Cari

Banten, Kota Tangerang

Hapus Tiga Dosa Besar Pendidikan Kemdikbudristek Lakukan TOT Kepada Komunitas Pendidikan

Schoolmedia News Tangerang ---- Kemendikbudristek terus berupaya menghapus “tiga dosa besar” dengan mendorong satuan pendidikan untuk mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan serta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).

“Kami menyadari bahwa Kemendikbudristek tidak dapat berjalan sendiri dalam memajukan pendidikan tanpa adanya kolaborasi dan sinergi pemerintah serta seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, kami berharap kepada komunitas Merdeka Belajar agar dapat bersinergi untuk membantu menyosialisasikan program dan kebijakan Kemendikbudristek serta memberikan masukan kepada kami,” disampaikan pelaksana tugas (Plt.) Kepala BKHM, Anang Ristanto, dalam kegiatan Training Of Trainer (ToT) Komunitas Pendidikan dan Kebudayaan di Tangerang,

“Tiga dosa besar dalam dunia pendidikan yaitu kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransiIni adalah salah satu komitmen kami untuk terus mewujudkan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan,” tutur Anang.

Selain itu, disampaikan Anang dalam acara, Kemendikbudristek telah melakukan kampanye penguatan karakter yang bertema anti kekerasan dan Profil Pelajar Pancasila sebagai upaya dalam penghapusan “tiga dosa besar” pendidikan. “Kami berharap agar anak-anak kita selalu menanamkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Profil Pelajar Pancasila yaitu berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif sehingga tidak terjadi kekerasan seksual, perundungan, serta intoleransi,” imbuh Anang.

Menanggapi itu, Parada Monita Napitupulu, ibu penggerak dari Sidina Community wilayah Nusa Tenggara Timur, turut prihatin atas maraknya kasus “tiga dosa besar” dalam dunia pendidikan. Sebagai orang tua, Monita sangat bersyukur dengan adanya payung hukum yang telah dikeluarkan Kemendikbudristek untuk menanggulanginya. “Semoga segala peraturan yang telah dikeluarkan bisa melindungi setiap tindakan yang tidak sesuai, dan “tiga dosa besar” bisa dimasukkan dalam materi pelajaran mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi,” ujar Monita saat ditemui dalam acara.

Selanjutnya, ia berharap agar Kemendikbudristek terus menggandeng berbagai komunitas dalam mengomunikasikan kebijakannya. “Kegiatan ini sangat bermanfaat karena materinya sangat terkini dan diberikan langsung dari sumbernya, serta saya dapat bertemu dengan banyak ibu yang memiliki visi sama untuk peduli pada kemajuan pendidikan,” imbuh Monita.

Senada dengan Monita, Susi Sukaesih, pendiri Sidina Community mengapresiasi kegiatan ToT bagi Ibu Penggerak. “Saya rasa kegiatan seperti ini sangat perlu karena selain mendapat pembekalan dan pengetahuan dari para pakarnya, acara ini juga sebagai sarana untuk mengembangkan jaringan antar ibu penggerak yang mempunyai semangat sama dalam memajukan pendidikan dari sisi penguatan peran ibu selaku orang tua,” ujar Susi.

Oleh karena itu, Susi mengajak para ibu agar bergabung dengan Sidina Community dan menjadi Ibu Penggerak untuk bergerak bersama memajukan pendidikan. “Saya ingin mengajak para ibu untuk bergabung dengan Sidina Community dan menjadi ibu penggerak, karena banyak sekali manfaat yang akan didapat,” tutur Susi.

Kegiatan ToT Komunitas Pendidikan dan Kebudayaan dilaksanakan selama tiga hari mulai 22-24 Juli 2022 dan diikuti sebanyak 50 orang ibu penggerak dalam Sidina Community yang berasal dari berbagai daerah mulai Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, hingga Nusa Tenggara Timur.  

Selama kegiatan, Ibu Penggerak mendapat pembekalan terkait program dan kebijakan Kemendikbudristek seperti “tiga dosa besar” dalam dunia pendidikan, Profil Pelajar Pancasila, dan Kurikulum Merdeka. Selain itu, pada setiap topik dilakukan pembahasan melalui diskusi kelompok untuk lebih mendalami masalah dan penyelesaiannya.

Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto menyampaikan bahwa Kemendikbudristek mendorong satuan pendidikan agar menerapkan Kurikulum Merdeka sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kesiapan masing-masing satuan pendidikan.

“Karena Kurikulum Merdeka dirancang memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan untuk membuat kurikulum operasional yang kontekstual, sehingga pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik,” ujar Anang dalam acara Training of Trainer (ToT) Komunitas Pendidikan dan Kebudayaan di Tangerang, Jumat (22/7).

L. Julius Juih, Pengembang Teknologi Pembelajaran (PTP) Kemendikbudristek mengungkapkan bahwa pembelajaran berbasis projek di dalam Kurikulum Merdeka mendorong pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak akan semakin  termotivasi untuk belajar. “Orang tua jangan berkecil hati karena kurikulum merdeka melayani semua individu. Anak juga menjadi lebih senang karena di dalam pembelajaran berbasis projek dan penilaian menggunakan portofolio yang bisa dilihat orang tua,” tutur Julius.

Menanggapi hal ini, beberapa orang tua yang tergabung dalam Komunitas Ibu Penggerak turut menyampaikan aspirasi. Irin Setiani, Ibu Penggerak dari Sidina Community Jawa Tengah menyambut baik adanya Kurikulum Merdeka karena lebih memudahkan anak dalam belajar sesuai minat bakat.

“Semoga dengan adanya Kurikulum Merdeka diharapkan anak lebih percaya diri, lebih semangat untuk belajar di sekolah dan mampu mengembangkan bakat sesuai minat anak,” kata Irin.

Selanjutnya, Soraya Pinta Rama, Ibu Penggerak dari Sidina Community Sulawesi Tengah juga memberikan tanggapan positif terhadap Kurikulum Merdeka. Menurutnya, Kurikulum Merdeka bisa memfasilitasi semua anak yang memiliki potensi berbeda. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga bisa mendorong sekolah, guru, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih mandiri, inovatif dan kreatif.

“Saya berharap agar sekolah antusias terhadap Kurikulum Merdeka ini dan bisa menjawab kekhawatiran orang tua tentang nasib pendidikan anaknya,” ujar Soraya.

Berbagi pandangan lainnya, Parada Monita Napitupulu, Ibu Penggerak dari Sidina Community Nusa Tenggara Timur (NTT) turut mendukung implementasi Kurikulum Merdeka. Sebagai seorang guru di SMA Negeri 1 Nekamese Kabupaten Kupang, NTT ia berbagi cerita tentang penerapan Kurikulum Merdeka di sekolahnya.

“Guru dan siswa menyambut baik Kurikulum Merdeka. Di sekolah kami, siswa dilibatkan dalam banyak projek, memobilisasi serta memfasilitasi kegiatan dan kebutuhan siswa yang sesuai dengan zamannya. Dengan begitu, bukan hanya siswanya yang harus berpikir kritis, tetapi guru juga dituntut harus lebih kreatif,” jelas Monita.

Senada dengan Mona, Susi Sukaesih, pendiri Sidina Community juga mendukung kehadiran Kurikulum Merdeka. “Menurut saya Kurikulum Merdeka ini sangat sederhana tapi mendalam, aplikatif, relevan, dan sangat menfasilitasi minat serta bakat siswa. Sehingga siswa tidak merasa terbebani tapi merasa senang belajar, hal itu sejalan dengan semangat Merdeka Belajar yang digaungkan Kemendikbudristek,” terang Susi.

Lebih dari itu, Susi berharap agar Ibu Penggerak terus dilibatkan Kemendikbudristek untuk bersama-sama mendorong orang tua agar berperan lebih aktif dalam pendidikan anak, sehingga peran trisentra pendidikan dapat tercapai

Tim Schoolmedia

Berita Regional Selanjutnya
Pembelajaran Berbasis Proyek Tingkatkan Minat Belajar Siswa
Berita Regional Sebelumnya
Tranformasi Digital, Kemenag Rilis Aplikasi E-Dupak Prahum

Berita Regional Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar