Program Sekolah Rakyat Perlu Evaluasi Serius: Solusi Sementara yang Minim Dampak Jangka Panjang
Schoolmedia News Jakarta â Program Sekolah Rakyat yang digagas pemerintah sebagai solusi pendidikan alternatif untuk masyarakat marginal dinilai belum menjawab akar persoalan ketimpangan akses dan mutu pendidikan di Indonesia. Meski program ini diklaim sebagai bentuk komitmen negara terhadap hak pendidikan warga, sejumlah pengamat menilai pendekatan yang digunakan cenderung tambal sulam dan minim dampak jangka panjang.
Program yang menyasar anak-anak putus sekolah, pekerja anak, dan masyarakat prasejahtera ini dijalankan di luar sistem pendidikan formal, dengan konsep belajar komunitas, relawan pengajar, dan kurikulum fleksibel. Namun, sejak peluncurannya, muncul kritik soal ketidakterpaduan antara Sekolah Rakyat dengan sistem pendidikan nasional.
"Pemerintah seperti menciptakan jalur darurat alih-alih memperkuat sistem formal yang sudah ada. Program ini bagus secara semangat, tapi dalam praktiknya tidak memiliki daya dorong struktural terhadap keadilan pendidikan," kata Dr. Darmaningtyas, pemerhati pendidikan dari Taman Siswa.
Salah satu persoalan mendasar adalah kualitas pengajar. Mayoritas relawan di Sekolah Rakyat belum dibekali pelatihan pedagogik yang memadai. Akibatnya, proses belajar-mengajar di banyak titik program ini lebih menyerupai kegiatan informal daripada proses pendidikan yang terstruktur.
Selain itu, ketiadaan standarisasi kurikulum membuat lulusan Sekolah Rakyat kesulitan untuk diakui dalam jenjang pendidikan formal berikutnya. Banyak siswa kesulitan mengikuti ujian kesetaraan karena ketimpangan materi dan metode belajar.
"Anak saya sudah dua tahun ikut Sekolah Rakyat, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan bagaimana dia bisa lanjut ke SMP negeri," ujar Siti Aisyah, orang tua peserta dari Bekasi.
Kritik juga datang dari kalangan guru formal. Mereka menilai pemerintah seharusnya memperkuat sekolah negeri yang sudah ada, termasuk memperluas daya tampung dan menggratiskan kebutuhan dasar siswa, ketimbang membangun sistem alternatif yang tidak terintegrasi.
Sementara itu, data dari Kementerian Pendidikan mencatat bahwa sekitar 1,2 juta anak usia sekolah masih belum mengakses pendidikan dasar dan menengah. Program Sekolah Rakyat hanya menjangkau kurang dari 5% dari populasi tersebut hingga pertengahan 2025.
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan akan terus mengevaluasi efektivitas program ini. Namun hingga kini, belum ada laporan komprehensif yang membahas hasil capaian dan tantangan lapangan dari program tersebut.
"Jika tidak ditopang dengan regulasi yang kuat, anggaran yang layak, serta integrasi ke dalam sistem nasional, maka Program Sekolah Rakyat hanya akan menjadi etalase kebijakan yang tampak pro-rakyat, tapi minim perubahan nyata," tutup Darmaningtyas.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar