Cari

Hindari Patahan Kurikulum, Direktorat PAUD Dorong Kabupaten/Kota Bentuk Forum Komunikasi PAUD - SD

 

Schoolmedia News Jakarta --- Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Dit PAUD Kemendikbudristek) mendorong Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia untuk segera membentuk Forum Komunikasi Pendidikan Anak Usia DIni dan Sekolah Dasar (FK PAUD - SD) guna menghindari terjadinya perbedaan paradigma dalam penyusunan kurikulum pendidikan dari jenjang PAUD ke Sekolah Dasar yang kerap disebut dengan  terjadinya patahan kurikulum.

"Lahirnya  Forum Komunikasi PAUD dan SD ini diawali oleh upaya untuk mengantisipasi serta menjawab berbagai tantangan terutama terkait dengan kualitas pendidikan anak usia dini di masa lampau. Pertama  terkait dengan inkonsistensi kebijakan di bidang pendidikan, khususnya antara jenjang pendidikan anak usia dini dan jenjang pendidikan sekolah dasar dalam konteks persiapan bersekolah dari satu jenjang pendidikan ke jenjang berikutnya," ujar Direktur PAUD Dr Muhammad Hasbi dalam Bimbingan Teknis Penguatan Forum Komunikasi PAUD-SD Angkatan ke 2 di Jakarta, Kamis - Sabtu (16-18/6). 

Dijelaskan oleh Direktur PAUD, kurikulum yang digunakan anak usia dini dan kurikulum di SD pada waktu itu menggunakan kurikulum 2013. Saat ini pun masih banyak satuan pendiikan   masih menggunakan  kurikulum 2013. "Perbedaan paradigma tim penyusun kurikulum  PAUD dan kurikulum SD menyebabkan terjadinya semacam gap atau jurang pemisah. Jurang pemisah penguasaan pengetahuan antara anak PAUD dan SD  ini kemudian sering disebut istilah kerennya patahan-patahan kurikulum," ujarnya.

Patahan kurikulum PAUD dan SD, menurut Hasbi terjadi  karena pertama yang menyusun kurikulum ini tidak belum melakukan komunikasi  intensif diantara tim penyusun yang satu dengan tim lain. Kemudian, penyusun kurikulum PAUD berbeda paradigma dengan tim penyusun kurikulum SD. Penyusun kurikulum PAUD  menganut paradigma pendidikan perkembangan sedangkan tim penyusun kurikulum SD menganut paradigma kompetensi hasil belajar.

Akibat perbedaan paragidma ini, lanjut Hasbi maka yang dihasilkan tentu sangat berbeda dikemudian hari. Hal ini menyebabkan lahirnya dua permasalahan. Pertama  adanya miskonsepsi mengenai pendidikan anak usia dini yang akan masuk SD khususnya bagi anak usia dini yang berusia 5 sampai dengan 6 tahun, sehingga anak-anak usia bermain ini dipersiapkan secara berlebihan untuk menguasi literasi dan numerasi.

"Mengapa saya sebut dipersiapkan secara berlebihan karena memang dimasa lampau kita tidak melarang  hal itu terjadi.  Bukan praliterasi dan pranumerasi  yang kita persoalkan, tetapi  bagaimana cara melakukan hal itu  sesuai dengan kebutuhan serta kondisi fisik, motorik, psikologis dan perkembangan anak usia dini. Karena tuntutan kurikulum di SD sangat berat yang tadinya anak-anak menggunakan paradigma bermain adalah belajar, kemudian ketika anak PAUD masuk SD mereka harus menyelesaikan berbagai mata pelajaran yang dibutuhkan kecakapan secara terukur. Memaksakan hadirnya kecakapan literasi dan numerasi lebih awal di jenjang PAUD secara berlebihan sangat tidak tepat. Nah inilah kemudian yang mengakibatkan banyak anak-anak PAUD  itu yang kemudian tidak bahagia bersekolah dijenjang berikutnya karena sejak awal menganggap bahwa sejak masih di PAUD mereka menganggap bahwa sekolah itu adalah siksaan bagi mereka," ujar Hasbi, 

Dijelaskan, ketika anak usia dini sejak awal dipaksa belajar tidak sebagaimana semestinya atau sudah di gaspol, maka lama-kelamaan ketika dia masuk ke jenjang pendidikan berikutnya maka mereka akan mengalami suatu kondisi dimana anak usia dini akan tertekan secara psikis. Jika  dibiarkan akan berakibat kepada menurunnya prestasi mereka di kelas atau jenjang selanjutnya.

Tujuannya Direktorat PAUD mendorong Kabupaten/Kota membuat Forum Komunikasi PAUD - SD adalah guna memastikan agar ada transisi yang secara mulus terjadi dari jenjang pendidikan anak usia dini ke jenjang pendidikan sekolah dasar. Akan disampaikan oleh para narasumber yang lebih kompeten penjelasan akademisnya. Yang pasti adalah ketika nanti anak PAUD masuk SD anak tidak mengalami persoalan lagi.

Diungkap oleh Direktur PAUD, akibat terjadinya patahan kurikulum antara PAUD dan SD hal ini pertama menimbulkan persoalan psikologis. Ada banyak kasus di mana kita melihat anak-anak sangat ketakutan untuk masuk SD. Sampai orang tuanya harus menemani anak disekolah  tergantung seberapa seberapa besar hambatan psikologis anak itu bersekolah. 

"Nah ini membuktikan bahwa ketika anak ini mengalami hal seperti itu, maka mereka tidak pernah menikmati transisi yang mulus dari pendidikan anak usia dini atau tidak bersekolah. Saya ingat kata transisi itu tidak ada, tidak ada kata transisi ketika mereka bersekolah di PAUD ke SD. Persoalan ini semakin besar ketika mereka tidak bersekolah di PAUD, tidak ada pengalaman bersekolah sama sekali. Jadi ketika anak ada anak yang seperti itu bisa dipastikan transisinya dari PAUD ke SD tidak mulus," ujarnya.

Kesiapan bersekolah ini bertujuan salah satu diantaranya untuk memastikan bahwa anak memperoleh pengetahuan esensial yang dibutuhkan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang berikutnya. Tentu pemenuhan kebutuhan esensial anak usia  dini  yaitu kebutuhan pendidikannya, kebutuhan kompetensi yang esensial ini termasuk diantaranya pendidikan  praliterasi dan numerasi harus digarisbawahi wajib dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan, cara-cara yang kontekstual dan cara-cara yang bermakna.

Ditegaskan oleh Hasbi, jika persoalan patahan kurikulum  PAUD dan anak SD dapat diatasi, dan anak lebih siap untuk mengikuti program pendidikan di jenjang berikutnya maka program kesiapan bersekolah akan terlaksana dengan baik. "Disamping itu terkait kesiapan bersekolah dengan kurikulum merdeka yang saat ini dikembangkan, saya informasikan bahwa sejak setahun yang lalu telah bekerja dengan sangat keras untuk memastikan bahwa patahan kurikulum dapat teratasi yang tadi saya sampaikan, perpindahan jenjang PAUD ke jenjang Sekolah Dasar akan berjalan mulus," katanya.

Karena itu, sambungnya, saat ini telah lahir apa yang disebut Merdeka Belajar antar jenjang setelah tidak ada lagi patahan kurikulum. Hambatan patahan kurikulum PAUD dan SD ini menurut data  menunjukkan bahwa pendidikan kita tidak meningkat dari waktu ke waktu khususnya terkait dengan kualitas kompetensi sosial yaitu literasi dan numerasi.

Jenjang SD terutama di kelas awal tidak tercipta peningkatan kualitas betis dan operasi ini sebenarnya tidak hanya terjadi secara instan ini adalah buah dari kurangnya pembinaan sejak Pendidikan Anak Usia Dini. Kurikulum Merdeka yang ada saat inimenyambungkan antara PAUD sebagai jenjang fondasi dengan jenjang pendidikan berikutnya yaitu kelas kelas awal SD.

"Dijenjang PAUD kita yakini telah berupaya untuk menciptakan transisi yang mulus dari sisi kurikulum karena itu maka patahan kurikulum yang perlahan tapi pasti telah mulai teratasi itu membutuhkan persiapan bersekolah yang perannya menjembatani patahan kurikulum," tutupnya. 

Penulis Eko 

Lipsus Selanjutnya
Kemenag Siapkan Pengaturan Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK
Lipsus Sebelumnya
Rakornas Pengembangan Literasi dan Inovasi Berbasis Desa Sepakat Optimalkan Dana Desa

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar