
Schoolmedia Bandung â Aula Institut Teknologi Bandung (ITB) sore itu dipenuhi semangat yang meluap. Di hadapan para mahasiswa, dosen, dan tamu undangan, Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T. berdiri tegak, menyampaikan pidato bertajuk âSumpah Pemuda 5.0: Meneguhkan Persatuan di Era Disrupsi.â
Bukan sekadar peringatan seremonial, pidato tersebut menjadi ajakan reflektif â bagaimana generasi hari ini menafsirkan ulang semangat Sumpah Pemuda 1928 di tengah derasnya gelombang digitalisasi dan kecerdasan buatan.
âSumpah Pemuda 1928 bukan sekadar peristiwa sejarah, tetapi revolusi pemikiran,â ujar Tatacipta membuka pidatonya. âKini, hampir satu abad kemudian, kita perlu membangun Sumpah Pemuda versi baru â yang meneguhkan persatuan di tengah disrupsi teknologi.â
Dalam pidatonya, Rektor ITB menyinggung sejarah kata âIndonesiaâ yang pertama kali diperkenalkan oleh George Windsor Earl pada abad ke-19. Bagi Tatacipta, fakta itu menjadi pengingat bahwa nama âIndonesiaâ lahir bukan dari panggung politik, melainkan dari ruang akademik â dari proses berpikir dan kesadaran ilmiah.
âSejak awal, bangsa ini lahir dari nalar pengetahuan dan kesadaran intelektual,â katanya. âMaka, tugas generasi muda hari ini adalah menjaga api itu tetap menyala â agar ilmu tidak hanya canggih, tetapi juga bermakna bagi kemanusiaan.â
Menafsir Ulang Persatuan Bangsa
Jika pada 1928 para pemuda berikrar satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, maka di era digital, makna persatuan perlu diperluas. Dunia kini tidak lagi dibatasi oleh lautan dan gunung, melainkan oleh algoritma, data, dan ruang maya.
âPersatuan hari ini tidak cukup hanya berbicara tentang tanah air dan bahasa,â ujar Tatacipta. âIa juga harus mencakup satu visi kemanusiaan dan kebijaksanaan dalam menggunakan teknologi.â
Baginya, tantangan generasi muda masa kini bukan lagi mempertahankan kedaulatan fisik, tetapi menjaga kedaulatan moral dan intelektual di tengah derasnya arus inovasi. Dunia yang terkoneksi secara digital juga berisiko terfragmentasi secara sosial â dan di sinilah nilai-nilai kebangsaan diuji.
Merayakan Keberagamanan
Tatacipta menekankan bahwa keberagaman bangsa â dari Aceh hingga Papua â bukan hal yang perlu diseragamkan, melainkan sumber daya intelektual dan budaya yang harus dirayakan.
Ia menggambarkan Indonesia sebagai âtenun kesalingterhubunganâ yang harus dirajut melalui seni, sains, teknologi, dan kemanusiaan. âTugas kaum muda dan kaum terpelajar hari ini adalah membangun jembatan antara akal, rasa, nilai, budaya, dan rohani,â katanya.
Dengan cara itu, Indonesia bisa tetap berdiri kokoh di tengah dunia yang semakin terfragmentasi oleh perbedaan pandangan dan kepentingan.
Lahirnya Sumpah Pemuda 5.0
Dari kesadaran itulah, Tatacipta memperkenalkan gagasan Sumpah Pemuda 5.0 â bukan sekadar slogan, melainkan gerakan moral dan intelektual baru bagi zaman baru.
Ia menyebut, generasi muda Indonesia kini tidak cukup hanya bersatu secara fisik atau emosional, tetapi juga bersatu dalam ilmu, karakter, dan inovasi.
Rektor ITB itu menguraikan empat pilar Sumpah Pemuda 5.0:
-
Menyatukan ilmu dan nilai, agar sains tidak kehilangan nurani dan kemanusiaan tidak kehilangan arah.
-
Membangun kedaulatan ilmu dan teknologi, agar bangsa ini tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga pencipta.
-
Menyemai kolaborasi lintas disiplin, karena tantangan zaman tidak bisa diselesaikan oleh satu bidang ilmu saja.
-
Menghidupkan semangat gotong royong berbasis pengetahuan, menjadikan inovasi sebagai amal, bukan semata kompetisi.
âJika semangat Sumpah Pemuda dulu berhenti pada perbedaan suku dan bahasa, mungkin Indonesia tidak akan lahir seperti hari ini. Begitu pula sekarang â jika semangat akademik berhenti pada sekat disiplin ilmu, maka kemajuan bangsa akan terhambat oleh ego pengetahuan,â tuturnya.
Tatacipta menyoroti tantangan baru yang dihadapi generasi modern: kecerdasan buatan (AI) yang kini mampu menulis puisi, mendiagnosis penyakit, bahkan mengambil keputusan ekonomi. Namun, di balik kemajuan itu, muncul pertanyaan besar: Apakah teknologi masih berpihak pada manusia?
âSiapa yang memastikan bahwa sains dan inovasi berpihak pada keadilan sosial, bukan hanya efisiensi ekonomi?â tanyanya retoris.
Jawabannya, kata dia, ada pada kaum akademisi, cendekiawan, dan pemuda terdidik bangsa.
Sumpah Baru Generasi Digital
Menutup pidatonya, Tatacipta menyerukan âSumpah Pemuda 5.0â â sebuah ikrar baru bagi generasi digital:
âSatu tekad untuk menegakkan ilmu yang memuliakan manusia.
Satu niat untuk menjadikan teknologi sebagai jalan menuju keadilan.
Satu semangat untuk membangun Indonesia yang berdaya, berkarakter, dan berdaulat melalui sains dan teknologi.â
âBangsa besar bukan hanya bangsa yang bersatu dalam sejarah, tetapi bangsa yang mampu menyatukan masa depan,â ujarnya menutup dengan lantang, disambut tepuk tangan panjang hadirin.
Pidato itu bukan sekadar ajakan intelektual, melainkan refleksi moral di tengah zaman yang serba cepat. Ia mengingatkan, teknologi memang mampu menghubungkan manusia dalam sekejap, tetapi hanya nilai-nilai kebangsaan dan kemanusiaan yang dapat menyatukan mereka secara sejati.
âKita boleh membangun kecerdasan buatan, tapi jangan kehilangan kecerdasan hati,â ucap Tatacipta â kalimat yang menancap dalam di benak mereka yang hadir hari itu.
Melalui jalan ilmu dan kemanusiaan, Indonesia diyakini bisa melanjutkan estafet gagasan kebangsaan para pemuda 1928 â bukan hanya dengan semangat sejarah, tetapi juga dengan visi masa depan.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar