Gubernur Bank Indonesia, Pery Warjiyo memaparkan 5 (Lima) Visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 untuk memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif, Senin (27/5), Sumber: Dep. Komunikasi BI
Bank Indonesia (BI) meluncurkan standar kode respons cepat atau "Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS)" sebagai acuan pembayaran melalui "QR Code" yang tengah marak dilakukan di Indonesia. Kode ini sekaligus sebagai langkah baru dalam pengembangan ekonomi dan keuangan digital.
"Kehadiran QRIS akan memungkinkan pembayaran QR terkoneksi dan terinteroperabilitas dengan menggunakan satu standar 'QR Code', " ujar Gubernur Bank Indonesia Pery Warjiyo di Jakarta, Senin, 27 Mei 2019.
Dalam tahap awal, menurut Pery, BI akan memperkenalkan QRIS untuk contoh mitra toko usaha atau merchant presented model (MPM) yang akan mulai diimplementasikan pada semester II 2019.
Ekonomi digital, kata Pery, kini berkembang dengan sangat pesat, termasuk di Indonesia. Sektor ini diproyeksikan dapat menyumbang 155 miliar dolar AS ke PDB Indonesia pada 2025.
Selain meluncurkan tahap awal standar QR Code, BI juga memperkenalkan lima visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang dibuat untuk memastikan arus digitalisasi berkembang dalam ekosistem ekonomi dan keuangan digital yang kondusif.
"Kita mesti manfaatkan ekonomi digital ini untuk mendorong perekonomian. Bagaimana kita menghadapi disruptif ini untuk menumbuhkan ekosistem yang baik," ujar Pery.
Visi pertama untuk membangun ekonomi digital, kata Pery menjabarkan, adalah mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan.
Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin keterhubungan antara sektor finansial berbasis teknologi (tekfin) dengan perbankan. Tujuannya, kata Pery, untuk menghindari risiko aktivitas perbankan tidak tercatat (shadow banking) melalui pengaturan teknologi digital, kerja sama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
"Untuk menghindari 'shadow banking', kita mesti seimbang antara perbankan dan fintech," kata Pery.
Selanjutnya, di visi keempat, BI beserta kementerian lembaga dan industri digital juga menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen (consumers protection), integritas, dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat.
Terakhir, kata Pery, yakni menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi keuangan digital antarnegara. Salah satunya melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerja sama penyelenggara asing dengan domestik, tentunya dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.
"Kelima visi sistem pembayaran 2025 tersebut akan diwujudkan melalui lima inisiatif, baik yang akan diimplementasikan secara langsung oleh BI maupun diimplementasikan melalui kolaborasi dan koordinasi yang produktif dengan kementerian dan lembaga terkait beserta industri," kata Pery.
Tinggalkan Komentar