Peserta KEPAK (Kemah Penguatan Karakter Melalui Pendidikan Kepramukaan) 2018 sedang berlatih membuat jembatan di Cibubur, Jakarta Timur, Foto: Yenny Hardiyanti/SM
Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lili Kurniawan mengatakan bahwa pemerintah terus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bencana melalui pendidikan di sekolah.
Lili mencatat, saat ini pemerintah telah menerapkan program pendidikan kebencanaan di 250 ribu sekolah di daerah-daerah rawan bencana.
"Penanganannya beda-beda tergantung jenis kerawanan bencana di daerah tersebut," kata Lili di acara diskusi Forum Merdeka Barat 9 bertajuk Peta Potensi Bencana dan Implementasi Mitigasi Bencana, di Jakarta, Jumat, 8 Februari 2019.
Di sekolah yang mendapatkan program ini, kata Lili, diterapkan tiga pilar yakni pertama, soal pembenahan fasilitas sekolah.
"Dilihat fasilitasnya sudah memadai belum. Bila sekolahnya di lokasi rawan gempa harus diperkuat struktur sekolahnya," kata Lili.
Kemudian pilar kedua, manajemen penanggulangan bencana. Dalam manajemen penanggulangan bencana, siswa, guru dan karyawan sekolah diedukasi tentang alur penyelamatan diri saat bencana terjadi.
"Mereka harus paham betul di mana tempat-tempat aman di sekolah mereka. Jalur evakuasi dibuat dan anak-anak dilatih," kata Lili menjelaskan.
Pilar ketiga adalah penerapan muatan lokal kebencanaan.
"Ini (muatan lokal kebencanaan) bukan program nasional, tetapi hanya untuk sekolah-sekolah di daerah rawan bencana," ujar Lili.
Ia menjelaskan, muatan lokal ini dibuat atas kerja sama BNPB dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Untuk penerapan di sekolah-sekolah di daerah, melibatkan Dinas Pendidikan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Selain itu, sekolah juga harus mengajarkan keterampilan khusus saat kegiatan ekstrakurikuler seperti Pramuka, yang menunjang kesiapan siswa menghadapi bencana.
Lili mengemukakan, upaya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kebencanaan melalui pendidikan di sekolah telah dilakukan sejak 2012. Meski demikian, saat ini, upaya tersebut lebih digencarkan pascarentetan bencana alam yang terjadi pada 2018.
"Sudah diterapkan sejak 2012, tetapi belum semasif sekarang," ujar Lili.
Tinggalkan Komentar