Ilustrasi perkawinan anak, Foto: Pixabay
Koalisi Perempuan Indonesia mendorong pengetatan persyaratan dispensasi perkawinan anak dengan memberikan bukti otentik sebagai pertimbangan pengadilan dan menghindari kepentingan tertentu yang justru hanya akan merugikan anak.
"Pengetatan pengajuan peryaratan dispensasi ini penting, salah satunya menyertakan bukti otentik dan signifikan untuk mengajukan dispensasi," kata staf Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia Sekretariat Nasional Lia Anggiasih dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2019.
Ia mengatakan, selama ini saat pengajuan dispensasi untuk melakukan perkawinan anak, tidak melampirkan bukti otentik, misalnya anak positif hamil namun tidak disertakan pembuktian.
Baca juga: Tanggulangi Perkawinan Anak, Kemenag Gelar Temu Konsultasi
Selain itu, kata Lia, Anak juga tidak pernah ditanyakan keinginannya untuk menikah, sehingga dikhawatirkan pengajuan dispensasi itu hanya untuk niat lain bukan kepentingan anak.
Koalisi Perempuan Indonesia dan jaringan, kata Lia, juga mendorong peraturan kebijakan di level daerah seperti surat edaran kepala desa yang membunyikan batasan perkawinan anak.
Koalisi Perempuan Indonesia juga mendorong pemerintah daerah merevisi peraturan setempat yang lebih pro perlindungan perempuan dan anak, memasukkan pasal pembatasan usia perkawinan atau melahirkan kebijakan baru tentang pembatasan usia anak untuk perkawinan.
Baca juga: KPAI: Dispensasi Pada UU Perkawinan Masalah Bagi Anak
Dia mendorong agar seluruh daerah di Indonesia melakukan praktik baik pencegahan perkawinann anak.
"Jangan ada diskriminasi gender dalam batasan usia perkawinan anak," ujar Lia tegas.
Selain itu, Lia menegaskan, Koalisi Perempuan Indonesia juga mendorong agar batas usia anak dinaikkan untuk mereka bisa melakukan pernikahan, yang mana peraturan saat ini masih menyebutkan batas minimum usia anak perempuan 16 tahun.
Tinggalkan Komentar