Al-Quran, foto: pixabay
SCHOOLMEDIA NEWS, Depok - Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam Kota Depok, Jawa Barat membekali para mahasiswa penghafal Al-Quran ini dengan materi Pentashihan.
"Banyaknya arus informasi dan pengaruh budaya menyebabkan minimnya kemampuan dalam Pentashihan Al-Quran. Maka perlu pengkaderan dalam pentashihan Al-Quran dalam upaya menjaga dan mengamalkan isi Kalamullah tersebut," kata Pengasuh Pesantren Al-Hikam KH. Yusron Ash-Shidqi di Depok, Jumat (03/10/2019).
Ia menjelaskan kita berupaya membekali para mahasiswa penghafal Al-Quran ini dengan materi Pentashihan. Negara hadir dalam upaya menjaga mushaf Al Quran dan memuliakannya.
Pembinaan Pentashihan Mushaf Al-Quran kerja sama Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an (STKQ) Al-Hikam dengan Lajnah Pentashihan Al-Quran (LPMQ) Badan dan Diklat Kementerian Agama RI.
Baca juga: Pemprov dan PWNU Siap Tampung Anak Perantau Jatim dari Wamena di Pesantren
Para lulusan STKQ Al-Hikam diharapkan turut andil dalam menjaga kemurnian mushaf Al-Quran. Jangan sampai, lanjutnya, ditemukan mushaf Al-Quran yang beredar di masyarakat salah cetak.
"Kita menyambut baik acara yang bekerjasama dengan Kemenag, semoga ke depan bisa terus bersinergi. Sesuai dengan harapan almarhum KH. Hasyim Muzadi agar lulusan Al-Hikam bisa berkontribusi langsung dalam bidang Al-Quran. Tentunya, dikemudian hari diharapkan ada dari lulusan ini bisa menjadi Pentashih Al-Quran," ucapnya.
Sementara itu, salah satu narasumber, Ahsin Sakho mengungkapkan untuk menjadi Pentashih Al-Quran tidak hanya hafal Al-Quran saja. Namun, lanjutnya, seseorang harus mampu menguasai ilmu lainnya.
Diantaranya Tafsir Al-Quran, Ulumul Qur'an, Rasm Qur'an, syakl, Rasm Turki Usmani, Qiroat Sab'ah, Waqof dan Ibtidak, Makki dan Madani, Ulumul Hadis dan lainnya.
Baca juga: Universitas Tarumanegara Siapkan Lulusan Berdaya Guna dalam Usaha
"Hanya di Indonesia saja para Pentashih Al-Quran diperhatikan dan digaji oleh Negara. Inilah yang membedakan di Indonesia dan Negara lainnya. Terutama dalam menjaga keotentisitasan mushaf sebagai Kalamullah atau Wahyu," ujarnya.
Ia mengaku pengalamannya saat melakukan Pentashihan pada kata "Auliya" agak susah, karena untuk mengartikannya harus menggunakan kata yang tepat. Sehingga, ia tetap menggunakan kata Auliya dalam terjemahannya. Meski begitu, dirinya tetap menambahkan catatan kaki dengan kata Shohib, teman terdekat dan lainnya.
"Jangan sampai mengambil langsung terjemahan Al-Quran sebagai sandaran pengambilan hukum. Sebab, makna dan arti Al-Quran sangat luas. Untuk memahaminya tidak hanya hafal dan terjemahan saja, tapi dibutuhkan ilmu-ilmu lainnya," jelasnya.
Tinggalkan Komentar