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Acara dipandu langsung Bupati Kabupaten Wajo, Dr Amran Mahmud dan dihadiri Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi Selatan, Dr Muhammad Anies serta sejumlah pejabat Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Kabupaten Wajo.
Menurut Dr Arman Agung, Merdeka Belajar merupakan filosofi yang berasal dari pemikiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional. Merdeka Belajar fokus pada asas kemerdekaan dalam menerapkan materi yang esensial dan fleksibel sesuai dengan minat, kebutuhan, dan karakteristik dari peserta didik.
Ki Hajar Dewantara, ujar Dr Arman melarang adanya paksaan kepada anak didik karena akan mematikan jiwa merdeka serta kreativitasnya. Merdeka Belajar memberikan kebebasan bagi guru dan siswa untuk menerapkan sistem pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga nantinya turut meningkatkan kualitas sistem pendidikan nasional. Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim.
Dijelaskan oleh Dr Arman, bahwa guru penggerak di Kabupaten Wajo harus mengerti bahwa esensi kemerdekaan berpikir harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Merdeka Belajar diharapkan dapat memperbaiki proses belajar mengajar agar dapat berdampak baik dalam aspek kehidupan. Mulai dari aspek fisik, mental, jasmani dan rohani dalam dunia pendidikan.
"Pemikiran Ki Hajar Dewantara perihal merdeka belajar selaras pula dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terkait mencerdaskan bangsa. Mencerdaskan bangsa bukan berarti mencerdaskan individu, namun menyesuaikan sistem pendidikan dengan kebutuhan hidup dan penghidupan rakyat Indonesia," ujarnya.
Ditambahkan, kemerdekaan merupakan salah satu yang bisa menggambarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Terdapat satu hal dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara yang harus digaris bawahi, yaitu tentang trisentris pendidikan. Trikonsentris pendidikan, yakni keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam pendidikan.
"Berdasarkan buah pemikirannya, Ki Hajar Dewantara sangat berjasa dalam kemajuan pendidikan dan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kita sebagai generasi muda harus bisa menghormati dan menghargai jasa dari perjuangan beliau. Lebih penting lagi, bisa meneladani, mempunyai cita-cita, dan semangat untuk belajar dalam membawa Indonesia lebih baik," ujar Dr Arman Agung.
Instalasi Platform Merdeka Mengajar
Pada kesempatan itu, Kepala Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi Selatan, Dr
Muhammad Anies dalam percakapan dengan PAUDPEDIA mengatakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikburistek) mengeluarkan kebijakan dalam pengembangan Kurikulum Merdeka yang diberikan kepada satuan pendidikan sebagai opsi tambahan dalam rangka melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022-2024. "Kebijakan Kemendikburistek terkait kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran," ujarnya.
Merujuk pada kondisi dimana pandemi COVID-19 yang menyebabkan banyaknya kendala dalam proses pembelajaran di satuan Pendidikan yang memberikan dampak yang cukup signifikan. Kurikulum 2013 yang digunakan pada masa sebelum pandemi menjadi satu satuanya kurikulum yang digunakan satuan pendidikan dalam pembelajaran.
"Masa pandemi 2020 sampai 2021 Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat (Kur-2013 yang disederhanakan) menjadi rujukan kurikulum bagi satuan pendidikan. Masa pandemi 2021 s.d. 2022 Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak (SP) dan SMK Pusat Keunggulan (PK)," ujar Muhammad Anies.
Pada masa sebelum dan pandemi, ujarnya Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013 kemudian Kurikulum 2013 disederhanakan menjadi kurikulum darurat yang memberikan kemudahan bagi satuan pendidikan dalam mengelola pembelajaran jadi lebih mudah dengan substansi materi yang esensial. Kurikulum Merdeka di SP/SMK-PK menjadi angin segar dalam upaya perbaikan dan pemulihan pembelajaran yang diluncurkan pertama kali tahun 2021.
Pemulihan pembelajaran tahun 2022 sampai 2024, Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah yang belum siap untuk menggunakan Kurikulum Merdeka masih dapat menggunakan Kurikulum 2013 sebagai dasar pengelolaan pembelajaran, begitu juga Kurikulum Darurat yang merupakan modifikasi dari Kurikulum 2013 masih dapat digunakan oleh satuan pendidikan tersebut. Kurikulum Merdeka sebagai opsi bagi semua satuan pendidikan yang di dalam proses pendataan merupakan satuan pendidikan yang siap melaksanakan Kurikulum Merdeka.
Mari instal Platform Merdeka Mengajar pada gawai Android melalui tautan bit.ly/platformmerdekamengajar
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar