Cari

Jawa Tengah, Kab. Jepara

Belajar dari Praktik Baik Kabupaten Jepara Cegah Perkawinan Usia Anak


Schoolmedia Jakarta = Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengapresiasi meningkatnya kepedulian dan kesadaran berbagai pihak dalam mencegah perkawinan usia anak di Indonesia.

Menurut data  Kementerian Agama angka perkawinan usia anak (di bawah 19 tahun) pada tahun 2023 turun menjadi 5.489 pasangan dari sebelumnya tahun 2022 yang mencapai 8.804 pasangan. Tahun 2024 jumlah pasangan usia anak turun lagi menjadi 4.150 pasangan. 

Pencegahan perkawinan usia anak adalah sebuah gerakan bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, NGO, hingga komunitas masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Mencegah perkawinan anak-anak di bawah usia 19 tahun harus terus digaungkan.

"Kami mendorong pemerintah daerah juga terus melakukan edukasi kesehatan reproduksi bagi remaja agar para remaja memiliki pertemanan yang positif, mencegah informasi keliru tentang seksualitas dan reproduksi, dan mencegah perilaku berisiko seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.

Tidak hanya remaja, orangtua pun harus paham resiko yang akan muncul dari perkawinan usia anak, seperti anak perempuan rentan menjadi korban kekerasan, gizi buruk pada anak dan kondisi ekonomi yang buruk karena usia belum layak kerja,” tutur Menteri PPPA di Jakarta pada Kamis (30/10). 

Pencegahan perkawinan usia anak di Kabupaten Jepara, menurut Menteri PPPA, adalah salah satu praktik baik menurunkan angka perkawinan anak dan praktik baik dalam melindungi dan menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama bagi anak.  

Menteri PPPA mencontohkan kasus yang sempat diberitakan di media massa dimana pada Juli 2025 di Jepara, terdapat upaya pengajuan permohonan dispensasi menikah anak perempuan usia 13 tahun dengan anak laki – laki usia 15 tahun. Kedua orangtua mereka melihat gaya pertemanan kedua anak mereka melampaui batas pergaulan sewajarnya.

 Permohonan dispensasi kawin sempat diajukan ke Pengadilan Agama setempat oleh pemohon dan keluarganya. Kami mengapresiasi pendampingan dan asesmen yang dilakukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Jepara.

"Kami tidak memberikan rekomendasi dispensasi kawin, melainkan memberikan konseling sehingga kedua anak tidak jadi menikah sampai sekarang,” ujar Menteri PPPA.

Di Indonesia pada tahun 2024 tercatat 32.706 permohonan dispensasi kawin yang diajukan dengan 1.022 permohonan diantaranya ditolak. Untuk Kabupaten Jepara, tahun 2024 terdapat 383 pengajuan permohonan dispensasi kawin. 

Berdasarkan data Pengadilan Agama Kabupaten Jepara, tahun 2022 terdapat 535 permohonan dispensasi perkawinan, tahunn 2023 terdapat 497 permohonan dan tahun 2024 ini sudah menurun menjadi 383 permohonan.

Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menegaskan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun dan usia ideal untuk kehamilan pertama adalah 21 tahun,” ujar Menteri PPPA. 

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin memberikan arahan bagi hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara dispensasi kawin dengan menekankan pada perlindungan hak – hak anak.

Dalam pemeriksaan, hakim ikut serta memberikan nasihat dan melibatkan orang tua dari anak yang akan dinikahkan. Fakta hukum dan bukti – bukti pendukung akan dipertimbangkan secara kuat sebelum mengabulkan atau menolak permohonan dispensasi kawin.

 Saat ini, sebagian besar hakim meminta rekomendasi hasil asesmen dari UPTD PPA atau Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA). Anak – anak yang permohonan dispensasi kawinnya ditolak akan mendapatkan pemantauan dan pendampingan untuk memastikan mereka tidak terjerumus dalam perkawinan siri atau perkawinan tidak tercatat, yang dapat berisiko membuat anak tidak terdata serta sulit dipantau pemenuhan hak – haknya,” tambah Menteri PPPA.  

Menteri PPPA menegaskan bahwa upaya pencegahan perkawinan anak tidak dapat berhenti pada penolakan dispensasi semata.

Peran orang tua dan keluarga sangat penting dalam menjaga anak agar tidak terjerumus dalam perilaku berisiko seperti seks bebas atau hubungan di luar nikah. Orang tua, anak, dan calon pasangan harus benar – benar memahami konsekuensi dari perkawinan anak, mulai dari terputusnya pendidikan, risiko kesehatan reproduksi seperti kematian ibu dan bayi, hingga dampak ekonomi, sosial, dan psikologis.

Tanpa kesiapan mental dan emosi, perkawinan anak hanya akan membuka potensi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” pungkas Menteri PPPA. 

 

Berita Regional Sebelumnya
Presiden Prabowo Apresiasi Rektor Universitas Kebangsaan Republik Indonesia Yang Juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar