Cari

Penguatan Karakter Kunci Pendidikan di Era Global



Schoolmedia News Jakarta --- Deputi Bidang Koordinasi Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa Kemenko PMK, Warsito, menegaskan bahwa penguatan karakter merupakan fondasi utama pendidikan di tengah tantangan globalisasi dan era digital.

Hal ini disampaikan dalam Seminar Pendidikan bertema "Penguatan Karakter Bangsa melalui Pendidikan di Era Global", dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 yang diselenggarakan di Aula Ki Hajar Dewantara, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, pada Kamis (22/5/2025).

Dalam paparannya, Warsito menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan atau keterampilan, tetapi juga harus membentuk karakter dan jati diri bangsa.

“Kalau hanya ingin pintar menguasai iptek, merakit elektronik atau menari, itu bisa lewat kursus. Tapi sekolah harus mampu menanamkan nilai-nilai luhur bangsa secara praktis, bukan sekadar teoritis,” ujar Warsito.

Warsito juga mengungkapkan bahwa dunia kerja kini semakin mengedepankan soft skills dalam proses rekrutmen. Berdasarkan pengamatannya terhadap praktik seleksi tenaga kerja di industri, banyak perusahaan menempatkan soft skills sebagai indikator utama, bahkan di atas kemampuan akademis dan teknis.

“Karakter dan kepribadian tidak bisa dibentuk secara instan. Itu sebabnya banyak perusahaan menggunakan psikolog dan tim khusus untuk memetakan profil kepribadian calon pekerja,” katanya.

Menurut Warsito, tantangan pendidikan saat ini semakin kompleks, termasuk munculnya fenomena mindless screen scrolling yang melemahkan daya pikir kritis generasi muda. Ia menekankan pentingnya literasi digital yang tidak hanya menekankan aspek teknis, tetapi juga pemahaman substansial.

“Karakter bukan pelengkap. Ini adalah poros utama pendidikan, terutama bagi kota seperti Jakarta yang menuju Global City with Local Soul,” ungkapnya.

Warsito juga menyoroti teori kecerdasan majemuk dari Howard Gardner, yang mencakup kecerdasan interpersonal dan intrapersonal sebagai bagian dari pembentukan karakter dan religiusitas. Ia menilai kompetensi pendidikan harus bersifat holistik, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Di tengah berbagai tantangan seperti tawuran pelajar, kecanduan digital, dan judi online, Warsito menyambut baik inisiatif Kemendikdasmen yang menerapkan program 7 Kebiasaan Murid Hebat sebagai langkah sistemik membangun karakter sejak dini.

Ia mengajak seluruh elemen masyarakat—dari sekolah, keluarga, tempat ibadah, lingkungan, hingga ahli digital—untuk terlibat dalam membangun ekosistem pendidikan berbasis karakter. Lebih lanjut, Warsito menegaskan bahwa nilai karakter yang diajarkan sejatinya bersumber dari Pancasila. 

“Kalau ditanya apa karakter utama bangsa ini, jawabannya adalah nilai-nilai luhur yang terkandung pada Pancasila. Itu yang harus ditanamkan dalam sistem pendidikan kita,” tegasnya.

Secara khusus kepada pemerintah DKI, Deputi Warsito mendorong 5 hal, diantaranya 1. Digitalisasi Nilai (E-Karakter Jakarta), 2. Sekolah Sebagai Pusat Budaya dan Kepribadian, 3. Pelatihan Guru sebagai "Moral Guide", 4. Aliansi Keluarga - Sekolah - Masyarakat : Tempat Ibadah - Digital (Panca Sentra Nilai), 5. Indeks Karakter Daerah (IKD).

Menutup sesi paparannya, Warsito menyampaikan bahwa tujuan akhir pendidikan Indonesia adalah membentuk generasi yang beriman, bertakwa, dan berkarakter kuat—sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. SDM unggul berdaya saing yang sehat fisik mental, cerdas, produktif dan berkarakter.

Turut hadir sebagai pembicara Guru Besar Universitas Indonesia Martani Huseini, Hiroshima Global Academy, Jepang Kei Tokuda. Sementara itu, acara ini dihadiri secara lansung oleh 300 orang lebih dan juga hadir secara daring, yaitu para kepala sekolah dari seluruh wilayah DKI Jakarta.


Tim Schoolmedia 

Artikel Selanjutnya
7 Dampak Orang Tua Merokok Terhadap Tumbuh Kembang Anak
Artikel Sebelumnya
Tim Lintas Kementerian untuk Penggerakan Kesehatan Jiwa Masyarakat Perlu Dibentuk

Artikel Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar