Schoolmedia News Surabaya == âSuara anak saya hanya lirih, katanya kedinginan dan haus. Saya hanya bisa menangis setiap dengar kabar belum ditemukan. Tapi alhamdulillah, Allah masih kasih dia umur panjang.â Suara Fauziah (43), orang tua salah satu santri Pondok Pesantren Al Khoziny, pecah ketika melihat anaknya keluar dari reruntuhan musala yang ambruk, Kamis (2/10/2025).
Musala sederhana di komplek pesantren itu, yang biasa menjadi tempat anak-anak mengaji dan istirahat sejenak selepas shalat, tiba-tiba runtuh pada Senin sore (29/9). Bangunan reyot yang sudah lama dikeluhkan soal strukturnya itu roboh menimpa puluhan santri yang sedang beristirahat. Tiga hari lamanya, tim penyelamat bekerja dengan tangan kosong, sekop, hingga sensor deteksi suara untuk mencari tanda-tanda kehidupan.
Keajaiban itu benar-benar datang. Lima santri berhasil dievakuasi dalam keadaan hidup, meski tubuh mereka lemah, luka-luka, dan nyaris kehilangan harapan. âSaya dengar suara temannya bilang, âAku masih hidup, jangan tinggalkan akuâ. Itu yang bikin kami semangat gali terus,â tutur Budi, seorang relawan SAR dengan mata berkaca-kaca.
Salah seorang santri, Ahmad (15), masih gemetar ketika ditemui wartawan di ruang perawatan RSUD Notopuro. Dengan suara pelan ia bercerita, âHari pertama saya cuma bisa berdoa. Gelap sekali. Kami bertiga saling panggil nama, saling kuatkan. Hari kedua perut mulai perih, haus sekali. Kami ketiduran, bangun lagi, terus berdoa. Sampai dengar suara orang gali dari atas, rasanya seperti mimpi.â
Ahmad mengatakan, yang paling ia rindukan saat itu hanya ingin kembali memeluk ibunya. âSaya takut, Bu. Tapi Allah kasih kesempatan hidup lagi,â ujarnya sambil menangis di pelukan sang ibu.
Guru mereka, Ustazah Maryam, yang sejak hari pertama berada di lokasi pencarian, tak kuasa menahan haru. âAnak-anak ini seperti diberi kehidupan kedua. Tapi kami juga berduka, sebab ada yang tidak selamat. Ini tamparan keras untuk kami semua, terutama soal keselamatan bangunan di pesantren,â katanya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Pratikno, bersama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, menjenguk para santri selamat. Ia menyalami satu per satu, memberi semangat dan menyerahkan bantuan. âAlhamdulillah ada lima yang selamat. Mereka sudah dalam penanganan RSUD dengan dukungan penuh Kemenkes dan Kemensos,â ujar Pratikno.
Kunjungan Pejabat Dinilai Belum Cukup
Namun bagi para keluarga korban, sekadar ucapan simpati belum cukup. âKami bersyukur anak kami selamat. Tapi kenapa harus menunggu tiga hari baru pakai alat berat? Kenapa bangunan musala yang sudah retak-retak tidak pernah dicek?â ungkap Fauziah dengan nada kecewa.
Kisah ini menyisakan catatan penting. Bangunan musala pesantren itu, menurut warga sekitar, sudah lama terlihat rapuh. Tetapi tak pernah ada inspeksi dari dinas terkait. Pondok pesantren di banyak daerah memang tumbuh mandiri, minim pengawasan teknis, dan luput dari perhatian pemerintah.
âPesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tapi juga tempat ribuan anak tinggal sehari-hari. Kenapa keselamatan mereka diabaikan? Pemerintah jangan baru muncul setelah musibah. Harus ada pengawasan, sertifikasi kelayakan bangunan, bukan hanya bagi sekolah negeri, tapi juga pesantren dan lembaga pendidikan swasta,â kritik Ustazah Maryam.
Relawan SAR bahkan menyesalkan keterlambatan pengambilan keputusan dalam proses evakuasi. âKalau saja penggunaan alat berat diputuskan lebih cepat, mungkin nyawa lain bisa terselamatkan,â ujar Budi.
Meski penuh luka, para santri selamat itu kini menjadi simbol harapan. Ahmad dan teman-temannya masih harus menjalani perawatan, namun doa dan dukungan terus mengalir. âAnak-anak ini akan selalu ingat bahwa hidup mereka bonus. Semoga bisa jadi pelajaran berharga untuk pemerintah, pengelola pesantren, dan kita semua,â kata Fauziah.
Di balik syukur ada tuntutan: jangan biarkan musala, sekolah, dan asrama rapuh lain menunggu runtuh untuk jadi perhatian. Karena di dalamnya ada anak-anak yang berhak belajar, berdoa, dan hidup dengan rasa aman.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar