Cari

Pakar IPB: Literasi Informasi Kurang Efektif Tangkal Sebaran Hoaks

Foto: Pixabay

 

Pakar Saraf dari Institut Pertanian Bogor Berry Juliandi mengatakan bahwa literasi informasi kurang efektif menangkal penyebaran kabar bohong atau hoaks. Ia pun membenarkan pendapatnya itu berbeda dengan opini sejumlah pakar yang selama ini mengatakan bahwa literasi sebagai upaya peredam hoaks.

Berry menjelaskan, salah satu penelitian yang dikeluarkan Yale University menyebutkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin rentan terpapar hoaks. Berpegang pada hasil penelitian tersebut, ia kemudian menyimpulkan bahwa upaya literasi bukan langkah tepat memotong rantai hoaks.

Menurut Berry, metode menurunkan kecemasan dan keraguan seseorang melalui permainan otak, menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan untuk menghalau hoaks. Ia mencontohkan, tentang hoaks vaksin yang membuat orang menolak menggunakannya.

"Kita tanyakan keraguannya di mana? Setelah tahu alasan seseorang menolak menggunakan vaksin, maka kemudian kita 'sentuh' keraguannya dan kecemasannya dengan menyerang amigdala (Bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa takut, red.)," ujar Berry dalam diskusi "The Science Behinde Hoax, di Jakarta, Senin, 18 Februari 2019.

 

Baca jugaIndeks Mendikbud: Tingkat Literasi Indonesia Masih Rendah

 

Ia kemudian menjelaskan tentang pentingnya meredam ketakutan dan mengatasi keraguan atas suatu informasi sehingga seseorang kemudian lebih rasional.

"Caranya dengan kita jelaskan manfaat penggunaan vaksin, kita redam ketakutannya dengan memberi informasi soal anjuran agama terkait vaksin. Jadi informasi ini menyerang amigdala, yang menurunkan ketakutan dan menjadikannya lebih rasional, sehingga yang sulit diterima lebih mudah masuk," kata Berry.

Pakar Hubungan Sosial dari Universitas Indonesia Roby Muhamad menambahkan salah satu alasan seseorang mudah menerima informasi karena berita yang didapatkan berkaitan dengan harapan maupun ketakutannya.

"Dengan demikian, nilai-nilai yang dibawa dalam sebuah informasi, terkadang membuat penerimanya menjadi tidak rasional," kata Roby.

 

Baca juga14 Siswa SD Diduga Idap HIV/AIDS Diusir dari Sekolah, Psikolog: Bisa Berdampak Pada Identitas Diri

 

Menurut Roby, metode "menyerang" amigdala menjadi langkah yang patut dicoba untuk memerangi kabar bohong yang kian marak. Namun, kat Roby, dengan catatan, kita tidak menyalahkan apa yang diyakini selama ini.

"Karena kalau sudah menghakimi nilai-nilai yang dianut, orang yang terpapar hoaks malah akan defensif. Jadi dia tidak mau menerima informasi baru, tidak rasional, dan lebih ke emosional," kata Roby menjelaskan.

Berita Selanjutnya
Indonesia Resmi Calonkan Diri Jadi Tuan Rumah Olimpiade 2032
Berita Sebelumnya
Ribuan Guru PAUD Maluku Dididik Pendidikan Karakter

Berita Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar