Schoolmedia News Jakarta == Tawa riang anak-anak memenuhi area kegiatan "Sehari Bermain Bersama Anak" di Jakarta pada Sabtu lalu, namun di balik keceriaan itu, tersimpan misi besar: menanamkan kecintaan terhadap lingkungan sejak dini. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Save the Children secara resmi meluncurkan Aksi Generasi Iklim (AGI) 2025 melalui acara yang menjadi ruang belajar interaktif bagi para tunas bangsa.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menegaskan pentingnya kegiatan ini. "Anak-anak bukan hanya sedang bermain hari ini. Mereka sedang belajar mencintai bumi. Dan dari tangan merekalah, masa depan yang hijau itu akan lahir," ujarnya. Pernyataan ini menggarisbawahi keyakinan bahwa masa depan bumi ada di tangan generasi muda yang saat ini tengah bermain dan belajar.
Kegiatan ini merupakan bagian integral dari rangkaian peringatan Hari Anak Nasional 2025, sekaligus menjadi penanda peluncuran resmi AGI 2025. AGI sendiri merupakan inisiatif kolaboratif antara Kemenko PMK dan Save the Children Indonesia yang telah dirintis sejak tahun lalu. Inisiatif ini dirancang khusus untuk mendorong partisipasi aktif anak-anak dan generasi muda dalam aksi perubahan iklim, namun dengan pendekatan yang menyenangkan dan edukatif.
Pada tahun ini, AGI mengusung metode "learning through play" atau belajar sambil bermain. Pendekatan inovatif ini bertujuan untuk menciptakan pengalaman belajar yang tidak hanya efektif tetapi juga menarik bagi anak-anak. Sasaran AGI pun tidak hanya terbatas pada satuan pendidikan formal seperti sekolah, melainkan juga merambah ke pendidikan nonformal, termasuk pesantren.
Melalui metode ini, anak-anak didorong untuk menjadi subjek aktif yang mampu berpikir kritis dan bertindak nyata dalam menghadapi isu-isu perubahan iklim. Mereka tidak lagi hanya diposisikan sebagai objek dari kebijakan, melainkan agen perubahan yang memiliki suara dan peran penting.
"Permainan hari ini adalah langkah kecil untuk bumi yang lebih baik. Karena anak-anak yang bermain hari ini adalah pemimpin perubahan esok hari," tambah Woro Srihastuti Sulistyaningrum.
Optimisme ini menjadi dasar harapan pemerintah agar melalui peluncuran AGI 2025, lahir generasi anak-anak Indonesia yang tidak hanya sadar lingkungan, tetapi juga tangguh dalam menghadapi tantangan iklim, serta siap membawa perubahan nyata menuju terwujudnya Indonesia Emas 2045 yang hijau dan berkelanjutan.
Menjadi Gerakan Learning Through Play
Anak-anak dan orang muda dari berbagai daerah di Indonesia siap menjadi garda terdepan dalam menyuarakan perubahan iklim melalui "Kick-Off Aksi Generasi Iklim 2025: Sehari Bermain Bersama Anak".
Acara ini menandai dimulainya gerakan yang mengedepankan pendekatan "Learning Through Play", di mana anak-anak diajak memahami isu krusial ini melalui permainan, ide, dan inovasi yang menyenangkan.
âGerakan Aksi Generasi Iklim tahun ini meyakini bahwa perubahan bisa dimulai dari hal sederhana: bermain dan belajar bersama,â ujar CEO Save the Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar.
Dikatakan, bagi anak-anak, bermain bukan hanya hiburan, melainkan cara terbaik untuk memahami dunia di sekitar mereka dan menyuarakan aspirasi. #SekarangSaatnya kita mendengarkan suara mereka dan bergerak bersama menghadapi krisis iklim dengan cara yang relevan bagi mereka.
Mendukung Suara Anak-Anak di Garis Depan Krisis Iklim. Save the Children mengambil peran penting dalam mendukung anak-anak untuk menyuarakan hak-hak mereka, terutama bagi mereka yang paling terpinggirkan dan telah merasakan dampak buruk krisis iklim.
Organisasi ini berkomitmen memastikan anak-anak menjadi bagian dari solusi dan mampu memengaruhi keputusan para pemangku kebijakan di tingkat lokal, nasional, hingga global.
Berdasarkan laporan Save the Children International, "Born Into The Climate Crisis", aktivitas manusia yang mengeksploitasi bahan bakar fosil dan industri perusak lingkungan, serta kelambanan pemerintah dalam mengambil kebijakan pro-lingkungan, menyebabkan anak-anak menanggung beban kerugian terbesar.
Dampaknya beragam, mulai dari terganggunya kesehatan hingga kehilangan lahan, warisan budaya, pengetahuan lokal, dan keanekaragaman hayati.
Ancaman Nyata bagi Generasi Masa Depan
Pemodelan yang dikembangkan tim peneliti iklim internasional dari Vrije Universiteit Brussel mengungkapkan fakta mengejutkan: anak yang lahir pada tahun 2020 diperkirakan akan mengalami rata-rata dua kali lebih banyak kebakaran hutan, 2,8 kali lebih banyak gagal panen, 2,6 kali lebih banyak kekeringan, 2,8 kali lebih banyak banjir, dan 6,8 kali lebih banyak gelombang panas sepanjang hidup mereka dibandingkan dengan orang yang lahir pada tahun 1960.
âData ini juga menunjukkan bahwa anak-anak dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah akan menanggung beban terberat,â ujarnya.
Rekomendasi dan Komitmen
Untuk mengatasi ketidakadilan iklim dan memenuhi janji dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta Konvensi Hak Anak (CRC), Save the Children International mengeluarkan beberapa rekomendasi mendesak:
*Tindakan Ambisius Sekarang: Pemerintah, donor, sektor swasta, dan lembaga multilateral harus segera mengambil tindakan ambisius untuk membatasi pemanasan global hingga maksimum 1,5°C di atas tingkat pra-industri, termasuk dengan menghapus penggunaan dan subsidi bahan bakar fosil secara cepat.
*Peningkatan Pendanaan Iklim: Meningkatkan komitmen pendanaan iklim untuk mitigasi dan adaptasi, sebagai pengakuan bahwa krisis iklim adalah masalah hak anak yang paling berdampak. Ini termasuk memenuhi janji mobilisasi setidaknya USD 100 miliar per tahun, dengan minimal 50% dialokasikan untuk langkah-langkah adaptasi di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
* Pengakuan Anak sebagai Agen Perubahan: Mengakui anak-anak sebagai pemangku kepentingan yang setara dan agen perubahan utama dalam menangani krisis iklim dan lingkungan, termasuk dengan membangun mekanisme dan platform yang ramah anak untuk memfasilitasi keterlibatan formal mereka dalam pembuatan kebijakan iklim.
* Peningkatan Sistem Perlindungan Sosial: Meningkatkan sistem perlindungan sosial untuk mengatasi peningkatan dampak guncangan iklim pada anak-anak dan keluarga mereka, dengan ambisi beralih ke manfaat anak universal dari waktu ke waktu.
Sejalan dengan rekomendasi tersebut, Save the Children Indonesia berkomitmen menjalankan kampanye nasional untuk mengurangi dampak terburuk krisis iklim yang telah mulai dialami anak-anak dan masyarakat.
Mereka akan memberikan ruang bagi anak-anak untuk menyuarakan pendapat, meningkatkan kesadaran masyarakat, menciptakan gerakan di komunitas, serta mengajak anak-anak lain dan masyarakat umum untuk terlibat, serta berbicara langsung kepada para pemangku keputusan tentang masa depan mereka.
Waktu Kritis untuk Bertindak
Krisis iklim berdampak langsung pada anak-anak di seluruh dunia dan menjadi ancaman besar terhadap kelangsungan hidup, akses pendidikan, dan perlindungan. Jika tidak ada tindakan nyata, beban berat ini akan ditanggung oleh generasi mendatang.
Suhu bumi diprediksi menuju kenaikan sebesar 2,7º C pada akhir abad ini, yang akan menyebabkan kerusakan masif dan memicu lebih banyak bencana alam. Risiko ini telah diakui dan dibahas dalam Persetujuan Paris (Paris Agreement) pada 12 Desember 2015, yang kemudian diratifikasi oleh 195 negara, termasuk Indonesia (Undang-Undang No. 16 Tahun 2016).
Untuk memenuhi skenario membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5º C sesuai Perjanjian Paris, dunia perlu mengurangi emisi hingga hampir 8% per tahun dari 2020 hingga 2030. Kita memiliki kurang dari 10 tahun untuk bertindak dan menyelamatkan generasi yang akan datang dari dampak terburuk krisis iklim.
Masa depan generasi saat ini sangat ditentukan oleh krisis iklim yang terjadi sekarang. Anak-anak berhak untuk bersuara serta beraksi bagi generasi mereka. Ini adalah Aksi untuk Generasi Iklim.
Penyunting Eko Harsono
Sumber Siaran Pers Kemenko PMK dan Save The Children
Tinggalkan Komentar