Schoolmedia News Jombang â Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, kembali menjadi pusat perhatian nasional. Dari tempat bersejarah lahirnya Resolusi Jihad 1945 itu, Menteri Agama Nasaruddin Umar membuka rangkaian peringatan Hari Santri 2025, Senin (22/9).
âKalau pesantren kuat, bangsa ini juga akan kuat,â tegas Menag dalam pidatonya yang menandai satu dasawarsa pengakuan negara terhadap santri sejak ditetapkannya Hari Santri oleh pemerintah pada 2015.
Dalam kesempatan itu, Menag mengumumkan rencana pemerintah menghadirkan unit eselon I khusus pesantren di Kementerian Agama. Selama ini, urusan pesantren masih berada di bawah unit eselon II. âInsya Allah, dalam waktu tidak lama lagi akan keluar ketetapan menjadikannya diurus oleh eselon I tersendiri,â kata Nasaruddin Umar.
Pemilihan Ponpes Tebuireng bukan tanpa alasan. Dari sinilah Hadratussyaikh KH Hasyim Asyâari menyerukan Resolusi Jihad yang menjadi tonggak perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kini, momentum itu dimaknai ulang lewat tema besar Hari Santri 2025: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia.
Sejumlah agenda nasional dan internasional digelar, mulai dari Halaqah Kebangsaan di delapan pesantren, Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI), Expo Kemandirian Pesantren, Gerakan Ekoteologi Pesantren, hingga Malam Bakti Santri bersama Presiden RI pada 22 Oktober mendatang.
Menag menekankan, pesantren sejak dulu dikenal sebagai lembaga yang mandiri. Namun kemandirian itu, katanya, bukan berarti pemerintah boleh lepas tangan. Undang-Undang Pesantren yang disahkan pada 2019, kini sedang diperkuat kelembagaannya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menegaskan Hari Santri bukan sekadar seremoni. âPesantren adalah pusat pemberdayaan, penguatan moderasi beragama, sekaligus motor kemandirian umat. Karena itu, penguatan kelembagaan melalui Eselon I khusus sangat penting,â ujarnya.
Pemerintah juga menyalurkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) dan Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk santri, sejalan dengan program nasional Presiden Prabowo Subianto. âSantri tidak hanya harus kuat ilmunya, tapi juga sehat jasmani dan tercukupi gizinya,â kata Menag.
Selain itu, konsep baru seperti kurikulum cintaâyang menumbuhkan kasih sayang, toleransi, dan welas asih lintas agamaâserta gagasan ekoteologi untuk menjadikan santri agen pelestarian lingkungan, disorot sebagai arah baru pendidikan pesantren.
Menurut data Kementerian Agama (2025), Indonesia memiliki lebih dari 40 ribu pesantren dengan jumlah santri aktif mencapai 5 juta lebih. Namun, tantangan yang dihadapi masih besar:
-
Kesenjangan Mutu â Sebagian pesantren unggul dalam inovasi kurikulum dan teknologi, tetapi banyak pesantren kecil masih bergulat dengan fasilitas seadanya.
-
Kesejahteraan Guru/Ustaz â Ribuan tenaga pengajar pesantren belum mendapat jaminan kesejahteraan memadai. Honor mereka jauh dari standar guru sekolah formal.
-
Standarisasi Kurikulum â UU Pesantren memberi ruang fleksibilitas, namun praktik di lapangan masih timpang. Ada pesantren yang adaptif terhadap sains modern, ada pula yang masih eksklusif.
-
Akses Digital dan Literasi â Di era digital, masih banyak pesantren yang belum terjangkau internet berkualitas. Padahal transformasi digital adalah kunci daya saing global.
-
Ekonomi Pesantren â Meski ada ribuan unit usaha mikro berbasis pesantren, belum banyak yang naik kelas menjadi motor ekonomi umat secara signifikan.
Pekerjaan Rumah Menteri Agama
Dalam konteks ini, rencana pembentukan eselon I khusus pesantren patut diapresiasi, namun juga harus dikawal agar tidak berhenti pada birokrasi baru. Ada sejumlah pekerjaan rumah mendesak:
-
Penguatan Anggaran: Proporsi dana pendidikan untuk pesantren masih kalah jauh dibanding pendidikan umum. Tanpa alokasi khusus, visi besar hanya jadi jargon.
-
Kesejahteraan Ustaz: Perlu skema insentif yang adil agar ustaz tidak terus menjadi âpahlawan tanpa tanda jasaâ.
-
Inovasi Kurikulum: Pesantren harus lebih berani membuka diri pada sains modern, teknologi, dan kewirausahaan tanpa kehilangan tradisi kitab kuning.
-
Digitalisasi Pesantren: Infrastruktur TIK di pesantren perlu percepatan agar santri tidak tertinggal di era AI dan ekonomi digital.
-
Ekonomi Mandiri: Program kemandirian pesantren harus dikaitkan dengan ekosistem ekonomi nasional, bukan sekadar bazar atau koperasi kecil.
Hari Santri 2025 menegaskan bahwa pesantren bukan hanya warisan sejarah, tapi aktor masa depan bangsa. Namun, ada bahaya jika perayaan ini hanya menjadi seremonial tanpa menyentuh akar persoalan.
Santri boleh dipuji sebagai generasi tangguh dan penuh cinta, tapi tanpa dukungan nyata berupa anggaran, kebijakan strategis, dan pemerataan fasilitas, pesantren akan tetap menghadapi kesenjangan struktural.
Momentum satu dasawarsa Hari Santri seharusnya dimanfaatkan untuk melakukan lompatan kebijakan, bukan sekadar melanggengkan seremoni tahunan.
Tim Schoolemdia
Tinggalkan Komentar