Schoolmedia News Jogyakarta – Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Dr Muhammad Hasbi mengatakan terdapat tiga tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan program PAUD Berkualitas saat ini yaitu tantangan pertama terkait perluasan akses, tantangan kedua disparitas kualitas layanan dan tantangan ketiga terkait tata kelola atau managemen penyelenggaraan program PAUD.
“Mengapa kami membuat Rapat Koordinasi ini karena kami ingin secara terus menerus membangun sinergi, kolaborasi serta sinkronisasi antara pemerintah pusat, wakil pemerintah pusat di tingkat provinsi yaitu Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan BP PAUD Dikmas serta tertentu saja rekan-rekan Kepala Bidang PAUD dan PNF atau yang mewakli dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia sebagai ujung tombak di lapangan untuk duduk bersama mengatasi masalah ini,” ujar Direktur PAUD, Dr Muhammad Hasbi dalam pembukaan Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Program PAUD Berkualitas Regional III di Jogyakarta yang berlangsung 22 – 24 April 2021.
Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Regional tiga dihadiri 113 Kepala Bidang PAUD dan PNF Kabupaten dan Kota dari 8 provinsi. Kegiatan Rakor dilaksanakan di lima regional yaitu di Bali, Medan, Jogyakarta, Kendari dan Ambon. Rakor Regional III ini dilaksanakan di Jogyakarta untuk mengapresiasi Jogya sebagai peringkat pertama Angka Partisipasi Kasar {APK] PAUD tertinggi di Indonesia. Ini bisa menjadi benchmark atau rujukan bagi daerah lain bagaimana Jogyakarta membangun kualitas dan kuantitas program PAUD.
Menurut Direktur PAUD, terdapat tiga tantangan dalam pelaksanaan Program PAUD yang ada sejak dahulu hingga sekarang. Pertama tantangan terkait akses layanan PAUD. Jika dibanding dengan APK jenjang pendidikan sekolah dasar (107%), SMP, SMA dan SMK (97%)ternyata akses layanan APK PAUD masih jauh. Bahkan PAUD dapat dikatakan terseok diurutan bawah karena APK PAUD yang berada dibawah binaan Kemendikbud hanya 35,7% sedangkan jika ditambah dengan yang berada di bawah Kementerian Agama hanya mencapai 41%.
“Rendahnya akses PAUD ini hal yang sangat memprihatinkan. Kita sama-sama mengetahui bahwa ada banyak keuntungan yang didapat jika anak mengenyam PAUD sebelum masuki ke jenjang pendidikan dasar. Keuntungan jika anak ikut PAUD maka tumbuh kembang anak akan terpantau sehingga bisa ikut ke jenjang pendidikan berikutnya,” ujar Hasbi.
Faktor Penyebab
Menurut dia, rendahnya akses yang membuat APK PAUD rendah terjadi karena sejumlah hal. Pertama harus jujur diakui bahwa selama dua dekade ini pemerintah kurang maksimal dalam memberikan perhatian terhadap jenjang PAUD. Saat itu pemerintah masih fokus dalam penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun sebagaimana diamanatkan UU. Kedua, karena kondisi geografis negara kita yang sangat luas sehingga sulit pemerataan dilakukan.
Karena itu, lanjutnya dalam Rakor ini diharapkan sinergi dan kolaborasi tercipta untuk bersama kita meningkatkan akses atau APK PAUD. Diharapkan dalam pertemuan ini Kepala Bidang PAUD Dinas Pendidikan mengetahu APK disetiap tempatnya masing-masing. Dan segera menyusun rencana bagaimana meningkatkan akses tersebut. Akan dibahas bagaimana menyususn infrastruktur kebijakan sehingga perluasan akses dapat tumbuh.
Diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten\Kota dapat segera membuat perangkat regulasi yang mewajibkan Wajib PAUD Pra SD, juga bagaimana mengisi akses desa yang belum ada PAUD sehingga dapat memberikan layanan terhadap desa yang belum mendapat layanan PAUD. Dari 84.000 Desa di Indonesia jumlah desa yang belum mendapat akses PAUD hamper 22.000 Desa belum memiliki PAUD. Dimana lokus desa-desa tersebut per kecematan dan kelurahan datanya ada di Direktorat PAUD yang akan dibagikan pada Rakor ini.
Tantangan kedua terkait kualitas. Persoalan kualitas ini memang cukup rumit di PAUD. Karena sejak awal dibentuknya PAUD pada tahun 2000 lalu, terkesan saat itu PAUD tidak dituntut untuk berkualitas. Hal itu tercermin dari 204.000 lembaga PAUD yang ada Indonesia, tidak kurang 98% atau lebih merupakan lembaga PAUD yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Hanya 2% yang dikelola pemerintah. Sebagai akibatnya kita menyadari bahwa kemampuan sebagian besar masyarakat tidk sebaik jika didukung oleh komitmen Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat.
“Padahal untuk membentuk PAUD Berkualita diperlukan tiga pilar. Pertama adalah terciptanya lingkungan belajar berkualitas. Yaitu adanya interaksi yang baik antara guru dan peserta didik. Dan adanya kemampuan belajar berbasis peserta didik. Dan bagaimana menciptakan APE berdasarkan lingkungan sekitar. Kedua terciptanya PAUD berkualitas jika terjadi relasi sinergis dan partisipasi keluraga dalam penyelenggaran PAUD,” ujarnya.
Pilar ketiga dari PAUD Berkualitas adalah terpenuhinya layanan esensial kebutuhan Hak Anak Indonesia. Sejak terbitnya Perpres tentang PAUD Holisitik Integratif upaya pemenuhan kebutuhan esensial anak tersebut diupayakan untuk dipenuhi.
“Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan banyak tantangan terkait koordinasi antara kementerian dan lembaga atau koordinasi ditingkat Kabupaten/Kota. Sejak Tahun 2018 lalu telah disusun Rencana Aksi Nasional (RAN) PAUD HI. Dan tahun lalu telah direvisi RAN PAUD HI dan tugas kita semua bagiamana memastikan PAUD diseluruh Indonesia mampu menjalankan program PAUD HI secara optimal sehingga tumbuh kembang anak terpenuhi kebutuhan esensial dibidang gizi, kesehatan, pengasuhan, perlindungan dan berkembangnya kemampuan motoriknya,” ujarnya.
Tantangan ketiga PAUD Berkualitas yaitu Tata Kelola. Tata kelola ini menyangkut dua hal yaitu bagaimana memperbaiki akuntabitas penyelnggaraan PAUD dibidang pendidikan melalui terciptanya administrasi yang lebih baik. Dan kedua yaitu bagaimana mendorong satuan PAUD semakin mampu dan semakin sering menggunakan teknologi informasi dalam pelaksanaan permainan dan pembelajaran.
“Kenapa hal ini kita dorong karena saat ini telah terjadi digitaliasi informasi yang demikian massif. Dan setiap entitas yang tidak dapat melakukan ini akan terlindas. Dan kita tidak ingin hal itu terjadi disatuan PAUD. Dan Kemendikbud telah menyiapkan aplikasi platform Sumber Daya Sekolah yang memperkenalkan digitalisasi di semua jenjang pendidikan termasuk di jenjang PAUD,” ujarnya.
Penulis : Eko Schoolmedia
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Dr Muhammad Hasbi mengatakan terdapat tiga tantangan besar yang dihadapi dalam pengembangan program PAUD Berkualitas saat ini yaitu tantangan pertama terkait perluasan akses, tantangan kedua disparitas kualitas layanan dan tantangan ketiga terkait tata kelola atau managemen penyelenggaraan program PAUD.
“Mengapa kami membuat Rapat Koordinasi ini karena kami ingin secara terus menerus membangun sinergi, kolaborasi serta sinkronisasi antara pemerintah pusat, wakil pemerintah pusat di tingkat provinsi yaitu Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan BP PAUD Dikmas serta tertentu saja rekan-rekan Kepala Bidang PAUD dan PNF atau yang mewakli dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia sebagai ujung tombak di lapangan untuk duduk bersama mengatasi masalah ini,” ujar Direktur PAUD, Dr Muhammad Hasbi dalam pembukaan Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Program PAUD Berkualitas Regional III di Jogyakarta yang berlangsung 22 – 24 April 2021.
Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Regional tiga dihadiri 113 Kepala Bidang PAUD dan PNF Kabupaten dan Kota dari 8 provinsi. Kegiatan Rakor dilaksanakan di lima regional yaitu di Bali, Medan, Jogyakarta, Kendari dan Ambon. Rakor Regional III ini dilaksanakan di Jogyakarta untuk mengapresiasi Jogya sebagai peringkat pertama Angka Partisipasi Kasar {APK] PAUD tertinggi di Indonesia. Ini bisa menjadi benchmark atau rujukan bagi daerah lain bagaimana Jogyakarta membangun kualitas dan kuantitas program PAUD.
Menurut Direktur PAUD, terdapat tiga tantangan dalam pelaksanaan Program PAUD yang ada sejak dahulu hingga sekarang. Pertama tantangan terkait akses layanan PAUD. Jika dibanding dengan APK jenjang pendidikan sekolah dasar (107%), SMP, SMA dan SMK (97%)ternyata akses layanan APK PAUD masih jauh. Bahkan PAUD dapat dikatakan terseok diurutan bawah karena APK PAUD yang berada dibawah binaan Kemendikbud hanya 35,7% sedangkan jika ditambah dengan yang berada di bawah Kementerian Agama hanya mencapai 41%.
“Rendahnya akses PAUD ini hal yang sangat memprihatinkan. Kita sama-sama mengetahui bahwa ada banyak keuntungan yang didapat jika anak mengenyam PAUD sebelum masuki ke jenjang pendidikan dasar. Keuntungan jika anak ikut PAUD maka tumbuh kembang anak akan terpantau sehingga bisa ikut ke jenjang pendidikan berikutnya,” ujar Hasbi.
Faktor Penyebab
Menurut dia, rendahnya akses yang membuat APK PAUD rendah terjadi karena sejumlah hal. Pertama harus jujur diakui bahwa selama dua dekade ini pemerintah kurang maksimal dalam memberikan perhatian terhadap jenjang PAUD. Saat itu pemerintah masih fokus dalam penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun sebagaimana diamanatkan UU. Kedua, karena kondisi geografis negara kita yang sangat luas sehingga sulit pemerataan dilakukan.
Karena itu, lanjutnya dalam Rakor ini diharapkan sinergi dan kolaborasi tercipta untuk bersama kita meningkatkan akses atau APK PAUD. Diharapkan dalam pertemuan ini Kepala Bidang PAUD Dinas Pendidikan mengetahu APK disetiap tempatnya masing-masing. Dan segera menyusun rencana bagaimana meningkatkan akses tersebut. Akan dibahas bagaimana menyususn infrastruktur kebijakan sehingga perluasan akses dapat tumbuh.
Diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten\Kota dapat segera membuat perangkat regulasi yang mewajibkan Wajib PAUD Pra SD, juga bagaimana mengisi akses desa yang belum ada PAUD sehingga dapat memberikan layanan terhadap desa yang belum mendapat layanan PAUD. Dari 84.000 Desa di Indonesia jumlah desa yang belum mendapat akses PAUD hamper 22.000 Desa belum memiliki PAUD. Dimana lokus desa-desa tersebut per kecematan dan kelurahan datanya ada di Direktorat PAUD yang akan dibagikan pada Rakor ini.
Tantangan kedua terkait kualitas. Persoalan kualitas ini memang cukup rumit di PAUD. Karena sejak awal dibentuknya PAUD pada tahun 2000 lalu, terkesan saat itu PAUD tidak dituntut untuk berkualitas. Hal itu tercermin dari 204.000 lembaga PAUD yang ada Indonesia, tidak kurang 98% atau lebih merupakan lembaga PAUD yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Hanya 2% yang dikelola pemerintah. Sebagai akibatnya kita menyadari bahwa kemampuan sebagian besar masyarakat tidk sebaik jika didukung oleh komitmen Pemerintah Daerah atau Pemerintah Pusat.
“Padahal untuk membentuk PAUD Berkualita diperlukan tiga pilar. Pertama adalah terciptanya lingkungan belajar berkualitas. Yaitu adanya interaksi yang baik antara guru dan peserta didik. Dan adanya kemampuan belajar berbasis peserta didik. Dan bagaimana menciptakan APE berdasarkan lingkungan sekitar. Kedua terciptanya PAUD berkualitas jika terjadi relasi sinergis dan partisipasi keluraga dalam penyelenggaran PAUD,” ujarnya.
Pilar ketiga dari PAUD Berkualitas adalah terpenuhinya layanan esensial kebutuhan Hak Anak Indonesia. Sejak terbitnya Perpres tentang PAUD Holisitik Integratif upaya pemenuhan kebutuhan esensial anak tersebut diupayakan untuk dipenuhi.
“Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan banyak tantangan terkait koordinasi antara kementerian dan lembaga atau koordinasi ditingkat Kabupaten/Kota. Sejak Tahun 2018 lalu telah disusun Rencana Aksi Nasional (RAN) PAUD HI. Dan tahun lalu telah direvisi RAN PAUD HI dan tugas kita semua bagiamana memastikan PAUD diseluruh Indonesia mampu menjalankan program PAUD HI secara optimal sehingga tumbuh kembang anak terpenuhi kebutuhan esensial dibidang gizi, kesehatan, pengasuhan, perlindungan dan berkembangnya kemampuan motoriknya,” ujarnya.
Tantangan ketiga PAUD Berkualitas yaitu Tata Kelola. Tata kelola ini menyangkut dua hal yaitu bagaimana memperbaiki akuntabitas penyelnggaraan PAUD dibidang pendidikan melalui terciptanya administrasi yang lebih baik. Dan kedua yaitu bagaimana mendorong satuan PAUD semakin mampu dan semakin sering menggunakan teknologi informasi dalam pelaksanaan permainan dan pembelajaran.
“Kenapa hal ini kita dorong karena saat ini telah terjadi digitaliasi informasi yang demikian massif. Dan setiap entitas yang tidak dapat melakukan ini akan terlindas. Dan kita tidak ingin hal itu terjadi disatuan PAUD. Dan Kemendikbud telah menyiapkan aplikasi platform Sumber Daya Sekolah yang memperkenalkan digitalisasi di semua jenjang pendidikan termasuk di jenjang PAUD,” ujarnya.
Penulis : Eko Schoolmedia
Tinggalkan Komentar