Cari

Peraih Nobel Brian Schmidt Dorong Indonesia Bangun Ekonomi Berbasis Sains



Schoolmedia News Jakarta --- Bagi negara yang ingin membangun ekonomi berbasis pengetahuan, pelajaran paling berharga bisa datang dari tempat yang paling jauh di alam semesta.

Pada Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, Jumat (8/8/2025) di Sabuga, ITB, fisikawan peraih Nobel, Profesor Brian Schmidt, menyampaikan pidato yang menggugah. Beliau mengajak Indonesia untuk mengadopsi strategi jangka panjang yang kolaboratif dan mendukung riset ilmiah sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi.

Prof. Schmidt menyampaikan bahwa manfaat ekonomi terbesar datang dari budaya riset yang mendorong rasa ingin tahu dan kebebasan berpikir. Beliau mengangkat kisah dari bidang astronomi, khususnya cerita “Tujuh Bersaudara” (Seven Sisters) yang dikenal di banyak budaya—mulai dari Yunani, India, hingga Thailand—sebagai simbol pencarian pengetahuan yang bersifat universal.

Beliau lalu mengulas sejarah astronomi dari Copernicus hingga Newton, dan menekankan bahwa ilmu pengetahuan bukan sekadar kumpulan fakta, melainkan proses berkelanjutan yang melibatkan prediksi, pengamatan, dan perbaikan.

Prof. Schmidt juga membagikan kisah pribadinya. Beliau tumbuh di daerah pegunungan terpencil di Alaska karena pekerjaan ayahnya sebagai ahli biologi. Dari latar belakang tersebut, beliau bersama tim kolaborasi ilmuwan dari Australia dan Amerika Serikat memenangkan Nobel atas riset tentang nasib alam semesta--dengan dana perjalanan sebesar 8.000 dolar Australia. Beliau menegaskan bahwa investasi paling penting adalah pada manusia dan ide-idenya.

“Saya bukan ditakdirkan jadi peraih Nobel. Saya berasal dari keluarga biasa, tempat biasa,” katanya, memberi semangat kepada para ilmuwan Indonesia dari semua latar belakang. “Ilmu pengetahuan tidak peduli di mana kamu lahir, yang penting adalah apa yang kamu lakukan.”

Prof. Schmidt juga menjelaskan bagaimana riset fundamental dapat berdampak besar secara ekonomi. Banyak teknologi yang digunakan sekarang berasal dari rasa ingin tahu ilmiah yang awalnya tidak bertujuan komersial, seperti:

1. WiFi yang berasal dari riset astronomi tentang lubang hitam;

2. GPS yang bergantung pada teori relativitas Einstein;

3. Kamera CMOS pada smartphone yang awalnya dikembangkan untuk misi luar angkasa;

4. Internet dan layar sentuh yang dibuat di CERN untuk memudahkan kolaborasi antarilmuwan.

Untuk Indonesia bisa memetik manfaat yang sama, Schmidt menyarankan empat langkah:

1. Membina Ekosistem Riset Tanpa Hambatan

Beliau mendorong agar jarak antara universitas, lembaga riset, dan industri diperpendek—bahkan jika memungkinkan, ditempatkan berdampingan—untuk memudahkan kolaborasi.

2. Tinjau Ulang Kebijakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Kebijakan HKI yang terlalu ketat dapat menghambat inovasi. Beliau mencontohkan Universitas Stanford yang kekayaannya bukan berasal dari royalti, tapi dari ekosistem yang mendukung pendirian perusahaan-perusahaan sukses oleh alumninya.

3. Komitmen Investasi Jangka Panjang

Singapura dijadikan contoh negara yang berhasil meningkatkan GDP tanpa sumber daya alam, tapi konsisten berinvestasi pada riset dan teknologi selama 40 tahun.

4. Berdayakan Peneliti

Schmidt menekankan pentingnya memberikan waktu, fasilitas, dan kebebasan bagi para peneliti untuk berinovasi. Menurutnya, ini adalah bentuk investasi yang paling menguntungkan.

Pidato Profesor Schmidt menjadi penguat bagi visi besar KSTI 2025. U ntuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang adil dan berkelanjutan, Indonesia perlu membangun ekosistem sains yang terhubung erat dengan dunia usaha.

Beliau menekankan bahwa kesuksesan tidak akan tercapai dengan memaksa ilmuwan untuk langsung membuat produk. Sebaliknya, perlu diciptakan sistem yang memudahkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri, agar ide-ide besar dapat dengan mudah bergerak dari laboratorium ke dunia nyata saat waktunya tiba.

Tim Schoolmedia

Berita Selanjutnya
Kick Off Olimpiade Madrasah Indonesia Tahun 2025
Berita Sebelumnya
Peta Jalan Pendidikan Jarak Jauh Disiapkan Ditjen Vokasi PKLK

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar