Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise dalam Diskusi Publik Bahaya Human Trafficking di tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Rabu, 9 Juli 2019. Foto: Humas Kemenpppa
SCHOOLMEDIA, Jakarta - Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin berkembang seiring dengan majunya teknologi komunikasi dan industri pariwisata nasional. Baik kemajuan teknologi serta peningkatan aksesibilitas dan mobilitas penduduk dan pendatang keduanya berperan terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mengatakan hal itu dalam Diskusi Publik Bahaya Human Trafficking di tengah Majunya Industri Pariwisata Nasional di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta.
“TPPO adalah kejahatan serius. Di era modern ini, modus dan cara TPPO sangat beragam dan terus berkembang. Misalnya, bekerja melebihi waktu dengan gaji minim, bekerja shift malam namun kurang perlindungan," kata Yohana dalam pers rilis yang diterima news.schoolmedia.id, pada Rabu,10 Juli 2019.
Yohana menjelaskan, berdasarkan pengalaman pihaknya dalam menangani kasus TPPO, selama ini industri pariwisata seringkali memanfaatkan perempuan dan anak sebagai pekerja dan daya tarik.
Baca juga: BKKBN: Perempuan Berperan Penting dalam Ketahanan Keluarga
Banyak modus yang digunakan. Yohana melanjutkan, modus tersebut di antaranya para oknum turis menjadi seorang guru kursus yang mengajarkan bahasa asing kepada anak - anak kita.
Para orang tua, kata Yohana, merasa bangga jika anak - anaknya bergaul dengan para turis. Padahal, jika tidak diawasi dengan baik hal tersebut bisa saja berakhir kepada pelecehan seksual bahkan TPPO.
Namun, Yohana menegaskan, patut diwaspadai karena kedua hal tersebut juga mengakibatkan peluang bagi oknum untuk menjadikan perempuan dan anak sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Oleh karenanya, menurut Yohana, diperlukan inovasi dan kreativitas dalam melakukan literasi terkait perdagangan orang dan literasi digital, utamanya kepada kaum milenial.
Ia juga bercerita ketika dirinya berkunjung ke luar negeri, ia seringkali mengunjungi shelter - shelter korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) illegal. Sebagian besar korban tersebut berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Dengan kondisi ini, ia selalu mengingatkan agar para orang tua terus mengawasi anak - anak mereka, terutama bagi kaum milenial dari dampak negatif teknologi.
“Generasi milenial cenderung melihat dunia dengan cara yang berbeda, borderless, semua kini serba digital dan online. Kita semua harus bersinergi dalam upaya melindungi generasi milenial dengan ide kreatif dan inovatif,” tutur Yohana.
Baca juga: Indonesia, Negeri 1001 Startup
Terkait dengan hal ini, Ketua KPAI, Susanto mengatakan ada beberapa kasus yang menjadikan target TPPO mulai bergeser, yang semula berada di kota, saat ini pindah ke desa.
Para pelaku, kata Susanto, berpikir bahwa di desa relatif lebih aman untuk melakukan aktivitas TPPO. Maka, Susanto mengatakan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO.
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam memberantas TPPO. Pertama, kata Susanto, adalah literasi terkait pencegahan perdagangan orang bagi anak. Menurutnya di era komunikasi sangat diperlukan literasi digital.
Berdasarkan laporan yang diterima pihak KPAI, kebanyakan kasus terkait perdagangan orang yang berawal dari komunikasi cyber, seperti media sosial.
"Maka literasi merupakan hal yang mendasar. Kedua, penanganan terkait kasus berbasis TPPO., ketiga, rehabilitasi korban TPPO. Keempat, proses hukum. Negara harus tegas. Tidak ada toleransi bagi pelaku aktivitas TPPO,” ujar Susanto.
Dalam hal penanganan kasus-kasus TPPO, di tingkat nasional dan daerah telah dilakukan sinergis antara anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PP TPPO).
Pada 2018 hingga pertengahan tahun 2019, GT PP TPPO telah menangani kasus 11 orang perempuan yang diperdagangkan ke Tiongkok dengan modus pengantin pesanan. Pemulangan dan pencegahan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal juga masih terus dilakukan.
Terkait kebijakan, walaupun sudah banyak kebijakan yang berhubungan dengan TPPO, namun Yohana menambahkan, masih terdapat tantangan dalam implementasinya.
Yohana menuturkan, perlu adanya sinergi dari berbagai pihak untuk memberantas TPPO, terutama seiring semakin majunya teknilogi komunikasi dan industri pariwisata nasional.
“Kita harus mewaspadai dan mengawasi hal ini isu TPPO. Jangan sampai perkembangan teknologi komunikasi dan industri pariwisata yang diharapkan pemerintah dapat berkontribusi pada perekonomian nasional namun dalam prosesnya mengekploitasi perempuan dan anak yang pada akhirnya menurunkan kualitas SDM Indonesia,” kata Yohana berharap.
Tinggalkan Komentar