Cari

Pelaksanaan PAUD di Kawasan Timur Indonesia Masih Terkesan Eksklusif

 

Schoolmedia News Kendari ---- Di Sulawesi Tenggara dan Kawasan Timur Indonesia pada umumnya, pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Boleh dibilang baru menyentuh masyarakat perkotaan.

Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini di Sulawesi Tenggara antara lain disebabkan masih terbatasnya jumlah lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini, jika dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut.

Demikian dikatakan Anggota Komisi X DPR, Tina Nur Alam dalamWorkshop Pendidikan bertema “Mewujudkan Prestasi Pelajar Indonesia Berkarakter Pancasila Melalui Implementasi Merdeka Belajar” di Kota Kendari, Selasa (20/6).

Kegiatan dihadiri Widyaprada Ahli Utama Kemendikbudristek, Ir. Djajeng Baskoro, M.Pd dan Narasumber praktisi PAUD Wa Ode Yahyu Herliany Yusup, S.Kep. M.Pd. dan Ketua IGTKI Sulawesi Tenggara, Dra. Sasmin, M.Pd.

Menurut Tina Nur Alam, berdasarkan data yang diperolehnya kota Kendari memiliki PAUD sebanyak 223 sekolah yang terdiri dari 9 negri dan 214 swasta. Boleh dikatakan bahwa Institusi anak usia dini belum merata/belum banyak hingga pelosok daerah, sehingga anak usia dini berkembang hanya pada pusat pusat kota yang jumlahnya sangat terbatas.

Hal ini, lanjut Tina menjadi salah satu sebab terhambatnya pendidikan anak usia dini di masyarakat daerah. Selain itu, jenis pendidikan anak usia dini yang baru dikenal masyarakat adalah Taman Kanak-Kanak, sedangkan Kelompok Bermain (KB) kurang diminati dan Tempat Penitipan Anak (TPA) kurang sekali popularitasnya di mata masyarakat dan juga dibarengi dengan minimnya pengadaan institusinya secara fisik, begitu juga dengan bentuk-bentuk PAUD.

Selain itu, menurut Tina  tidak bisa dipungkiri selama ini masih ada ketidak sinambungan, antara pembelajaran di PAUD dan SD. Antara pemahaman guru PAUD, tentang pembelajaran anak usia dini, dengan konsep pembelajaran guru SD, yang di pahami di sekolah.  Akibatnya banyak terjadi kesalahan dan tindakan yang tidak tepat dalam rangka menstimulasi perkembangan anak usia dini.

"Secara kuantitas guru-guru/pamong yang berkecimpung dalam PAUD jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah guru-guru pada strata pendidikan yang lain (SD, SMP, SMU). Selain itu pun kualitasnya pun masih minim. Jumlah tenaga kependidikan bagi pembinaan anak usia dini masih sangat kurang dibandingkan jumlah anak usia dini saat ini," ujarnya.

Belum lagi, ujarnya selama ini banyak sekolah dan orang tua beranggapan masuk SD harus mampu Calistung (Baca, Tulis, Hitung). Ini pandangan yang keliru, harus kita luruskan, karena anak PAUD itu tidak wajib bisa Calistung, konsep belajar mereka itu bermain, bukan memaksa harus bisa Calistung.

"Kita semua harus menyadari bahwa masa transisi ini penting, dan harus menyenangkan, kalau dipaksakan, anak harus bisa Calistung, itu bisa membuat mereka stress, jadi malah takut ke sekolah," ujarnya.

Peliput dan Foto : Eko

Lipsus Selanjutnya
Dibiayai Dana Abadi Pesantren, 1.000 Kuota Beasiswa Santri Dibuka Awal Juli
Lipsus Sebelumnya
Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LL.M., MPP Dilantik Menjadi Dekan Fakultas Hukum UI

Liputan Khusus Lainnya:

Comments ()

Tinggalkan Komentar