Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Lawan Upaya Penghapusan Dosa Orde Baru dan Reformasi 1998
Schoolmedia News Jakarta = Puluhan warga dari berbagai elemen yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menggelar aksi demonstrasi bertajuk âAksi Geruduk Kementerian Kebudayaanâ di depan Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Aksi ini merupakan bentuk penolakan keras terhadap penunjukan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), sekaligus menolak rencana pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.
Dalam orasinya, massa menilai penunjukan Fadli Zon sebagai keputusan kontroversial dan sarat konflik kepentingan. âRekam jejak Fadli Zon tidak mencerminkan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi, keadilan sejarah, dan penghormatan terhadap korban pelanggaran HAM di masa lalu,â tegas salah satu orator dari Koalisi.
Lebih jauh, mereka menilai rencana pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional sebagai upaya sistematis untuk menulis ulang sejarah Indonesia dengan menghapus dosa-dosa kelam Orde Baru, melemahkan makna gerakan reformasi 1998, dan menyangkal tragedi besar seperti pemerkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa.
Sejarah Tidak Boleh Dihapus
Dalam pernyataan sikapnya, Koalisi mengecam segala bentuk pelurusan sejarah yang dilakukan secara politis untuk membenarkan rezim represif masa lalu. âKami menolak segala bentuk penulisan ulang sejarah yang menghilangkan fakta kekerasan, pembungkaman, dan kejahatan kemanusiaan selama 32 tahun Orde Baru,â tegas mereka.
Koalisi juga mengingatkan publik bahwa tragedi Mei 1998 bukan hanya soal jatuhnya kekuasaan Soeharto, tetapi juga mencakup luka mendalam yang belum sembuhâtermasuk pembantaian, penghilangan paksa aktivis, pembakaran dan penjarahan massal, serta pemerkosaan sistematis terhadap perempuan Tionghoa yang hingga kini belum mendapat pengakuan dan keadilan negara.
Catatan Kelam Orde Baru
Koalisi Masyarakat Sipil kembali mengingatkan bahwa Soeharto tidak layak dijadikan Pahlawan Nasional karena banyak catatan hitam di bawah kekuasaannya, antara lain:
Pembantaian massal 1965â1966 terhadap ratusan ribu hingga jutaan orang yang dituduh sebagai komunis, tanpa proses hukum.
Pelanggaran HAM berat di Timor Timur, Papua, dan Aceh, termasuk pembunuhan, penyiksaan, dan penghilangan paksa.
Korupsi dan kolusi yang merajalela di lingkaran keluarga dan kroni kekuasaan Soeharto.
Pelarangan kebebasan pers dan politik, di mana suara kritis dibungkam melalui sensor dan intimidasi.
Penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi di era reformasi, yang hingga kini belum semua ditemukan dan diusut tuntas.
Tuntutan Koalisi
Dalam aksinya, Koalisi menyampaikan sejumlah tuntutan:
1. Menolak pengangkatan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan penghormatan terhadap korban rezim Orde Baru.
2. Mendesak pencopotan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan GTK karena dianggap tidak layak memimpin lembaga yang berkaitan dengan integritas sejarah bangsa.
3. Menolak penulisan ulang sejarah nasional yang menghapus kekejaman dan kejahatan kemanusiaan di era Orde Baru.
4. Meminta negara mengakui dan menuntaskan pelanggaran HAM berat, termasuk tragedi Mei 1998 dan pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa.
5. Memperkuat pendidikan sejarah yang jujur dan berperspektif korban, bukan sejarah versi penguasa.
Aksi ini merupakan bagian dari konsistensi masyarakat sipil dalam menjaga warisan reformasi dan menolak kembalinya budaya impunitas. Sejarah, menurut mereka, harus menjadi pelajaran, bukan alat propaganda kekuasaan.
"Tidak akan ada masa depan yang adil bila kita terus mengubur masa lalu yang kelam tanpa kejujuran dan pertanggungjawaban," tegas Koalisi di akhir aksinya.
Peliput Eko Harsono
Tinggalkan Komentar