Cari

Publikasi Data Gender dan Anak 2021 Diluncurkan

 

Schoolmedia News Jakarta ----- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), meluncurkan Publikasi Data Gender dan Anak 2021 untuk meningkatkan pemanfaatan data sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program dan kegiatan agar responsif gender dan peduli anak.

Pemerintah menerbitkan empat publikasi setiap tahunnya, yaitu; (1) Pembangunan Manusia Berbasis Gender; (2) Profil Perempuan Indonesia; (3) Profil Anak Indonesia; dan (4) Indeks Perlindungan Anak.

“Data terkait perempuan dan anak itu sangat penting untuk diketahui. Selain dapat menjadi bahan evaluasi terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan, ketersediaan data juga menjadi bahan perencanaan bagi para pemangku kepentingan untuk menyusun kebijakan, program, maupun kegiatan, agar benar-benar memberikan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan, serta memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak-anak kita,” ujar Sekretaris Kementerian PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu dalam acara Seminar Publikasi Data Gender dan Anak Tahun 2021.

Kondisi perempuan dan anak yang tercantum dalam publikasi ini menjadi gambaran atas tuntutan terhadap peningkatan kinerja pemerintah yang semakin tinggi untuk dapat menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak di Indonesia.

“Isu gender yang masih jadi perhatian diantaranya dalam bidang ekonomi dan ketenagakerjaan dimana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan masih lebih rendah dibanding laki-laki, yaitu 53,13 persen dibandingkan 82,41 persen. Rata-rata upah perempuan menurut data BPS tahun 2020, masih terdapat selisih kurang lebih Rp. 625.958,- dibandingkan laki-laki. Kemudian, isu yang tak kalah penting terkait kekerasan terhadap perempuan, berdasarkan data SIMFONI PPA, pada tahun 2020 ada sebanyak 8.686 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 11.278 kasus kekerasan terhadap anak,” ungkap Pribudiarta.

Dari sisi anak, berdasarkan data dari UNICEF tahun 2020, menunjukan bahwa Indonesia menempati urutan ketujuh dalam sepuluh besar dunia dengan jumlah absolut tertinggi dari perkawinan anak, meskipun pada tahun 2020 telah mengalami penurunan menjadi 10,35 persen. Sedangkan berkenaan dengan data stunting, hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) terintegasi Susenas tahun 2019 menunjukan sebesar 27.67 persen anak balita Indonesia mengalami stunting.

”Capaian pembangunan perlindungan anak dapat diukur dengan Indeks Perlindungan Anak (IPA), Indeks Pemenuhan hak Anak (IPHA), dan Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA). Sejak tahun 2019, KemenPPPA bekerjasama dengan BPS telah mengembangkan IPA, IPHA dan IPKA yang terdiri dari indikator yang menggambarkan capaian pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak sesuai amanat Konvensi Hak Anak (KHA),” tutur Pribudiarta.

Dosen Pengajar Departemen Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak Institut Pertanian Bogor (IPB), menegaskan klaster penyusun Indeks Perlindungan Anak diantaranya terdiri dari hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan dan pemanfaatan waktu luang dan perlindungan khusus. Dari total kelima klaster tersebut, capaian IPA mencapai 66,89 dan telah melampaui target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) sebesar 66,34.

Senada dengan itu Indeks Pemenuhan Hak Anak tahun 2020 juga telah melampaui target nasional dengan capaian 65,56 dengan provinsi yang menempati posisi tertinggi secara konsisten sama dengan tahun sebelumnya ialah Yogyakarta, Bali dan DKI Jakarta. Sedangkan untuk Indeks Perlindungan Khusus Anak (IPKA) pada tahun 2020 belum mencapai target nasional dengan capaian 73,11 dari target 74,46.

Sedangkan dari perspektif gender, Kepala Biro Data dan Informasi, Lies Rosdianty menyampaikan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sejak tahun 2010 hingga 2020 terus mengalami kenaikan, namun kenaikan IPM perempuan masih lebih lambat dibandingkan dengan laki-laki. Sementara menurut data GII (Gender Inequality Index) yang dipublikasikan oleh UNDP (United Nations Development Programme), skor GII Indonesia masih diatas rata-rata global dengan nilai 0,436, sekaligus masih menjadi negara di ASEAN yang memiliki ketimpangan gender paling tinggi.

Lies juga menyampaikan saat ini Kemen PPPA dibantu oleh BPS (Badan Pusat Statistik) akan terus melakukan pengembangan dalam penyediaan data. Diharapkan kedepannya pemerintah akan terus dapat meningkatkan penyajian data sesuai dengan perubahan-perubahan yang dibutuhkan.

“Gunakanlah data-data yang sudah ada ini untuk melihat progress perempuan dan anak terutama yang ada di daerah. Walaupun progress kenaikan datanya masih rendah, data ini menjadi potret dasar kita dalam melangkah kedepan. Kita ada di posisi ini sekarang, siapkan target ke depan, tentukan program, kebijakan dan kegiatan yang akan dilakukan melalui data-data yang kami sajikan,” tutup Lies.

Tim Schoolmedia

Berita Selanjutnya
Presiden Apresiasi Warga NU Atas Dukungan Vaksinasi Covid-19
Berita Sebelumnya
Kurikulum Nasional Siapkan Tiga Opsi Jelang Pemulihan Pembelajaran

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar