Cari

Pemda Diimbau Integrasikan Isu Gender sampai Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah dalam RPJMD 2025-2029



Schoolmedia News Jakarta -- Sebanyak 74 organisasi mitra Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan komitmennya untuk menyukseskan program Wajib Belajar 13 Tahun serta mengawal pemenuhan hak anak mendapatkan layanan pendidikan dasar dan menengah di seluruh daerah Indonesia. Komitmen tersebut telah dituangkan dalam dokumen Rencana Tindak Lanjut yang ditandatangani oleh para pemimpin organisasi mitra bersama dengan Direktur PAUD, Nia Nurhasanah yang disaksikan oleh Direktur Jenderal PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Gogot Suharwoto di Jakarta, Kamis(13/6).

Dirjen PAUD Dikdasmen Gogot Suharwoto menegaskan pentingnya peran organisasi mitra sebagai garda terdepan dalam mengawal pelaksanaan kebijakan di lapangan. “Kehadiran mitra sangat penting untuk menjembatani kebutuhan nyata di daerah dengan kebijakan pemerintah pusat. Kami menyambut baik semangat kolaboratif ini untuk memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari layanan pendidikan yang berkualitas,” kata Gogot.

Para organisasi mitra berasal dari berbagai sektor, termasuk lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, lembaga keagamaan, serta komunitas pendidikan lokal. Mereka berperan aktif dalam mendampingi satuan pendidikan, memfasilitasi pelatihan bagi tenaga pendidik, serta mendorong keterlibatan masyarakat dalam mendukung anak-anak usia dini hingga jenjang menengah memperoleh pendidikan yang layak.

Lebih lanjut, Direktur PAUD, Nia Nurhasanah, menyampaikan agar kolaborasi yang tercipta dapat mendukung dan memperkuat kualitas layanan pendidikan. “Kami percaya bahwa keberhasilan program Wajib Belajar 13 Tahun dapat tercapai melalui kolaborasi yang erat antara pemerintah dan masyarakat sipil. Komitmen bersama ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat akses dan kualitas layanan pendidikan, terutama di wilayah yang masih dihadapi tantangan,” ujar Nia.

Program Wajib Belajar 13 Tahun merupakan upaya strategis Kemendikbudristek dalam memastikan setiap anak Indonesia memperoleh hak pendidikan mulai dari jenjang PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK. Melalui kolaborasi dengan organisasi mitra, diharapkan tercipta ekosistem pendidikan yang inklusif, merata, dan berkelanjutan di seluruh penjuru tanah air.

Integrasikan Isu Gender dan Hak Anak

Selain itu, Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Koordinator Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), secara tegas mendorong seluruh pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan langkah konkret dalam mengintegrasikan isu gender dan pemenuhan hak anak ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.

Hal ini tidak hanya sejalan dengan arah kebijakan nasional, tetapi juga menjadi pondasi penting bagi pembangunan daerah yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Dalam acara “Sinkronisasi Isu Gender dalam Dokumen RPJMD”, Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, menegaskan bahwa saat ini adalah masa yang sangat strategis untuk memastikan integrasi gender dan hak anak benar-benar diarusutamakan dalam dokumen perencanaan lima tahunan daerah.

Data pembangunan menunjukkan bahwa kualitas hidup perempuan masih tertinggal dibanding laki-laki di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan perlindungan sosial. Hal ini menjadi alasan kuat bahwa strategi pengarusutamaan gender tidak bisa hanya menjadi program sektoral semata, melainkan harus menjadi arus utama di seluruh sektor pembangunan.

“Kesetaraan gender sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045 dan RPJMN 2024–2029. Maka, RPJMD daerah pun harus mencerminkan komitmen tersebut. Ini bukan tugas satu dinas, melainkan harus lintas sektor,” ujar Wamen Veronica di Tangerang, Banten (12/6).

Ia juga menekankan bahwa pembangunan berperspektif gender akan berdampak pada penurunan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) dan peningkatan Indeks Pembangunan Gender (IPG). Dengan kata lain, integrasi isu gender dalam RPJMD bukan hanya memenuhi kewajiban administratif, melainkan investasi untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.

Anak sebagai Subyek Pembangunan harus terlindungi. Untuk itu program prioritas pemerintah yaitu Wajib Belajar Prasekolah Harus Masuk RPJMD. Seiring dengan dorongan pengarusutamaan gender, pemerintah daerah juga perlu memberi perhatian serius pada isu pemenuhan hak anak, khususnya dalam pendidikan anak usia dini.

Wajib Belajar 13 Tahun Masuk RPJMD

Salah satu langkah konkret yang sangat penting adalah memastikan masuknya kebijakan Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah dalam RPJMD. Investasi pada masa usia dini memiliki dampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah cenderung memiliki kesiapan belajar yang lebih baik, daya saing yang lebih tinggi, dan risiko putus sekolah yang lebih rendah.

Kebijakan Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah adalah bagian penting dari pemenuhan hak anak atas pendidikan. Lebih dari itu, kebijakan ini juga menjadi bagian dari strategi perlindungan anak secara preventif, karena anak-anak yang berada di lingkungan belajar formal sejak dini cenderung lebih terlindungi dari eksploitasi dan kekerasan.

Dalam konteks RPJMD, pemerintah daerah harus memasukkan indikator wajib belajar prasekolah ke dalam program prioritas pendidikan, dengan target dan rencana aksi yang jelas, serta dukungan anggaran yang memadai.

Sementara itu, Plt. Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Bappenas, Qurrota A’yun, mengingatkan bahwa integrasi isu gender dan hak anak tidak bisa menggunakan pendekatan satu pola untuk semua daerah. “Konteks lokal harus menjadi pijakan utama. Daerah harus memetakan permasalahan spesifik dan menyusun intervensi berdasarkan data terpilah yang akurat,” tegasnya.

Ia juga menyampaikan bahwa visi dan misi RPJMD di sejumlah daerah sudah mulai menunjukkan inklusi terhadap isu gender. Namun demikian, penajaman melalui analisis gender yang mendalam dan pemetaan kelompok rentan masih sangat diperlukan agar solusi yang ditawarkan betul-betul menjawab tantangan daerah masing-masing.

Praktik Baik dan Dukungan Global

Di sisi lain, Head of Development Cooperation Kedutaan Besar Kanada di Indonesia, Kevin Tokar, dalam kesempatan yang sama berbagi pengalaman negaranya dalam mengarusutamakan gender dalam perencanaan pembangunan. Ia menuturkan bahwa pendekatan perencanaan inklusif yang dilaksanakan di Kanada telah membawa manfaat luas, tidak hanya bagi perempuan dan anak, tetapi juga kelompok marjinal secara keseluruhan.

“Perencanaan yang inklusif akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Partisipasi publik meningkat, dan pada akhirnya menciptakan pembangunan yang berkelanjutan,” ucap Tokar.

Hal ini menjadi cermin bagi pemerintah daerah di Indonesia bahwa pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak bukanlah beban, melainkan strategi pembangunan jangka panjang yang visioner.

KemenPPPA juga menyampaikan akan terus mendampingi proses penyusunan RPJMD di daerah, mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Tujuannya adalah memastikan bahwa perspektif gender dan hak anak tidak berhenti di tataran wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan dalam program, kegiatan, hingga penganggaran.

Namun demikian, keberhasilan integrasi isu gender dan hak anak juga sangat ditentukan oleh komitmen politik kepala daerah dan DPRD. Tanpa dukungan politik yang kuat, pendampingan dan kebijakan pusat tidak akan cukup untuk mengubah praktik pembangunan yang masih bias gender dan belum berpihak pada anak.

Menuju Indonesia Emas 2045

RPJMD 2025–2029 adalah batu loncatan penting menuju visi Indonesia Emas 2045. Untuk mewujudkannya, pembangunan daerah tidak boleh lagi bersifat eksklusif atau hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi. Diperlukan pendekatan pembangunan yang inklusif, adil, dan berpihak pada kelompok rentan.

Mengintegrasikan isu gender, pemenuhan hak anak, dan kebijakan Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah dalam RPJMD bukan hanya sebuah keharusan, tapi merupakan langkah cerdas untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan setara. Pemerintah daerah harus menjadikan momentum ini sebagai panggilan sejarah untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh warga, tanpa terkecuali


Penulis Eko Harsono 

Berita Sebelumnya
Pemulangan Jamaah Haji Kloter Pertama ke Tanah Air

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar