Cari

Kesenjangan Digital Teknologi Pendidikan Menguat, Learning Loss Asimetris Harus Disikapi Global

Schoolmedia News Jakarta ---- Indonesia memainkan peran penting dalam pemulihan dan menghidupkan kembali ekonomi global melalui pendekatan nilai luhur bangsa yakni gotong royong. Presidensi G20 Tahun 2022 mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”,

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Wikan Sakarinto, menekankan pentingnya nilai-nilai gotong royong untuk menjadi jembatan dalam menghadapi bonus demografi. Dengan demikian, bonus demografi yang ada dapat berdaya guna dan menjelma menjadi kekuatan besar berupa SDM unggul di masa depan

“Kita harus memastikan bahwa bonus demografi itu harus menjelma menjadi kekuatan besar kita di masa depan yaitu SDM yang unggul, kompeten, serta sesuai dengan perubahan yang ada di dunia nyata ini, sehingga ketika sisi permintaan (demand) sudah memunculkan sinyal seperti ini maka di sisi pasokan (supply) kita harus benar-benar ada ketautsesuaian (link and match),” tutur Dirjen Wikan dalam gelar wicara acara ‘Kick Off G20 on Education and Culture’, di Jakarta, Rabu (9/2).

Ada tiga gelar wicara pada acara tersebut yang bertajuk sesuai agenda prioritas yang akan diperjuangkan Kemendikbudristek pada perhelatan G20. Salah satunya bertajuk “Solidarity and Partnerships, and the Future of Work Post Covid-19” yang dimoderatori oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Iwan Syahril, selaku Chair of the G20 Education Working Group.
 
Dirjen Wikan menyebutkan beberapa dampak yang disebabkan pandemi Covid-19 khususnya bagi pendidikan vokasi, seperti siswa jarang masuk sekolah, mata pelajaran praktik menjadi terhambat, serta industri semakin melemah daya serapnya. Bahkan, di tahun pertama pandemi terjadi lonjakan pengangguran, di mana Kemendikbudristek berkontribusi melalui berbagai kebijakan strategis untuk menurunkan tingkat pengangguran.

Di sisi lain, kata dia, pandemi telah memaksa semua pihak untuk bergotong royong untuk beradaptasi, bertahan, dan pulih dari kondisi yang tidak menguntungkan. “Filosofi gotong-royong itu menjadi lebih bulat ketika kita bersama-sama mengalami kesusahan dan tantangan ini. Dalam diri kita muncul kebersamaan, sehingga gotong royong dalam bentuk link and match yang kami catat selama pandemi ini justru mengalami peningkatan,” urai Dirjen Wikan.

Wikan menambahkan, di satu sisi Covid-19 menciptakan pelambatan ekonomi. Namun demikian, kebersamaan antarpemangku kepentingan dirasakan semakin kuat, misalnya melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Gotong royong antara berbagai pihak yang terlibat dalam MBKM mencakup kurikulum yang disusun bersama, memberi peluang kepada praktisi untuk mengajar, adanya pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), magang yang dirancang bersama pendidikan vokasi dan dunia kerja, guru yang dilatih rutin bersama oleh industri, hingga komitmen industri dalam penyerapan lulusan.

Dirjen Wikan optimistis dengan kolaborasi berbagai pihak untuk menyukseskan MBKM. “Ini semua menggambarkan kita sedang melakukan sesuatu yang mungkin ibarat anak panah kita mundur sedikit ke belakang tapi setelah dilepas akan lebih cepat. Nah, itu makna dari pulih bersama, pulih lebih kuat lagi,” tekannya.

Kolaborasi Pendidikan dan Ketenagakerjaan

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Sekjen Kemenaker), Anwar Sanusi, yang juga sebagai Chair of The Employment Working Group mengimbau agar semua pihak yang terlibat dalam kelompok kerjanya untuk memberi manfaat dan kontribusi sebesar-besarnya agar tema G20 yang berkaitan dengan ketenagakerjaan bisa terealisasi secara baik.    

Dalam kesempatan ‘Kick Off G20 on Education and Culture’, Anwar turut menjelaskan apa yang ia lakukan bersama kelompok kerjanya. “Melalui tema yang terkait dengan ketenagakerjaan, kita ingin meningkatkan kondisi ketenagakerjaan agar kita bisa pulih secara bersama,” ujarnya sembari meyakini bahwa tantangan pekerjaan di masa pandemi di berbagai belahan dunia sangat luar biasa. Di negara anggota G20, sebanyak 160 juta lebih orang terdampak akibat pandemi.

Lebih lanjut terkait dengan keberlanjutan penciptaan lapangan kerja, Sesjen Anwar Sanusi mengakui adanya tantangan selain pandemi Covid-19 yakni bonus demografi di Indonesia. Tanpa pandemi, setiap tahunnya ada dua juta lebih angkatan kerja baru masuk ke dunia kerja yang sebagian besar dari mereka adalah kaum milenial dan zilenial.

Selain bonus demografi, Anwar mengatakan, tantangan lain adalah era industri 4.0 di mana lapangan pekerjaan baru akan bermunculan baik dari sisi pola, cara bekerja akan sangat berbeda. “Oleh karena itu, kita harus berpikir kreatif dan inovatif untuk melihat peluang yang bisa kita hasilkan,” ucapnya. Ia yakin, optimalisasi kreativitas terbuka lebar karena potensi terciptanya SDM unggul dapat dimulai dari 74.961 desa yang tersebar di Indonesia.

Pada Presidensi Indonesia dalam G20, Kemendikbudristek akan memimpin pembahsan empat agenda prioritas, yakni Pendidikan Berkualitas untuk Semua (Universal Quality Education); Teknologi digital dalam Pendidikan (Digital Technologies in Education); Solidaritas dan Kemitraan (Solidarity and Partnership); dan Masa Depan Dunia Kerja Pasca Pandemi Covid-19 (The Future of Work Post Covid-19).

Dirjen Wikan berharap sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo, ajang G20 tidak hanya sebatas menunjukkan peran kepemimpinan Indonesia pada G20 namun juga menjadi peluang untuk sesama negara anggota dapat berbagi dan menemukan formula yang tepat dalam upaya keluar dari krisis global.

“Semacam makanan tetapi paduannya cocok dan makin lezat, pulih bersama, dan gotong royong. Semua sangat relevan. Semoga ini menjadi satu sebagai formula pulihnya dunia,” pungkas Dirjen Wikan.

 

Pulihkan Sektor Pendidikan


Upaya memulihkan sektor pendidikan yang terdampak pandemi Covid-19 membutuhkan upaya bersama baik di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Hal ini dikemukakan Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sekaligus Alternate Chair Education Working Group (EdWG) G20, Anindito Aditomo, pada acara “Kick Off G20 on Education and Culture”.

Pada acara tersebut, Anindito menjadi moderator pada gelar wicara “Pendidikan Berkualitas Universal dan Teknologi Digital untuk Pendidikan”, Rabu (9/2) di Jakarta.

Disampaikan Anindito, pandemi bukan penyebab utama krisis pembelajaran. “Ketimpangan kualitas belajar sebetulnya sudah lama terjadi. Pandemi semakin membuka mata kita bahwa pembelajaran mengalami krisis, dan ini harus kita tangani bersama,” tuturnya.

Teknologi, dijelaskan Anindito, berperan sentral pada pemulihan pendidikan. “Dalam konteks pandemi, pembelajaran tidak akan terjadi tanpa teknologi. Intervensi juga bukan hanya dalam bentuk pembangunan infrastruktur tradisional lagi, tetapi juga pemerataan konektivitas digital untuk memastikan pembelajaran berkualitas bisa dirasakan semua warga negara,” ungkap Anindito.

Kesenjangan digital atau digital divide, diakui Anindito, terjadi di dunia pendidikan. “Di satu sisi, ada ketimpangan akses terhadap teknologi, di mana kita mengalami hilangnya capaian pembelajaran (learning loss) asimetris dan lebih parah dialami kelompok rentan dan ekonomi bawah. Tapi di sisi lain, teknologi menjadi katalis bagi inovasi luar biasa. Contohnya, jutaan guru dan siswa jadi lebih terampil memanfaatkan teknologi dan inovatif menyikapi tantangan,” ungkap Kepala BSKAP itu.

“Agenda prioritas yang akan kami perjuangkan di G20 ini mengingatkan kita akan visi Indonesia yang menekankan gotong royong untuk pulih bersama. Pandemi ini juga menjadi momentum kita agar semakin bersemangat memikirkan ulang dan membangun pendidikan yang lebih baik, untuk membangun sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan berkualitas,” terang Anindito.

Ada empat agenda prioritas yang akan diperjuangkan Kemendikbudristek pada perhelatan G20, yakni Pendidikan Berkualitas untuk Semua (Universal Quality Education); Teknologi digital dalam Pendidikan (Digital Technologies in Education); Ketiga: Solidaritas dan Kemitraan (Solidarity and Partnership); dan  keempat, Masa Depan Dunia Kerja Pasca Pandemi Covid-19 (The Future of Work Post Covid-19).

Sekjen Komenkominfo

Senada dengan agenda prioritas yang akan didorong Kemendikbudristek, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sekaligus Chair of Digital Economy Working Group, Mira Tayibba mengatakan, “Kesenjangan digital ini yang ingin kami bahas, karena transformasi digital Indonesia pada prinsipnya sejalan dengan kepentingan global. Kita bukan hanya harus bisa memanfaatkan teknologi digital, tapi harus bisa menciptakan nilai pemanfaatan secara berkelanjutan.”

Mira melanjutkan, pandemi yang memaksa seluruh dunia beradaptasi dan membatasi interaksi langsung, menunjukkan ragam solusi lewat teknologi digital. “Ternyata, masyarakat Indonesia cukup adaptif dan bisa memakai teknologi digital untuk memanfaatkan kesempatan,” tutur Mira yang turut  mendorong kolaborasi dengan seluruh sektor dan kelompok kerja yang ada dalam Presidensi G20 Indonesia.

Indonesia, lanjut Mira, konsisten menyikapi isu kesenjangan digital agar tidak semakin lebar. “Digitalisasi memang menghasilkan paradoks, karena bagi yang tidak punya alat digital jadi terisolasi,” jelas Mira.

Mira pun sadar bahwa aspek digital diangkat berbagai working group dalam Presidensi Indonesia. “Inilah pentingnya kolaborasi. Mari kita gunakan momentum G20 ini bukan saja untuk memperlihatkan kepemimpinan Indonesia di sektor digital ke luar, tapi juga gotong-royong mengkonsolidasikan isu digital di level nasional,” tutur Mira.

Perwakilan Development Working Group, Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Amich Alhumami, menilai dalam mengurai masalah pendidikan tak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. “Ada tantangan baru yaitu isu konektivitas bagi anak-anak untuk belajar. Ini tanggung jawab kita selaku pemerintah untuk mengatasinya,” tutur Amich.

Merujuk Data Sosial Ekonomi Nasional, jelas Amich, koneksi dan akses kepada pembelajaran digital bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu sangat terbatas. “Ini harus kita selesaikan bersama. Indonesia kalau soal kolaborasi sudah bisa kita tunjukkan kepada dunia. Betapa kolektivitas kita itu selalu muncul bahkan di masa-masa krisis,” tutur Amich, mencontohkan bencana tsunami yang pernah melanda Indonesia dan beragam gerakan dan inisiatif gotong-royong dari berbagai lapisan masyarakat.

“Di sektor pendidikan, sedalam apa pun krisis yang kita alami, kita bisa bangkit dan pulih bersama karena kita punya kebersamaan, empati, dan komitmen. Dengan kepemimpinan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, seluruh sumber daya publik yang kita punya bisa kita konsolidasikan dan gerakkan bersama untuk meraih cita-cita kita. Mari kita tunjukkan pada dunia, kita bisa mengatasi krisis ini,” tutup Amich.

Tim Schoolmedia

 

Berita Selanjutnya
Vaksin Merah Putih Masuk Tahap Uji Klinis Pertama
Berita Sebelumnya
Agenda Prioritas G20 di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar