Sumber: darunnajah
Schoolmedia News, Jakarta - Menteri Agama Fachrul Razi memastikan, penyelenggaraan pesantren diatur oleh Undang-undang No 18 tahun 2019 tentang Pesantren.
Ia menegaskan hal tersebut untuk menanggapi viralnya RUU Cipta Kerja yang mengancam eksistensi pesantren, dan membuka peluang pemidanaan ulama serta kyai pengasuh pondok tradisional.
Pandangan itu, didasarkan pada rencana perubahan pasal 62 UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas yang mencabut kewenangan perizinan dari Pemerintah Daerah.
"Pemerintah punya UU tersendiri yang mengatur pesantren. Sehingga, penyelenggaraan pesantren merujuk pada UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Tidak ada sanksi pidana," ujar Fachrul di Jakarta, Senin, 31 Agustus 2020, seperti dilansir dari laman RRI.
Baca juga: Wapres: Pendidikan dan Kecerdasan Buatan Dukung Indonesia Maju
Menurut Fachrul, masalah pendirian pesantren merujuk pada No 18 tahun 2019 dan tidak ada aturan tentang sanksi pidana di dalamnya.
"UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren adalah UU lex specialis. Sehingga berlaku kaidah Lex specialis derogat legi generali, yakni asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum," ujarnya.
Terkait pendirian, Pasal 6 UU 18/2019 mengatur bahwa pesantren didirikan oleh perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat.
Pendirian Pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil 'alamin dan berdasarkan Pancasila, UUD 1945, serta Bhinneka Tunggal Ika.
Pesantren juga harus memenuhi unsur-unsurnya, yaitu Kiai, Santri yang bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau musala, dan kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiyah dengan Pola Pendidikan Muallimin.
"Jika persyaratan itu sudah terpenuhi, maka pesantren memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili Pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada Menteri," ujarnya.
Baca juga: Kedisiplinan Siswa Jadi Kendala Pembelajaran Tatap Muka di NTT
Jika semua syarat terpenuhi, maka pihaknya akan memberikan izin terdaftar dalam bentuk Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Meski izin dikeluarkan Menag, katanya, proses pengajuan pendaftaran tidak harus langsung ke Kemenag pusat di Jakarta, melainkan dilakukan berjenjang melalui Kanwil Kemenag Provinsi.
"Proses pengajuan izin pesantren melalui Kanwil Kemenag akan diatur dalam Peraturan Menteri Agama yang saat ini tengah difinalisasi," ujarnya.
Ia menambahkan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal dan/atau nonformal. Pendidikan formal pesantren berbentuk Pendidikan Muadalah/Diniyah Formal Ula; Pendidikan Muadalah/Diniyah Formal Wustha; Pendidikan Muadalah/Diniyah Formal Ulya.
Baca juga: 40 Guru Covid-19, Pembelajaran Tatap Muka Diizinkan
Adapun pendidikan nonformal di pesantren berbentuk pengkajian Kitab Kuning.
"Dan yang terpenting, RPMA tidak mengatur sanksi pidana. Hanya, bagi pesantren yang menyalahi komitmen pendiriannya, sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Pesantren, akan dicabut SKT nya," ujarnya.
Berdasarkan data Ditjen Pendidikan Islam, saat ini ada 28.134 yang terdaftar di Kementerian Agama.
Tinggalkan Komentar