Schoolmedia News Banten ---- Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) menyebutkan sebanyak 51,2 persen balita yang lahir dalam keadaan kerdil (stunting) berada di lima provinsi absolut. Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2021, lima provinsi absolut dengan jumlah balita kerdil tertinggi adalah Jawa Barat sebanyak 1.055.608 anak, Jawa Timur 653.218 anak, Jawa Tengah 543.963 anak, Banten 294.862 anak dan Sumatera Utara sebanyak 383.403 anak.
Ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi prasyarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan. Ketersediaan sanitasi dan jamban yang layak ternyata sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak.
Stunting bukanlah kutukan, padahal stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi yang berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Anak-anak didefinisikan terhambat gizinya jika tinggi badan mereka terhadap usia lebih dari dua deviasi standar, di bawah median standar pertumbuhan anak.
Bagaimana dengan kondisi stunting di Provinsi Banten ? Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting “kuning” dan “hijau”. Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.
Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi
Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.
Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang
Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan pevalensi di bawah 10 persen.
Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahu 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Sosialisasi di Sumut
Kondisi prevalensi stunting di Sumatera Utara (Sumut) berdasar Data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 sangat memprihatinkan. 13 dari 33 kabupaten/kota yang berada di Sumut berstatus “merah” alias memiliki prevalensi stunting di atas angka 30 persen.
Malah Mandailing Natal dengan prevalensi stunting 47,1 persen memuncaki peringkat nomor 2 dari 246 kabupaten/kota pada 12 provinsi prioritas berdasar data SSGI 2021. Dengan Padang Lawas yang berprevalensi 42 persen, masuk dalam 10 besar daerah berstatus merah.
Status merah selain disandang Mandailing Natal dan Padang Lawas, juga mencakup Pakpak Bharat, Nias Selatan, Nias Utara, Dairi, Padang Lawas Utara, Nias, Kota Padangsidempuan, Langkat, Batubara, Labuan Batu Utara serta Tapanuli Selatan.
Sementara yang berstatus kuning atau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 20 hingga 30 persen meliputi Samosir, Simalungun, Nias Barat, Labuan Batu, Labuhan Batu Selatan, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Kota Gunung Sitoli, Kota Tanjung Balai, Kota Sibolga, Tapanuli Tengah, Karo, Toba Samosir, serta Binjai. Tepatnya daerah yang berstatus kuning di Sumut berjumlah 14 daerah.
Sementara yang berstatus hijau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 10 hingga 20 persen mencakup 6 daerah. Keenamnya terdiri dari Serdang Bedagai, Kota Meda, Asahan, Kota Tebingtinggi, Kota Pematang Siantar dan Deli Serdang.
Padahal stunting bukanlah kutukan melainkan stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting.
Wakil Gubernur Sumatera Utara, H. Musa Rajekshah, S.Sos., M.Hum berharap semua kepala daerah yg ada di Sumut bahu membahu mengatasi stunting. Data-data yg diberikan BKKBN harusnya menjasi pijakan kita semua untuk bergerak dan melakukan konvergensi. Rajekshah yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Sumatera Utara juga optimis Sumut dapat mencapai target penurunan angka stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Sementara itu, beberapa Bupati dan Walikota yang hadir mendukung komitmen yang disampaikan oleh Wagub yang biasa di sapa Ijeck ini.
Bupati Batubara Ir. Zahir M.Ap mengungkapkan untuk menurunkan angka stunting pada balita perlu beberapa hal yang harus dipersiapkan, salah satunya pemberian gizi yang baik. Menurutnya, pendataan akurat untuk kasus stunting di Daerah harus di tingkatkan dalam memudahkan penambahan gizi pada anak.
"Terutama, Pemkab Batubara akan meningkatkan pendataan lebih baik yang sesuai dengan fakta, hal ini bertujuan pemberian gizi kepada anak-anak secara merata,"ungkapnya.
Sementara itu, Walikota Binjai, Drs. H. Amir Hamzah, M.AP bersyukur dengan data-data yg diungkapkan Kepala BKKBN menjadi motivasi dirinya untuk menurunkan angka stunting di daerahnya. Binjai yang saat ini statusnya kuning secara rutin menggelar pemeriksaan untuk calon pengantin untuk mencegah terjadinya kelahiran stunting.
Mendukung kedua sejawatnya, Bupati Samosir Vandiko T. Gultom ST, mengajak seluruh stakeholder untuk saling bersinergi memberikan pemahaman tentang Gerakan Masyarakat Sehat (Germas), pemenuhan asupan makanan bergizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas SDM, penanggulangan stunting di Samosir.
Persoalan stunting merupakan masalah serius mengingat sekitar 2 – 3 persen pendapatan domestik bruto atau PDB hilang pertahun akibat stunting. Dalam hitung-hitungan Wakil Presiden Ma’ruf Amin beberapa waktu lalu, dengan jumlah PDB Indonesia tahun 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) yang diberi amanah oleh Presiden Joko Widodo melalui Peratutan Presiden/Perpres Nomor 72/2021 sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Indonesia berharap konvergensi lintas sektoral sungguh-sungguh bisa terlaksana dan membutuhkan komitmen serta kerja keras semua pihak.
“Program, kegiatan dan anggaran untuk percepatan penurunan stunting menjadi saling melengkapi sehingga intervensi yang diberikan betul-betul diterima oleh rumah tangga sasaran. Dengan keberadaan 10.323 Tim Pendamping Keluarga atau TPK yang ada di Sumut atau setara dengan 30.969 orang penggerak pendamping keluarga, persoalan stunting di seantero Sumut harus bisa teratasi,”jelas Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K).
Menurut Hasto Wardoyo, kolaborasi semua pihak di Sumut menjadi kata kunci untuk percepatan penurunan stunting. Pelibatan 21 perguruan tinggi di Sumut yang memiliki program studi gizi dan program studi kelompok kesehatan sangat potensial untuk dilibatkan. Program kampus merdeka memungkinkan mahasiswa bisa mendapat nilai satuan kredit semester di Kampung-Kampung Keluarga Berencana yang tersebar di seluruh Sumut, sehingga kontribusinya dalam percepatan penurunan stunting bisa optimal.
“Saya berharap, keberadaan 385 perguruan tinggi yang ada di Sumut bisa melaksanakan kegiatan peduli stunting. Hingga saat ini baru sembilan perguruan tinggi atau sekitar 2 persen yang telah melakukan perjanjian kesepakatan pemahaman (MOU) peduli stunting dengan BKKBN. Pelibatan mahasiswa dan pengerahan maksimal TPK menjadi solusi untuk mengcover persoalan stunting yang ada di 6.132 desa yang ada di Sumut,”papar Hasto Wardoyo
Guna memastikan komitmen bersama, BKKBN menggelar Sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) di Medan, Sumatera Utara pada hari Rabu (9 Maret 2022) ini. Sosialisasi RAN PASTI di Medan ini menjabarkan penjelasan mengenai mekanisme tata kerja percepatan penurunan stunting di tingkat provinsi, kabupaten dan kota serta desa. Diulas juga mengenai pemantuan, pelaporan serta evaluasi. Dan yang tidak kalah pentingnya lagi, skenario “pendanaan” stunting di daerah juga dibahas dalam sosialisasi. Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam mensejahterakan warganya dan menghelat kemajuan pembangunan daerah.
Dalam Sosialisasi RAN PASTI yang digelar di Medan ini menghadirkan para pembicara dari BKKBN serta para Wakil Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes.
Tim Schoolmedia
Tinggalkan Komentar