Foto: Pixabay
Sekitar 50 murid Sekolah Dasar Sabron Sari, Distrik Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua tidak bisa membaca. Kepala SD Sabron Sari, Paulina Kwano mengatakan hal ini disela pembagian buku dan pemutara film kepada para murid oleh alumni dan mahasiswa Universitas Cenderawasih.
"Siswanya sebanyak 184 orang yang terbagi di empat kelas, satu kelas itu ada yang 30 orang, 50 orang, kemudian ada 16 orang, ada yang juga 32 orang, ada yang 26 orang," kata Paulina, Jumat, 22 Februari 2019.
Paulina menjelaskan, dari 184 murid itu, setengahnya tidak bisa membaca. Mayoritas murid tersebut yang tidak bisa membaca itu ada di kelas awal, kelas dua, dan kelas tiga.
"Tidak semua murid kami tidak bisa membaca, ada yang sudah (bisa) membaca tetapi belum terlalu lancar mengeja huruf, ada sebagian murid yang memang sama sekali tidak bisa membaca," kata Paulina.
Ia memperkirakan, muridnya yang belum bisa membaca dengan lancar itu berjumlah sekitar 50 orang lebih, sedangkan yang tidak bisa membaca sebanyak 50 orang.
Baca juga: Mendikbud: 62,2 Persen Anggaran Pendidikan Tersalur di Daerah
Umumnya, kata Paulina melanjutkan, murid yang bersekolah di sekolah itu berasal dari wilayah pegunungan Papua, diantaranya dari Pegunungan Bintang, Nduga, Wamena, Puncak Jaya, Lanny Jaya. Sisanya, dari Kabupaten Jayapura, Kota Jayapura serta wilayah pesisir Papua yakni Serui, Biak, Nabire, Mamberamo Raya, dan Sarmi.
"Ada juga murid dari luar Papua," kata Paulina.
Hingga kini, kata Paulina, jangankan mereka mempunyai perpustakaan, ruang kelas untuk belajar saja masih kurang, begitupun ruang guru juga belum ada. Dengan kondisi ini, pihak sekolah meminjam satu bangunan dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan untuk dijadikan ruang guru.
Baca juga: Mendikbud: Tingkat Literasi Indonesia Masih Rendah
Sementara ini, kata Paulina, dua ruang kelas dari Yayasan Laskar Kristus Pondok Pemuridan Kanaan Jaya, kemudian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura membantu Yayasan dengan membangun dua ruang kelas secara swadaya.
Mengenai fasilitas perpustakaan, kata Paulina, hingga kini, pihaknya belum memiliki perpustakaan yang permanen sehingga pihak guru berinisiatif untuk menyediakan satu lemari di ruang guru dan menyimpan buku yang bisa dibaca oleh para murid. Paulina menjelaskan, para murid didiknya memang suka membaca.
"Mereka senang membaca, setiap hari mereka mengunjungi lemari buku yang ada di ruang guru untuk membaca. Biasanya sebelum para guru memulai pelajaran di masing-masing kelas, mereka mengawali mata pelajarannya dengan literasi membaca buku apa saja sekitar 15 menit barulah pelajaran dimulai," kata Paulina.
Baca juga: Gencarkan Kegiatan Aksara, Jumlah Buta Huruf di Pamekasan Turun 1.000 Jiwa
Selain itu, menurut Paulina, setiap bulannya ada mobil perpustakaan keliling dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura yang datang ke sekolah. Petugas dari mobil perpustakaan keliling itu kemudian mengajak para murid untuk membaca.
"Mereka/mobil perpustakaan keliling ini jadwalnya sudah ada, satu bulan satu kali datang ke sekolah lalu mengajak para murid membaca," kata Paulina.
Tinggalkan Komentar