Literasi Bukan Sekadar Calistung, "Kolecer" Inovasi Bunda PAUD Jabar Dapat Diadopsi Daerah Lain
School Media News ------ Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang juga psikolog, Seto Mulyadi, menekankan bahwa literasi bukanlah sekadar kemampuan untuk dapat membaca, menulis dan berhitung (Calistung) yang harus dimiliki seorang anak.
Memaksa anak sejak usia dini melakukan pembelajaran dengàn cara mendrill agar anak dapat mengusai huruf dan angka sehingga bisa cepat membaca sangat tidak tepat dilakukan.
“Literasi adalah memaknai membaca situasi, bagaimana berkomunikasi, bergaul, menghormati dan menghargai, untuk membentuk karakter Pelajar Pancasila, misalnya, bagaimana bekerja sama dengan kakak, adik, dan orang tua di rumah, gotong royong, mandiri, dan kreatif. Konsep ini yang perlu ditanamkan kepada seorang anak sejak usia dini,” ujar Kak Seto dalam webinar yang diselenggarakan Direktorat PAUD guna menyemarakan Hari Anak Nasional di Jakarta.
Sementara itu, Bunda PAUD dan Istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya Ridwan Kamil, mengungkapkan bahwa Jawa Barat ingin memunculkan solusi yang menjawab masalah dari akarnya.
“Kita tahu bahwa Indonesia masih punya masalah indeks membaca dan 80% provinsi di Indonesia darurat literasi karena minimnya akses,” jelas Atalia.
Diakuinya, Jawa Barat mencari solusi agar sumber bacaan mudah diakses masyarakat, yang kemudian dijawab dengan munculnya inovasi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer). “Kami menghadirkan Kolecer di tempat-tempat yang dilewati banyak orang, misalnya pelataran masjid, taman-taman, dan kantor. Jadi, masyarakat bisa dengan mudah mendapat akses bacaan,” jelas Atalia.
Dirinya juga menyoroti minimnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan akibat akses sulit, yaitu ada pada angka 23,09% (Balitbang dan Perbukuan Kemendikbudristek). Selain itu, data Kementerian Komunikasi dan Informatika juga menemukan bahwa masyarakat Indonesia lebih suka membaca dari gawai, dan masyarakat juga lebih suka membuka media sosial dibandingkan membaca buku.
Oleh karenanya, Provinsi Jawa Barat berinovasi dengan perpustakaan digital yang di dalamnya terdapat ribuan buku elektronik, bernama Maca Dina Digital Library (Candil). “Ini pakai Bahasa Sunda, supaya orang mudah mengenalinya,” jelas Atalia.
Dirinya juga menilai bahwa literasi keluarga di rumah sangat didorong pemerintah provinsi Jawa Barat. “Kami menguatkan kolaborasi dengan pegiat literasi di masyarakat, duta-duta baca kami di 27 kabupaten/ kota. Ini tidak mudah, karena kita sambil berjuang melawan pandemi,” ungkap Atalia.
Namun, Ia juga menegaskan perlunya teladan orang tua dalam berliterasi. “Anak adalah peniru ulung. Budaya literasi dan gemar membaca bisa dibangun karena mereka melihat lingkungan, termasuk orang tua. Kalau orang tua suka baca, anak akan meniru,” jelas Atalia.
Pada kesempatan ini, Bunda PAUD dan Istri Pelaksana Tugas (Plt.) Wali Kota Tasikmalaya, Rukmini Muhammad Yusuf, menekankan perlu adanya PAUD berkualitas di setiap daerah, untuk mempersiapkan anak-anak selaku generasi masa depan yang baik.
Diakui dirinya, untuk mewujudkan hal tersebut, menjadi tugas Bunda PAUD untuk melakukan kerja sama dengan berbagai pihak mewujudkan PAUD berkualitas. “Tasikmalaya punya program unggulan SIUDIN, Literasi Usia Dini. Program ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu Dongeng untuk Anak Usia Dini Bersama Komunitas (Donita), yang digelar di luar pembelajaran PAUD.
Donita adalah layanan storytelling dengan menghadirkan anak ke perpustakaan umum Tasikmalaya dan diselingi menyanyi dan game interaktif antara pendongeng dengan peserta,” jelas Rukmini.
Ini semua dilakukan, lanjut Rukmini, agar budaya baca anak tumbuh sejak dini sekaligus menyadarkan masyarakat akan pentingnya peran orang tua. “Kegiatan kedua adalah Sosialisasi Minat Baca Masyarakat, atau disingkat Simbara.
Ini upaya edukasi orang tua untuk sadar berliterasi dan pentingnya mendampingi anak ke perpustakaan, dan menjadi teladan minat baca bagi anak-anak. Kami berikan materi-materi terkait. Kami juga ingin orang tua sadar manfaat dongeng bagi anak usia dini,” tutur Rukmini yang juga sepakat akan pentingnya pojok baca pada tempat tinggal tiap keluarga.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD Nurul Qolbu Bogor, Kiswanti, mengatakan bahwa banyak membaca pada anak menumbuhkan empati. Ia pun membagikan ilmu yang penting bagi anak PAUD selain membaca.
“Kami juga menyarankan anak-anak belajar menggunting, tentunya dengan pengawasan. Ajarkan anak memisahkan kertas yang sudah digunting berdasarkan bentuk. yang jelas, orang tua tidak hanya sekadar menyuruh anak belajar, tapi harus juga terlibat mengajar dan jadi teladan pembelajaran sepanjang hidup,” terang Kiswanti;
Orang tua anak usia dini sekaligus Pegiat Membaca Nyaring (Read Aloud), I Gusti Ngurah Pandu Wijaya, mengatakan bahwa hadiah paling berharga adalah ketika putrinya, Carita, tumbuh mencintai buku.
Sebagai ayah, Ia membiasakan diri membacakan buku pada Carita dengan suara nyaring (reading aloud). Teknik ini lazim digunakan serta bermanfaat mendorong konsentrasi, imajinasi, perkembangan bahasa, sekaligus mendekatkan anak dengan orang tua.
“Apapun yang kita ceritakan, Carita mulai muncul rasa ingin tahu dan bertanya. Kami buatkan sudut rak buku dengan ornamen-ornamen hewan, warna-warna cerah, sehingga menarik. Kami lengkapi juga dengan aktivitas menyenangkan yang berkembang dari buku bacaan, agar proses membacanya juga jadi menyenangkan,” jelas Pandu yang mengakui Ia bergantian membacakan buku bagi buah hati dengan istrinya.
“Carita suka gambar, jadi saya gambarkan hewan di buku cerita. Harapan kami, anak-anak jika diberikan kebiasaan membaca konsisten, difasilitasi, dan menyenangkan, pasti ada manfaat luar biasa bagi tumbuh kembangnya,” pungkas Pandu.
Penulis : Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar